Jaebum di buat uring-uringan oleh anaknya. Ia tidak bisa fokus pada pekerjaannya karena selalu teringat ancaman anaknya semalam. Ia tidak menyangka Yeji bisa sebenci itu pada Seulgi. Walaupun begitu, Yeji tidak pernah protes terhadap hubungannya dengan Seulgi. Tapi anehnya, kemaren Yeji menunjukkan reaksi berbeda dari biasanya . Anaknya itu secara terang-terangan menunjukkan bahwa ia tidak menyukai Seulgi.
Tadi pagi Jaebum meminta seseorang untuk mengawasi Yeji dari kejauhan. Ia takut Yeji benar-benar akan pergi dari rumah, seperti ancamannya semalam. Dan bukan hal yang mudah mengakhiri hubungannya dengan Seulgi. Ini salahnya, tidak seharusnya ia memberi harapan lebih pada wanita itu. Mulanya ia hanya ingin mencoba membuka hatinya untuk orang lain, tetapi ia membuat Seulgi jatuh cinta padanya yang membuatnya sulit meninggalkan wanita itu.
Ponselnya berdering di atas meja. Tertera nama Seulgi disana. Jaebum terlihat ragu, apa ia harus menjawab panggilan itu atau justru mengabaikannya. Sekali lagi, ia teringat pada ancaman Yeji. Jaebum mematikan ponselnya lalu mengusap wajahnya frustasi. Ia hanya ingin memberikan seorang ibu untuk anaknya agar anaknya bisa terawat dengan baik, tetapi anaknya justru tidak menyukainya.
Lalu, ibu seperti apa yang Yeji inginkan?
.
.Mulai hari ini Yeji bergabung dengan tim cheerleader sekolah atas paksaan wali kelasnya. Gurunya memasukkannya ke tim pemandu sorak agar Yeji tidak bertingkah seperti hari-hari sebelumnya, yaitu membuat bonyok wajah teman-temannya.
Solbin selaku teman dekat Yeji yang juga bergabung di tim pemandu sorak sejak tadi berusaha menahan tawanya melihat Yeji yang biasanya berkelahi tiba-tiba memakai seragam khas cheerleader yang imut. Jangan lupakan double ponytail yang membuat Yeji terlihat alami seperti murid SMA.
Setelah selesai latihan, Yeji segera berganti pakaian. Ia memakai rok sekolah sedangkan untuk atasan ia justru menggantinya dengan sweater berwarna biru muda. Gadis itu mengemasi barang-barangnya dan segera meninggalkan kelas disaat tidak ada siapapun di kelas.
Ia tidak pernah main-main pada ancamannya. Ia benar-benar akan pergi dari rumah jika sampai malam nanti ayahnya tidak mengakhiri hubungannya dengan Kang Seulgi. Yang tidak ia sukai dari wanita itu adalah, wanita itu terlalu banyak mengatur. Sedangkan ia sangat tidak suka di atur-atur seperti itu.
Saat Yeji berhasil melompati pagar, ada murid lain yang juga melompati pagar.
"Ah jadi begini rasanya membolos." Hyunjin menepuk-nepuk celananya yang berdebu.
"Y-yak kau..." Yeji menarik tangan Hyunjin agar bersembunyi di balik bunga yang rindang agar tidak terlihat oleh pengawas sekolah yang sedang patroli.
Setelah memastikan guru itu sudah pergi, mereka keluar dari persembunyian. Hyunjin menatap Yeji yang sibuk membenahi penampilannya.
"Apa kau lihat-lihat?"
Hyunjin menggeleng. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat perempuan seperti Yeji. Kaya namun seperti berandal dan sangat sensitif. Ia jadi teringat ucapan ibunya tadi malam. Ibunya berkata bahwa ia dan Yeji seperti bersaudara. Yeji seperti kakaknya, padahal disini ia lebih tua dari Yeji.
.
Kedua remaja itu memilih pergi bermain game di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Seoul. Mereka mulai akrab sejak Yeji mengajak, lebih tepatnya memaksa Hyunjin menemaninya ke tempat ini. Mereka seperti tidak ada beban pasca membolos. Padahal mereka bisa di hukum jika ketahuan membolos dan memilih bermain disini.
"Apa kau selalu kesini saat membolos?" Tanya Hyunjin sambil memperhatikan Yeji yang sibuk bermain menembak.
"Tidak sering." Jawab Yeji dengan wajah bahagianya. Bahagia yang hanya sementara. Karena jika ia tidak berada di tempat ini lagi, semua masalah yang sempat terlupakan akan kembali menghantuinya.