Dreams

685 65 1
                                    


"Dek, ini tulisannya apa sih kok ga kebaca?" Protes Selfi sambil menyodorkan buku catatan Rara didepan si empunya. "Tulisan kok kayak cakar ayam, jelek banget!"

Rara yang sedang tiduran di kasur sambil main game ponsel tidak menghiraukan. Sepertinya sedang sangat fokus.

Selfi yang kesal karena diacuhkan Rara, bangkit dari meja belajarnya dan duduk menimpa Rara, yang sukses kaget sampai handphonenya terjatuh. "Awwww... Ceppy apaan siiihhhh, ga inget situ beratnya berapa??"

Selfi pun tertawa, sementara Rara mengambil lagi Handphone nya, hendak melanjutkan permainan. Tapi sayang...

"Tuh kaan kalaaahh!!!" Rara menggelembungkan pipinya, kesal dengan sang kakak.

"Lagian, ditanya bukannya jawab, malah fokus main game. Nanti handphonenya kakak ambil lagi nih." Ancam Selfi.

"Eh, enak aja. Selama dua jam kedepan ini punya Rara. Kan Ceppy udah janji kalo Rara pinjemin catetan, Rara boleh mainin hape-nya!"

"Ih, kakak kan ga minta. Semalem ngomongnya kayak orang bener, mau bantuin kakaknya. Ternyata ada maunya!" Selfi mengacak-acak rambut Rara dengan gemas.

"Makanya Ceppy jangan terlalu polos, kena tipu kan!" Gerutu Rara. "Yaudah mau tanya apa?"

Selfi pun menunjukkan catatan cakar ayam milik Rara. "Ini tulisan kamu pake huruf palawa, kakak ga bisa baca!"

"Dih, gini aja ga bisa." Rara mengambil paksa buku ditangan Selfi, membuat sang kakak hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Setelah mencoba membaca beberapa lama.....

"Rara lupa ini apa" Ucapnya acuh, sambil mengembalikan catatan itu kembali ke tangan Selfi.

"Yeeee.... bilang aja ga bisa baca tulisan sendiri!" Selfi yang mood belajarnya sudah hilang, melempar catatan itu ke meja belajar, lalu ikut berbaring di sebelah Rara yang sudah lanjut lagi main game.

"Gimana tadi di kelas dek?" Selfi memulai pembicaraan. Sementara Rara si multitasking itu cerita tentang sehariannya dikelas sembari mengotak-atik permainan ponselnya, Selfi menggunakan kesempatan itu untuk menatap dan mengagumi sosok di sampingnya.

Sungguh, momen dimana Rara melangkahkan kakinya pertama kali ke rumah ini adalah salah satu anugerah terindah yang Allah berikan kepada Selfi. Rara seperti jawaban atas semua doa-doa Selfi, doa disaat sepi adalah satu-satunya teman yang ia miliki. Rara dan segala keceriaanya, kejahilannya, perhatiannya, kasih sayangnya, adalah satu-satunya yang membuat Selfi bertahan sampai sekarang, terutama, setahun belakangan ini.

Satu lagi yang Selfi kagumi dari Rara. Kejeniusannya. Mereka satu sekolah, dan satu kelas, walaupun Rara dua tahun lebih muda dari Selfi dan teman-teman sekelas mereka lainnya. Rara yang cerdas mendapatkan beasiswa serta program akselerasi yang membuatnya bisa lompat kelas. Dan Selfi tak bisa lebih bersyukur lagi dari ini. Berkat Rara, nilai akademis Selfi juga ikut meroket tinggi.

"Eh dek, kakak mau tanya deh..."

"Daritadi juga udah nanya" Rara menyahut ketus dengan mata masih tidak bisa meninggalkan layar hapenya.

"Ketus amat... serius ini!"

"Hhhmmm...."

"Ih, seriuss! Taro dulu HP-nya!"

Suara Selfi terdengar benar-benar serius, jadi Rara dengan menghela nafas menutup permainannya.

"Yaudah. Mau nanya apa Ceppy sayaaaang...." Ujarnya sambil menatap wajah sang kakak.

"Dek, kamu kan pinter nih. Cita-citanya apa sih?"

Hening sejenak....

Lalu.....

"BUAKAAKAKAKAKAKAKAKAKAKA" Rara terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Selfi hanya cemberut melihat respon Rara.

"Ampun deh Ceppy, kesambet apa malem-malem gini nanyain cita-cita!"

"Ih, malah ketawa! Buruan jawab, kakak penasaran nih"

Rara masih tertawa.

"Rara! Buruan jawab! Kakak tau kamu kan dapet beasiswa ambil fakultas hukum nih.... Trus kenapa Ilmu hukum? Kamu mau jadi pengacara, atau jaksa, atau apa gitu?"

Rara yang sebenarnya masih mau tertawa, mencoba mengendalikan dirinya dengan menari nafas.

Lagian, tumben banget pertanyaanya faedah banget...., Pikir Rara.

"Cita-cita Rara, mau jadi orang kaya!"

Selfi terperangah. Jelas jawaban ini diluar ekspektasinya.

"Kok cuma mau jadi orang kaya? Lebih spesifik lagi dong dek"

"Jadi orang kaya bukan sekedar 'Cuma', Ceppy.... Kalo Rara sih mau profesi apapun, Rara nanti harus punya banyak duit. Rara harus bisa bahagiain Ibu. Pokoknya Rara mau di sisa umur Ibu nanti, Ibu ga perlu kerja dan mikirin duit lagi. Biar Rara aja yang kerja..."

Ada kegetiran di suara Rara saat menyampaikan cita-citanya. Tapi Selfi bisa merasakan semangat dan keikhlasan gadis yang masih berusia 16 tahun ini. Mungkin hal itulah, yang membuat Selfi berkaca-kaca menatap sahabatnya.

"Kalo Ceppy, cita-citanya apa?"

"Kalo kakak mau jadi penyanyi professional. Kakak suka banget nyanyi. Bisa menghibur orang, nyemangatin orang, atau mungkin menginspirasi orang banyak. Pokoknya ada kesenangan tersendiri buat kakak kalo bisa membahagiakan orang-orang diluar sana"

"Ulu.. ulu... semua tujuannya buat orang lain, buat aku manaaaaaa"

"Ih, kamu kan nanti udah kaya, buat apa lagi?"

"Wah bener juga! Tumben Ceppy pinter"

"Yeeeeee!" Selfi kembali mengacak-acak rambut Rara gemas.

"Eh dek, kamu gpp nih disini? Bu Soimah ga nyariin?" Selfi yang tau Soimah melarang Rara untuk terlalu dekat dengannya, sedikit khawatir.

"Enggak lah. Orang aku bilang yang nyuruh kesini Ceppy, mana berani Ibu ngelarang"

"Emang dasar, Ibu sendiri di manipulasi!"

"Yang penting kan bisa ama Ceppy..." Jawab Rara, sambil memeluk sang kakak dengan manja.

Selfi membalas pelukannya sambil tertawa ringan. Tak sengaja matanya melihat jam dinding, dan hatinya pun mencelos.

"Dek, udah jam 11 malem loh! Temenin kakak yuk bikin teh buat Ayah. Takut Ayah keburu pulang terus minta teh"

Rara melepas pelukannya. "Oh iya, yuk buruan!"

Mereka pun turun ke dapur. Sudah hampir tengah malam, sepertinya penghuni lainnya sudah tertidur lelap. Kedua sahabat itu berjalan beriringan dalam diam.

Sesampainya didapur, ternyata air panas nya habis. Sementara itu terdengar suara mobil datang, pertanda Reza, Ayah Selfi sudah pulang. Selfi pun panik.

"Duh, gimana nih dek, Ayah udah sampe lagi"

"Udah Ceppy tenang aja, kita bikin teh di gelas kecilan aja, jadi masak airnya dikit biar matengnya lebih cepet"

Selfi hanya mengangguk. Ia pun menyiapkan teh dan gelas, sementara Rara memanaskan air.

"Dulu, Ibu tuh kayak punya telepati kapan Ayah sampe rumah. Dia selalu nyiapin teh Chamomile kesukaan Ayah lima menit sebelum Ayah pulang. Jadi begitu sampe, tehnya udah ga terlalu panas, tapi masih hangat untuk dinikmati." Selfi berhenti sejenak. "Ayah pasti kecewa aku ga bisa kayak Ibu..."

Belum sempat Rara menanggapi, sebuah teriakan berhasil membuat keduanya terlonjak ngeri.

"SELFIII!!!!! MANA TEH!!"

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang