The Raid

500 44 7
                                    


Malam itu, Selfi meminta diri untuk beristirahat terlebih dahulu. Entah kenapa, kepalanya terasa sangat berat. Tubuhnya luar biasa lelah. Luapan emosi seharian tadi sungguh menguras tenaganya. Seperti mengerti, Rara dan Ridwan yang masih betah berbincang di ruang tengah segera menyetujui.

Malam masih teralu pagi untuk ditinggali. Namun matanya sudah tak bisa lagi diajak kompromi. Maka, berjalan seperti zombie menuju ke kamarnya, Ia tertidur sedetik setelah kepalanya menyentuh bantal.

Mungkin karena Selfi tidur terlalu awal, ia jadi terbangun ditengah malam. Jam dinding yang tertempel di sudut ruangan menunjukkan pukul satu pagi. Menyadari ia masih sendiri di kamar, Gadis itu pun menggerutu didalam hati.

Jam segini Rara masih saja betah mengobrol dibawah...

Hendak menjemput adiknya, Selfi pun bangun dan berdiri. Baru saja mau melangkah, matanya menangkap pintu jendela yang masih terbuka.

Selfi mengutuk diri. Pantas saja terasa dingin sekali. Ia sampai lupa menutup jendela saking ngantuknya.

Dengan langkah pelan ia menengok ke jendela. Dilihatnya langit begitu pekat. Tak ada Bulan yang tampak memamerkan sinarnya. Hanya ada beberapa berkas titik cahaya ditanah, bergerak dari kejauhan.

Tunggu...

Ada yang aneh. Titik-titik cahaya itu, makin lama makin bertambah. Bermunculan dimana-mana, dan makin lama makin mendekat kearah Villa.

Belum sempat Selfi berfikir, sudah terdengar langkah tergesa dari luar pintu kamarnya.

BRAAAKK!!

Rara muncul dengan terengah setelah membuka pintu kamar dengan paksa. Matanya liar mencari-cari seseorang.

"Rara!" Selfi terperangah.

"Kak Selfi!" Sang adik terlihat lega luar biasa setelah menemukan sosok Kakaknya. Tanpa babibu lagi gadis itu menangkap pergelangan tangan Selfi dan menariknya keluar sambil berlari.

"Rara" Selfi yang masih tak mengerti melepaskan cengkraman tangan adiknya. "Ada apa ini!"

"Sudah tidak ada waktu lagi!" Rara kembali menarik tangan Selfi dengan tak sabar, lalu menggelandang Kakaknya menuruni tangga secepat mungkin. "Kita harus segera pergi dari sini!"

"Tapi, kenapa?" Selfi berusaha mencerna keadaan.

"Polisi, mereka ada disini..."

DEG!

Polisi? Bagaimana mungkin?

Dan disinilah Selfi dikuasi panik. Ribuan pertanyaan merengsek masuk ke kepalanya. Ia pun mempercepat langkah, berusaha mengimbangi laju sang adik.

"Bagaimana mereka bisa tahu kita disini? Barang-barang kita gimana?" Selfi bertanya dengan kepanikan yang nyata. Pandangannya menyapu ke segala arah, mencari-cari seseorang yang harusnya berada bersama mereka. "Bang Ridwan mana?"

Rara memimpin arah menuju pintu belakang tanpa menjawab. Dibukanya pintu itu dengan kasar, secepat kilat menyeruak keluar, lalu celingak celinguk mencari sesuatu.

"Dek, Bang Ridwan mana!" Selfi belingsatan.

"Uwan pergi duluan nyiapin mobil. Dia akan nunggu kita di samping hutan pinus setelah danau."

Sedetik kemudian, Rara menemukan apa yang dia cari. Gadis itu mengambil seutas tali yang tersembunyi dibalik barisan pot tanaman pakis.

"Mana tangan kakak." Rara menengadahkan tangannya meminta. Ada nada mendesak di suaranya, maka Selfi menurut saja.

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang