Yeji terlihat sangat kesal karena beberapa orang murid mengejeknya hanya karena tadi ia kalah saat bertanding melawan seniornya. Hari ini adalah hari terburuk yang ia alami. Sejak pagi hingga siang, orang-orang selalu membuatnya kesal. Ingin rasanya ia menonjok satu-persatu wajah mereka.
"Yeji, mana uang taruhannya?"
Yeji menghentikan langkahnya. Sudah sepuluh kali orang ini menagih uang taruhan mereka tadi. Bukannya ia tidak mau membayar, masalahnya dompetnya tertinggal di rumah. Bahkan makan siangnya terpaksa di bayar oleh Solbin.
"Besok pagi aku akan bayar."
"Mana bisa begitu. Kau harus bayar sekarang!"
"Aku tidak punya uang!" Suara Yeji mulai meninggi.
"Kau anak orang kaya, mana mungkin kau tidak punya uang!"
"Tidak bisakah kau bersabar sedikit?! Nanti kalau ayahku menjemputku, aku akan langsung berikan uangnya padamu! Sekarang minggir, aku mau ke toilet."
Namun kedua murid itu justru semakin mengolok-olok dan mendesak Yeji hingga terjadilah perdebatan yang menimbulkan emosi. Hyunjin yang baru kembali dari toilet tampak khawatir karena Yeji sedang berurusan dengan dua senior yang di takuti di sekolah ini. Hyunjin mencoba mendekat. Matanta melebar saat Yeji menonjok wajah salah satu dari mereka. Yeji beralih menatap murid yang satu lagi. Kepalan tangannya sudah bersiap untuk menonjok wajah murid menyebalkan itu.
"Hentikan!"
BUG!
Semua orang disana berseru heboh melihat bagaimana kepalan tangan Yeji mengenai wajah Hyunjin yang mencoba menghentikan perkelahian. Hyunjin mengusap sesuatu yang keluar dari hidungnya. Darah.
Yeji menatap pemuda itu jengah. Ia sama sekali tidak merasa bersalah. Salah Hyunjin sendiri kenapa sok jadi pahlawan kesiangan. Tidak lama kemudian seorang guru datang menerobos kerumunan. Guru berbadan pendek itu terlihat marah melihat tiga orang murid laki-laki wajahnya terluka karena ulah seorang murid perempuan.
"Kalian berempat, ikut aku!"
"Aish sial!" Rutuk Yeji.
"Kau bilang apa Im Yeji?!"
Yeji menatap gurunya.
"Tidak ada." Jawabnya ketus.
.
Dua orang murid senior sudah meninggalkan ruang kepala sekolah setelah orang tua mereka datang. Sedangkan Yeji dan Hyunjin masih disana menunggu kedatangan orang tua mereka. Yeji menatap Hyunjin yang sebelah hidungnya di tutupi kapas untuk menghentikan darah yang mengalir di hidungnya. Yeji masih kesal pada Hyunjin karena Hyunjin, ia gagal membuat kedua seniornya babak belur.
Tidak lama kemudian Jaebum datang memasuki ruangan tersebut. Lalu berselang dua menit, Jinyoung juga datang dengan raut yang hampir sama seperti Jaebum. Orang tua mana yang tidak khawatir setelah menerima telpon dari sekolah bahwa anak mereka terlibat dalam perkelahian.
Jaebum kembali bersikap seperti kemaren saat pertama kali melihat Jinyoung. Ia terpaku melihat wajah manis pria itu.
"Daddy." Yeji menyenggol lengan ayahnya setelah ia menyadari ayahnya sedang memperhatikan ibu dari teman sekelasnya tersebut.
"Begini Pak, putri anda terlibat dalam perkelahian bersama dua orang seniornya. Dia membuat seniornya itu terluka dan juga membuat Hyunjin, teman sekelasnya terluka. Ini bukan pertama kalinya Yeji terlibat dalam masalah seperti ini."
"Sebagai ayahnya, saya minta maaf atas perlakuan buruk Yeji. Ini juga salah saya karena tidak bisa mendidiknya menjadi anak perempuan yang baik."
Yeji tampak tidak suka mendengar ucapan ayahnya.