Jaebum memasuki rumah setelah seharian bekerja di kantor. Ia melonggarkan dasinya dan melempar jas kerjanya ke sofa. Ia berjalan menuju dapur, ia haus sekali karena tadi ia sempat terjebak macet. Betapa terkejutnya ia mendapati sang anak sedang makan malam seorang diri dengan menu seadanya. Jaebum menghampiri anaknya. Ia penasaran apa yang membuat anaknya ini mau pulang ke rumah. Apa karena Jinyoung?
"Apa kau yang memasak?"
Jaebum memilih untuk tidak bertanya karena ia tahu itu akan memperburuk mood Yeji. Ia mencicipi sup rumput laut di dalam mangkuk. Rasanya asin, tapi ia tetap tersenyum karena tidak ingin mengecewakan Yeji.
"Hm ini enak. Apa kau juga belajar memasak di sana?"
Yeji meletakkan sumpitnya di atas meja.
"Kenapa dia tidak mau menjadi ibuku? Kenapa dia tidak bisa mencintai Daddy? Selama ini aku mendapatkan semua yang aku inginkan, tapi kenapa sulit sekali membuatnya mau menjadi ibuku!"
Jaebum menatap cengo anaknya yang tiba-tiba mengomel. Apa yang Jinyoung katakan sehingga Yeji sampai sekesal ini? Apa Jinyoung mengusir Yeji karena dendam atas ucapannya di gereja kemaren? Tidak, Jinyoung bukan tipe orang seperti itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Yeji menatap ayahnya. Ayahnya yang di kenal tegas, galak dan cuek kenapa bisa begitu lemah saat berhadapan dengan Jinyoung? Tidak seperti ayahnya yang biasa ia kenal. Sulit sekali buat ayahnya membuka hati untuk orang lain, tetapi di saat ayahnya mulai membuka hati untuk Jinyoung, justru cintanya bertepuk sebelah tangan.
Yeji beranjak dari kursinya lalu memeluk sang ayah dengan erat. Jaebum tersenyum kecil dan balas memeluk Yeji. Tangannya menepuk pelan punggung sang anak yang sedang menangis. Sudah lama rasanya ia tidak melihat Yeji menangis seperti ini. Ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lupa ia memiliki seorang anak berusia remaja yang emosinya tidak stabil.
Bibi Shin dan Paman Shin selalu melaporkan apa saja yang Yeji lakukan dan apa saja yang Yeji ceritakan pada mereka. Dari situ terlihat jelas anaknya takut untuk bercerita padanya sehingga melepas semua unek-uneknya pada Paman Shin dan Bibi Shin. Dari sekian banyak cerita yang mereka sampaikan, ada satu cerita yang benar-benar membuat hatinya terluka, yaitu mengenai Yeji yang sangat merindukan Jisoo.
.
.Jinyoung menatap anaknya yang sedang membaca buku di dekat jendela. Anak itu... satu-satunya hartanya yang tersisa, harta yang sangat berharga sehingga tidak bisa di tukar dengan apapun. Seketika ia teringat saat Hyunjin kecil dulu. Yang selalu merengek ingin bertemu ayahnya. Saat itu yang Jinyoung lakukan hanya berbohong dan mengatakan bahwa ayah Hyunjin telah pergi jauh. Hingga Hyunjin tumbuh menjadi remaja seperti sekarang, perlahan-lahan anak itu mulai mengerti semuanya.
"Ini sudah malam. Lebih baik kau tidur." Jinyoung duduk di kursi kayu di sebelah Hyunjin.
"Aku belum mengantuk."
Jinyoung mengangguk kecil. Ia dapat merasakan hembusan angin menerpa wajahnya yang datang lewat jendela yang terbuka.
"Eomma, apa Eomma ada masalah dengan Paman Jaebum?"
"Tidak ada."
Hyunjin menutup bukunya. Ia memutar kursinya agar berhadapan dengan Jinyoung.
"Lalu kenapa Eomma segelisah ini kalau tidak terjadi apa-apa? Apa yang dia katakan?"
"Tidak ada. Eomma hanya sedang tidak enak badan."
"Apa dia menyatakan cinta pada Eomma?"
Sontak Jinyoung langsung menatap wajah sang anak. Sebegitu jelaskah Jaebum menyukainya sampai Hyunjin juga merasakannya? Melihat ibunya diam, Hyunjin yakin ayah Yeji tersebut telah menyatakan perasaannya pada ibunya. Perlakuan lembut Jaebum, tatapan penuh akan kekaguman, dan tindakan Jaebum terhadap ibunya sudah cukup menjelaskan bahwa Jaebum jatuh cinta pada ibunya.