|sip-sa|

560 65 22
                                    

Dua pasang kaki melangkah cepat dan saling mengejar satu sama lain. Ia terus berjalan seakan tak menghiraukan seorang pemuda yang kini berusaha menyamai langkahnya tanpa suara. Seorang gadis berbaju putih dibalut jaket denim hitam itu terus menampilkan ekspresi kesal.

Dinda menjauh dari tempat dimana ia mendapat masalah sebelumnya, saat ia ditarik paksa oleh ketiga teman Jane. Dinda memberhentikan langkahnya dan menoleh membuat kedua iris mereka bertemu "Kenapa berhenti?"

"Seharusnya gue yang tanya! Lo ngapain ngikutin gue mulu? " tanya Dinda menatapnya jengkel.

"Mereka tadi itu siapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Dinda ia malah balik bertanya membuat Dinda merotasikan bola matanya. Lama - lama teman kecilnya ini akan memiliki sifat yang sama seperti ayahnya dan sebentar lagi pasti akan ada banyak pertanyaan yang ia lontarkan.

"Mending lo pulang aja sana," usir Dinda seraya menghempas-hempaskan tangannya menyuruh pemuda itu pergi.

"Gue kan pulangnya sama lo gimana sih?!"

"Ya kan gue bisa pulang sendiri, lo pikir gue nggak tau daerah sini?"

" Apa ini ada hubungannya sama keenam teman-teman lo yang di SMA itu? " ucapnya menerka-nerka, lagi - lagi ia mengabaikan perkataan Dinda, sepertinya pemuda ini memang keras kepala.

"Gio!" bentak Dinda. "Jangan ikut campur urusan gue. Ini juga nggak ada hubungannya sama lo. Gue udah nyuruh lo pulang 'kan tadi?" Firasat Dinda benar bahwa akan ada pertanyaan ini itu yang Gio berikan kepadanya, anggap saja ia sedang berhadapan dengan ayahnya dalam bentuk teman.

"Nggak bisa!" Jawabnya tegas. "Gue diberi amanat sama ayah lo buat jagain lo Din!" Alasan lama. Padahal sebenarnya Gio tidak ingin meninggalkan Dinda sebab ia khawatir tiga gadis tadi akan menemui sahabat kecilnya itu lagi atau mungkin Dinda yang akan menghampiri mereka. Karena hari ini merupakan pertama kalinya Gio melihat Dinda diperlakukan seperti itu. Sepengetahuannya, sahabatnya itu tidak pernah bermasalah dengan teman-temannya yang lain.

Dengan dada yang naik turun, menahan amarah ia menarik napas berupaya mentralkan emosi yang kini siap untuk meledak kapan saja. Tidak heran Gio bertanya seperti itu kepadanya. Ayahnya pasti bercerita mengenai masalah yang ia dan Vero dkk lalui waktu itu. Kenapa pula ayahnya selalu memberitahu Gio semua hal tentangnya? Dinda menghargai bagaimana kebaikan Gio untuk menjaga dan menerima amanat yang ayahnya berikan, terlebih Gio sahabat sejak ia kecil, tapi bukan berarti ia harus mengetahui semua urusan pribadi dan masalahnya.

"Iya iya gue tau, tapi lo nggak perlu ikut campur karena lo nggak tau cerita yang sebenarnya," ucap Dinda penuh penekanan. "Dan satu lagi, jangan sampai ayah tau tentang ini." ancam Dinda, setelahnya berjalan pergi meninggalkan Gio.

Karena itu gue mau cari tau, Batin Gio

Keindahan malam di kota Seoul memang tak bisa dipungkiri dapat memikat hati siapapun yang sampai dibuatnya tak ingin beranjak dari sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keindahan malam di kota Seoul memang tak bisa dipungkiri dapat memikat hati siapapun yang sampai dibuatnya tak ingin beranjak dari sana. Kilauan lampu yang berasal dari gedung - gedung itu pun mempercantik kota hingga membuat terpana yang melihat. Tak pernah sepi akan orang-orang, membuat selalu ada acara jalanan menarik yang melengkapi malam bersama, tentu salah satunya adalah dance public yang sudah menjadi pemandangan biasa di sana.

Seringkali sekumpulan para dancer  membuat dance cover public di sana dari pagi hingga menjelang tengah malam. Tidak pernah sepi pula para penonton yang berdecak kagum melihat keterampilan mereka. Biasanya pun disana akan ada pertunjukan bakat entah itu menyanyi, rap, maupun dance. Sungguh disayangkan bagi pemuda kelahiran tahun 97 itu pemandangan seperti ini jarang sekali dapat ia lihat secara langsung. Yah, maklum saja, ia menghabiskan waktunya untuk berlatih sehingga kemudian bisa debut di umur yang masih terbilang muda. Sekarang pun sebenarnya untuk pergi keluar saja ia tidak mendapatkan kenyamanan karena harus berhati-hati dengan siapa ia bertemu dan pergi.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari sosok gadis yang ia ketahui tinggal jauh dari tempat dimana ia berada sekarang, namun anehnya ia merasa sempat melihatnya menggemulaikan badan beberapa waktu lalu. Hingga kali ini ia kembali ke tempat itu dengan harapan bisa menemukannya lagi. Ia memilih untuk pergi ke cafe tidak jauh dari tempat ia melihat gadis itu daripada harus mempertaruhkan identitasnya ketahuan dan penggemar akan datang menemuinya di waktu yang tidak tepat. Untuk izin tanpa ditemani oleh manajer saja sangat sulit ia dapatkan, apalagi kalau dia nanti ketahuan? Habis sudah riwayatnya nanti.

"Jungkook-shi?"

"Woah, kamchagiya ." Seketika rasanya jantung Jungkook hampir saja berhenti berdetak sebelum ia mengetahui siapa yang menyapanya. Matanya kini mendapati seorang pemuda tampan dan tinggi—walau masih tampan dirinya—yang merupakan teman lamanya. "Oh, ternyata kau, Sunghoon-shi. Aku kira tadi orang lain yang memanggilku."

"Haha, mianhae." Sunghoon tersenyum menampilkan deretan giginya. Ia lupa bahwa temannya yang satu ini sudah menjadi idol terkenal. Ia sudah berteman dengan pemuda itu sejak duduk dibangku SMP. Dia juga pernah menjalani trainee bersama sebelum memutuskan untuk berhenti dan memilih untuk menjadi seorang detektif. Meskipun begitu, baginya Jungkook adalah orang yang paling membantu dalam hidupnya, sehingga pertemuan pertama mereka sekarang ini setelah tiga tahun tak pernah bertemu merupakan pertemuan yang berharga untuk Sunghoon.

Awal mula perbincangan penuh dengan pengalaman mereka selama tiga tahun seraya mengenang kembali masa-masa sekolah. "Kenapa kau tidak bekerja?"

"Eoh, geugeo. Hanya ingin beristirahat, aku sudah bekerja keras selama ini. Dan lagi di kantorku belakangan sedang ada masalah, jadi aku memilih untuk beristirahat saja," jawab Sunghoon yang dengan mudah segera dipahami oleh Jungkook. Ya, seperti di drama-drama yang ditontonnya, pekerjaan detektif itu tidaklah pernah gampang. Semua itu menguras tenaga dan pikiran kalian.

Jungkook sedikit terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah sekarang merupakan waktu yang tepat untuk melontarkan apa tujuan sebenarnya ia bertemu dengan Sunghoon. Sebelum itu, Jungkook mengalihkan atensinya kearah jendela yang bertepatan dimana kerumunan orang sedang asik melihat dance cover performance. "Sunghoon-shi"

"Ne?"

"Butag hanahaedo doelkkayo? " (Bisakah aku meminta bantuanmu?)

"Dang-yeonhi hal su-issda. Wae geurae?" jawab Sunghoon enteng, mengingat Jungkook telah banyak membantunya selama ini. Jadi tidak mungkin ia menolak hal itu. Mungkin ini juga saatnya ia membalas budi atas kebaikan yang telah ia terima.  (Tentu saja bisa. Ada apa?)

"Bisakah kau mencari tahu keberadaan gadis di dalam foto ini?" Jungkook menunjukan foto seorang gadis dengan seorang pemuda yang berfoto bersama di sebuah kereta gantung. "Aku melihatnya disini waktu itu. Tapi aku tidak yakin jikalau gadis itu adalah dia. Aku ingin kau memastikan apa benar dia ada di sana dan alasan apa sehingga ia bisa berada di sini." Tugas yang disodorkan oleh Jungkook terbilang cukup mudah dibanding tugasnya sebagai detektif seperti biasa. Tidak memerlukan tenaga dan pikiran yang terlalu besar untuk mengurus hal tersebut, tetapi mungkin hati yang paling bekerja dalam hal ini di kemudian hari.

"Call. Serahkan saja padaku!" balas Sunghoon mengiyakan. (Baiklah!)

"Geunde igeo jeongmal bimil-ieyo."  (Tapi ini benar - benar rahasia)

"Ne, geogjeong hajima." Sunghoon mengangguk cepat. Dalam hati ia merasa empati melihat teman lamanya itu sekedar untuk merasakan jatuh cinta saja sulit, bahkan pergi keluar pun ia tidak bisa merasa tenang. "Geui ireum-i mwoya?" (Iya, jangan khawatir // Namanya siapa?)

"Ara Cintya."

Next chapter will be updated on Okt 24, 2020. see u✨

NeoegeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang