Jaebum melirik dua orang yang duduk di hadapannya. Hari ini ia di kejutkan dengan kedatangan ayah dan ibunya yang jauh-jauh dari Jeju datang kemari untuk melihat cucu mereka. Sayangnya Yeji sedang keluar bersama Jinyoung untuk membeli sesuatu. Awalnya Jaebum senang melihat kedua orang tuanya datang karena sudah berbulan-bulan mereka tidak bertemu. Namun suasana langsung berubah canggung saat ibunya membahas masalah Jinyoung.
Tadi mereka sempat bertemu dengan Hyunjin yang baru pulang dari sekolah. Jaebum tidak punya pilihan lain selain mejelaskan siapa Hyunjin dan siapa Jinyoung pada orang tuanya.
"Apa dia sudah lama tinggal di sini?" Tanya Ny. Im.
"Baru beberapa hari."
"Eomma tidak menyangka kau menuruti permintaan Jisoo. Eomma juga tidak menyangka dia mendekatkan mu pada seseorang yang seharusnya tidak kau dekati."
"Aku tidak punya pilihan lain. Apapun yang Jisoo pinta akan aku kabulkan."
"Termasuk menikahi pria itu?"
Jaebum dan ayahnya sama-sama terkejut mendengar pertanyaan itu. Tn. Im yang sejak tadi diam mulai membuka suara.
"Jaebum sudah dewasa. Kau tidak berhak lagi melarangnya ini-itu. Dia pasti tahu apa yang terbaik untuknya. Lagi pula, Jaebum menerimanya di sini karena dia adalah teman dekat uri Jisoo dan anaknya juga berteman dengan uri Yeji."
Ny. Im menyereput teh nya. Rasanya ia tidak bisa percaya pada Jaebum. Meski sudah beberapa kali Jaebum mengelak bahwa ia berbaik hati menolong pria bernama Jinyoung karena Jisoo, tapi ia melihat ada hal lain pada anaknya. Dari cara Jaebum bercerita mengenai Jinyoung, bisa terlihat anaknya mengagumi pria itu. Ia tidak mengerti kenapa Jisoo memberikan beban seperti ini pada Jaebum. Jaebum adalah seorang laki-laki yang tidak akan mungkin juga menikahi seorang laki-laki, walau laki-laki itu pernah melahirkan seorang anak.
"Untuk Hyunjin yang ini saja." Mereka menoleh ke arah pintu, dimana Jinyoung dan Yeji baru saja pulang.
Jinyoung menatap dua orang paruh baya itu dengan tatapan bingung. Saat Yeji memeluk keduanya barulah ia sadar bahwa mereka adalah orang tua Jaebum. Jinyoung langsung menyapa keduanya dengan sopan.
"Sepertinya eomma dan appa harus kembali ke hotel."
"Hotel? Kenapa tidak menginap saja?" Tanya Yeji.
"Rumah kalian sudah ramai. Halmeoni tidak mau merepotkan kalian."
Jaebum tahu ibunya sedang menyindirnya, tapi ia berusaha mengabaikannya. Karena seperti itulah ibunya. Terkadang menyenangkan, terkadang berubah menjadi menyebalkan. Setelah mereka pergi, Jinyoung pergi ke dapur untuk meletakkan barang belanjaannya kemudian di ikuti oleh Jaebum dan Yeji.
Sementara itu Hyunjin terlihat duduk di anak tangga dengan wajah sedih. Ia mendengar semua pembicaraan Jaebum dan kedua orang tuanya. Neneknya Yeji terlihat tidak menyukai ibunya. Kenapa banyak sekali orang membenci ibunya? Salah apa ibunya sehingga harus menerima kebencian dimana-mana.
.
"Eomma." Hyunjin menghampiri ibunya yang sedang membuatkan coklat panas.
"Hm wae?" Tanya Jinyoung tanpa melihat wajah Hyunjin.
"Aku ingin kita pindah dari sini."
Gerakan tangan Jinyoung terhenti mengaduk coklat panas tersebut. Ia menatap wajah sang anak yang penuh ke khawatiran. Ia menatap wajah Hyunjin cukup lama. Sejujurnya ia tahu apa yang Hyunjin khawatirkan. Pasti mengenai orang tua Jaebum. Entah apa yang tadi mereka bicarakan, ia merasa mereka membicarakan mengenai dirinya dan Hyunjin.
Tatapan yang di layangkan ibu Jaebum padanya bukanlah tatapan suka atau semacamnya. Ibu Jaebum tampak tidak menyukainya dan risih saat melihatnya berada di rumah ini.