|chil|

1K 98 67
                                    

Mobil van yang dibawa Sejin telah sampai di kawasan Hannam The Hill setelah hampir satu jam mengarungi jalanan Seoul. Biasanya sebelum member BTS turun dari mobil, Sejin akan memberikan sedikit wejangan dan member BTS akan menanggapinya dengan sedikit lelucon serta sapaan pamit. Namun untuk kali ini tidak ada satu pun sapaan yang mampir di indra pendengaran Sejin, bahkan ketika menyisakan dirinya dengan Namjoon.

Sejin melepas sabuk pengaman mobil yang membalut tubuh tuk bersiap-siap turun, tetapi buru-buru ditahan oleh Namjoon.

"Biar aku yang urus masalah ini, Hyung."

"Jeongmarieyo?" Sejin menatap serius ke dalam iris Namjoon yang dibalas dengan anggukan mantap oleh Namjoon. (Apakah kau yakin?)

Helaan napas pelan keluar dari mulut Sejin. "Geurae, aku percayakan kepadamu Namjoon."

"Gomawo, Hyung," tutur Namjoon sebelum mobil van tersebut benar benar tidak terlihat lagi di jarak edar pandangnya.

Namjoon menengadahkan kepala, menelusuri langit musim semi yang sedang bersiap menelan matahari di ufuk barat. Seketika ia terkekeh. Elok langit seakan mengejek nasibnya sekarang. Atau memang langit sudah tahu bahwa tuhan tidak mengizinkan mereka untuk bahagia?

Ah, apa sih yang kupikirkan pikir Namjoon. Sembari beranjak pergi, terlintas di benak kehidupan ia serta keenam kawannya saat awal mula menginjaki karier di dunia musik. Dimana mereka masih tinggal di dorm kecil dan tidur di ranjang susun. Apalagi terkadang saling berbagi makanan satu sama lain.

"Hyung," panggilan Jungkook berhasil menarik perhatian keenam member BTS lain.

"Apakah ketika kita sukses nanti, kita bisa merasakan banyak cinta?" pertanyaan polos Jungkook sukses membuat Jimin mengusak rambutnya. "Aigoo, Kau ini masih kecil. Tidak perlu berpikiran seperti itu." (Astaga)

"Yak! Aku hanya berbeda dua tahun darimu, arrasseo?" (Mengerti?)

"Tanpa menunggu sukses pun, sekarang kita sudah merasakan banyak cinta, Kook-ah." Jungkook mengerutkan kening. "Maksudnya?"

"Perasaan senang dan bahagia dari dukungan penggemar kita, bukankah itu termasuk cinta?" jawab Namjoon seraya tersenyum.

Jika mengingat percakapan singkatnya beberapa tahun silam, Namjoon selalu berpikir bagaimana bisa ia sangat naif. Memang saat ia bersama dengan para penggemarnya, dirinya merasakan begitu banyak cinta. Meskipun begitu, ternyata ada rasa cinta lain yang kerap kali mempelopori irama kencang degup jantungnya.

Tak terasa langkah kakinya sudah tiba di depan apartemen yang ditinggalinya bersama keenam kawannya. Sehabis mengklik password apartemen, Namjoon lekas disambut oleh pemandangan teman-temannya yang berkumpul bersama, seolah tahu ada yang ingin dibicarakan.

Namjoon mendudukkan diri di single seat yang mengarah langsung ke arah yang lain. Walau tingkat kepekaannya tidak tinggi, Namjoon sungguh tahu perasaan kalut, sedih, dan lainnya sedang mengerumuni hati dan pikiran mereka.

"Jadi apa yang mau Hyung bicarakan?" Jungkook mengawali.

"Berhentilah bersikap seperti ini." secara bergilir Namjoon memirsa wajah teman-temannya. "Aku tahu ini berat, tapi mereka juga pasti mengerti maksud kita tadi."

"Mwo?! Mengerti katamu?!"

"Apakah kau tahu bagaimana reaksinya saat melihat aku bersikap seperti itu?!" nada bicara Hoseok meninggi. "Dia menangis, kau tahu?! Lebih-lebih aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan tangisnya!"

NeoegeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang