The Only Hope

542 46 9
                                    

"Kamu yakin, Ra?"

Gadis mungil didepan Weni mengangguk pelan.

"Kamu sudah mikirin ini mateng-mateng, kan?"

Rara memberikan senyuman singkat pada sang Pembina. "Iya, Abang... Rara ambil keputusan ini dengan seyakin-yakinnya, sesadar-sadarnya dan tanpa paksaan siapapun..."

Weni menatap Rara dalam-dalam. Bagaimana bisa dia masih sempat menyisipkan candaan ketika sedang menentukan keputusan sepenting ini.

"Saya masih gak habis fikir dengan jalan pikiran kamu, Ra..."

"Ya gak usah ikut mikirin..."

"Tapi, kamu bener-bener yakin?"

Rara menghela nafas. Weni sudah menanyakan hal yang sama untuk ketiga kalinya.

"Rara yakin..."

"Memangnya, mau ambil yang mana?"

"Yang paling jauh... Dan sebelum Bang Weni nanya lagi, Iya... Rara yakin sekali!"

Weni menutup mulutnya yang sudah terbuka. Ia memang mau bertanya hal itu lagi.

"Tapi, ini bukan waktu yang singkat, loh..."

Rara hanya memberikan Weni tatapan penuh arti.

"Iya, iya..." Weni mengalah. " Ya sudah, kalo Rara yakin, saya akan proses saat ini juga..."

"Jangan lupa tambahkan yang tadi Rara minta..."

Weni hanya mendecak tak sabar. Ia membiarkan Rara duduk diam didepannya sementara ia sibuk menyiapkan beberapa dokumen dan email untuk dikirim. Setelah selesai, Weni menyerahkan tumpukan dokumen itu ke hadapan Anak didiknya.

"Nih, tanda tangan disini..."

Rara menurut. Ia mengambil pulpen yang disediakan Weni untuknya, lalu bersiap untuk membubuhkan tanda tangan. Namun saat pulpennya tinggal satu centi lagi diatas kertas, Weni mencengkram tangannya. Menghentikan pergerakannya.

"Sekali lagi saya tanya, kamu benar-benar yakin?"

Rara tak menjawab. Ia malah mengangkat tangan Weni dan menandatangani berkas itu tanpa ragu. Begitu selesai, Ia mengembalikan tumpukan dokumen itu pada empunya dan berkata : "Sangat yakin!"

Weni menggeleng-gelengkan kepalanya. "Coba ingatkan lagi, kenapa kamu mau ambil keputusan ini?"

Rara memalingkan muka, mencoba menyembunyikan kegetiran yang seketika muncul diwajahnya.

"Waktu..." Ujar gadis itu. Tangannya tanpa sadar menyentuh bibirnya yang terluka. "Waktu adalah satu-satunya jalan untuk memperbaiki semuanya..."

"Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh Waktu?"

"Banyak..." Rara menoleh kearah Weni. Senyum tipis terulas diwajahnya. "Waktu bisa memperbaiki kesalahan, bisa membuat orang ikhlas memaafkan, dan Waktu juga bisa memberikan manusia pelajaran hidup yang sangat berharga. "

Weni mendengus mendengarnya. Membuat Rara melihatnya dengan pandangan bertanya.

"Pelajaran hidup..." Ujar sang Pembina, tergelak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bilang saja, ini caramu untuk membalas perbuatan orang itu, kan?"

Pandangan Weni jatuh pada darah kering di pipi Rara. Membuat gadis itu kembali memalingkan wajahnya.

"Salahnya sendiri, mengira bisa mengatur hidup orang..."

"Dan kamu gak sadar?" Weni melanjutkan. "Kalau kamu pun sedang mengatur hidup orang lain seenaknya?"

Rara tahu apa maksud Weni. Karenanya, ia hanya menjawab singkat.

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang