Wanted

449 48 1
                                    


"Ceppy..... Ceppy bangun....."

Selfi mendengar sayup-sayup suara yang memanggil Namanya.

"Ceppy... Banguuun..."

Sekarang ia merasa ada seseorang yang mengguncang-guncang tubuhnya pelan.

"Ceppy... Ceppy..."

Orang itu terus membisikkan nama Selfi ditelinganya, membuat gadis itu mulai tersadar dari lelapnya.

"Ceppy.......Cepat bangun..... "

Setelah kesadaran mulai datang padanya, Selfi baru merasakan ada nada panik didalam bisikan itu. Apalagi orang itu kembali mengguncang tubuhnya, kali ini lebih kencang.

Selfi pun terbangun, lalu membuka mulutnya, hendak bertanya apa yang membuat orang itu begitu ingin menyadarkannya. Namun sebuah tangan dengan sigap menutup mulutnya.

"Ssssstttt!!!!!!"

Seharusnya, Selfi bisa lega karena orang yang mendekap mulutnya hanyalah Rara. Namun justru paniklah yang melanda, karena meskipun gelap, Selfi bisa merasakan kegelisahan sang adik.

Mereka berdua masih berada di belakang mobil pickup yang dikendarai Ridwan. Masih bersembunyi diantara gamelan dan perkusi lainnya. Masih terlindung dibawah terpal yang memblok semua jenis cahaya dari luar.

Entah sudah berapa lama mereka berkendara, atau seberapa jauh. Yang Selfi tahu, dia dan Rara sudah saling merangkul dalam tempat yang gelap dan sempit ini sampai kakinya kebas mati rasa. Karena Lelah, Selfi sempat tertidur, sampai Rara membangunkannya seperti ini...

"Dengar...." Rara membisikkan kata itu dengan suara bergetar.

Dan setelah Selfi melakukan apa yang diminta adiknya, dia tahu kenapa Rara sampai ketakutan seperti ini.

Mobil mereka berhenti. Getaran mesin mobil sudah tak terasa lagi. Sunyi, yang terdengar hanyalah sayup-sayup suara Ridwan yang sedang berbicara dengan beberapa orang.

Selfi menajamkan pendengarannya untuk mencuri dengar.

"Mau kemana kamu tengah malam begini?"

"Saya mau anter alat musik ke kampung sebelah Pak, mau ada acara kawinan..."

"Dari kampung mana kamu?"

"Saya dari kampung Selatan pak Polisi..."

DEG!!

Selfi mempererat pegangan tangannya pada Rara. Meski tak dapat melihat wajah adiknya, ia yakin betul reaksi mereka akan sama. Panik.

"Kebetulan. Kamu pernah lihat dua gadis ini?"

Hening sejenak. Selfi menahan nafasnya menunggu jawaban Ridwan.

"Tidak, Pak. Saya belum pernah lihat mereka berdua..."

"Jangan bohong kamu!"

"Bener Pak, saya ga bohong..." Jawab Ridwan tegas. "Memangnya ada apa ya, Pak?"

"Dua gadis ini sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) kami dari beberapa bulan yang lalu..."

"DPO? DPO kenapa ya, Pak?" Ridwan masih meneruskan actingnya.

"Yang satu ini dilaporkan melakukan tindakan kriminal. Sedangkan yang satu lagi dilaporkan ikut menghilang bersama pelaku..."

"Memangnya kriminal apa...."

"Udah, kamu jangan banyak tanya! Kami mau periksa belakang mobil, kamu ga keberatan kan?"

Selfi merasakan nafas Rara mulai cepat tak beraturan. Ia tak menyalahkannya, karena sekarang ia pun takut luar biasa sampai tak bisa bernafas.

Ia tak berani membayangkan kalau sampai pak Polisi itu membuka terpalnya...

"Ngg.. ga ada apa-apa disitu Pak..." Selfi sangat menyayangkan Ridwan yang mulai menjawab gelagapan. "Cu.. Cuma ada alat musik Pak... "

"Ya kalo ga ada apa-apa harusnya kamu ga keberatan dong kalo diperiksa?"

"Tu.. tunggu dulu Pak.."

"Udah, kami ga punya banyak waktu. Kalian, periksa belakang mobil ini!"

Dan Selfi pun gemetar luar biasa, ketika terdengar derap langkah beberapa orang mulai mendekati mereka. Ia pun merangkul Rara, yang sudah bergetar hebat menahan isakan. Ia menarik kepala sang adik ke dadanya. Berusaha meredam ketakutannya, ketakutan mereka berdua. Ia tak tahu apa yang akan terjadi nanti jika mereka tertangkap. Bisa saja ini adalah kesempatan terakhirnya mendekap orang yang paling ia sayangi itu. Maka Selfi pun makin mengeratkan pelukannya.

Mungkin memang sudah jalannya. Hanya sampai disini saja perjuangan mereka.

Drap.. drap...

Suara langkah itu terdengar semakin dekat. Selfi menangis dalam diam.

Drap... drap...

Mereka sudah sampai dibelakang mobil. Rara mencengkram lengan Selfi begitu kuat, sampai berdarah.

Srek.. srek...

Seberkas cahaya senter menerobos masuk ketika mereka mulai membuka terpal. Selfi mencium kepala adiknya, mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Cahaya yang masuk semakin banyak. Pertanda terpal yang menutupi keberadaan mereka mulai terbuka lebar.

Selfi menutup matanya. Pasrah. Jalan buntu didepan mereka. Tak ada yang dapat ia lakukan selain berdoa akan datangnya mukjizat. Ia dan adiknya saling merangkul dengan erat, menunggu detik-detik paling mencekam dalam hidupnya...

Sampai.....

Zzzrrtttt..... zzzrrrttt....

Suara walkie talkie menghentikan pergerakan diluar sana. Tak lama terdengar gelombang suara dari alat komunikasi khusus aparat kepolisian itu...

"Tim Bravo, Tim Bravo Copy... Kami berhasil menemukan gubuk tempat pelaku tinggal beberapa bulan ini. Tim Bravo diharapkan dapat menuju ke lokasi untuk mengamankan barang bukti.."

"Tim Bravo, copy... baik, kami segera kesana..."

Lalu cahaya-cahaya itu menghilang. Diiringi dengan derap langkah yang terdengar menjauh.

"Bagaimana, Pak?" Selfi mendengar Ridwan bertanya.

"Kami menemukan tempat pelaku tinggal. Kamu lanjutkan saja perjalanan. Jangan lupa, tetap waspada dijalan!"

"Baik Pak, terima kasih, Pak.."

Dan barulah setelah suara mesin menyala, dan mobil sudah berjalan lagi, Selfi dan Rara kembali bisa bernafas. Masih berpelukan, tangis keduanyapun pecah. Hampir saja. Sedikit lagi.

Selfi dan Rara kini dapat tertawa lega meski mata keduanya masih dialiri air mata. Mereka tertawa, karena begitu bahagia menyadari bahwa Tuhan sangat menyayangi mereka. Siapa lagi yang dapat memberikan keajaibaannya seperti tadi? 

A Million DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang