The Lake & The Letter

505 45 8
                                    


Rara memandangi danau yang teduh itu dengan sendu. Sungguh tak adil rasanya jika telaga yang Indah ini akhirnya ditinggalkan karena mengandung sejarah kelam yang bukan salahnya. Tapi, Hidup memang selucu itu, kan? Kadang, sebaik apapun dirimu, selalu saja ada hal-hal buruk yang datang menghampiri. Selalu saja ada kondisi yang terjadi tanpa bisa dihindari.

Namun, hey, kita masih bisa memegang kendali tentang bagaimana kita bereaksi, kan?

Seperti danau ini. Meski diasingkan, disalahkan, di caci maki karena seseorang dituliskan untuk dijemput maut ditubuhnya. Ia memilih untuk tetap tenang, untuk tetap bertahan sebagai tempat ratusan biota air yang menjadikannya habitat. Tanpa malu ia memancarkan pesonanya. Terbentang luas membiru ditengah-tengah hamparan padang ilalang dan hutan pinus yang hijau.

Bisakah Rara seperti sang Danau?

Bisakah ia tetap tenang ditengah-tengah deburan gelombang emosi yang tak pernah berhenti?

Gadis itu menghela nafas. Entah sudah berapa lama dia berada ditepian danau itu, duduk bersimpuh dengan tangan merangkul kedua kakinya. Ia memang sengaja berlari kesini, ketempat yang tidak akan berani disusul oleh Selfi. Ia memang butuh menyendiri, menenangkan hatinya yang diburu emosi.

Dan memandangi damainya riak danau ini, membawa ketentraman tersendiri di hati Rara.

Kini otaknya seperti kembali dapat berpikir sehat. Lagi, gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

Kembali teringat olehnya kejadian tadi.

Seharusnya, jika dia menggunakan rasionya, pertengkaran tadi tidak akan terjadi. Seharusnya, jika dia tidak menyudutkan Selfi, adu mulut itu tidak akan terjadi.

Rara tahu. Seharusnya dia sudah kembali ke Villa dan meminta maaf pada kakaknya. Tapi untuk bangkit berdiri terasa sangat berat sekali. Suasana ini sangat nyaman untuknya. Sangat tentram. Rara ingin sedikit lagi berlama-lama disini.

Namun damai tak pernah betah berlama-lama dihidup Rara, karena tak lama setelahnya, ada langkah kaki pelan yang mengabarkan seseorang sedang menghampirinya.

Rara tak perlu menoleh. Ia tahu betul siapa pemilih langkah itu. Pertanyaannya adalah, bagaimana orang itu bisa sampai disini? Kekuatan apa yang mendorongnya untuk dapat berani melangkahkan kaki?

Terakhir yang Rara tahu, Selfi masih trauma setengah mati jika mendekati danau ini.

Ia menunggu sampai sang kakak sampai dan duduk disampingnya, sebelum berkata :

"Emang gak papa nyusulin kesini?"

"Kata orang, kalau mau nyembuhin penyakit, harus dimulai dengan mengobati sumber penyakit itu dulu..."

Jawaban Selfi membuat Rara menoleh cepat. Diliriknya tangan sang Kakak, yang tengah mengepal erat sampai terlihat bekas kuku yang tertancap.

Rara kembali memandangi danau didepannya. "Gak usah dipaksakan, kadang ada penyakit yang gak bisa disembuhkan..."

"Bisa, makanya Kakak kesini nemuin kamu..."

"Maksudnya, Rara penyakit?"

"Bukan, Kamu obatnya..."

Rara mendengus menahan tawa mendengar ini. Meski ada semburat merah menjalar dipipinya.

"Udah, gak usah sok kuat!" Gadis yang lebih muda itupun bangkit. "Kita masuk kedalam!'

Ia menjulurkan tangannya ke Selfi, menawarkan bantuan agar kakaknya dapat lebih mudah berdiri. Uluran yang langsung disambut riang oleh gadis bersuara emas itu.

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang