* * *
Tawa yang tercipta telah hilang. Aku belum menemukannya lagi yang sama seperti dirimu.
* * *
KEHADIRAN Laluna di kelas membuat banyak tatapan mengarah kepadanya. Harusnya Laluna sudah biasa dengan tatapan itu tapi kini ia sudah dewasa, lebih menyadari jika ini sangat menyakitkan bagi dirinya.
Dosen juga belum hadir di dalam kelas. Laluna kini harus menahan diri untuk tidak emosi karena tatapan itu. Bahkan teman sekelasnya saja masih enggan untuk berteman dengannya, lagipula Laluna menyadari jika dirinya tidak membutuhkan mereka. Jika pun nilainya jelek, Laluna tetap bersyukur atas hasil yang ia gapai.
Namun ketika dosen masuk semuanya tampak seperti normal, tetapi sama saja sejak Antariksa meninggalkannya ia lebih banyak melakukan banyak hal sendirian. Helaan napas dilakukan, Laluna terlalu berharap jika Antariksa sedang berada di sebelahnya dan menenangkan hatinya bukan angin yang terus membuat Laluna merasa mengantuk.
Benar saja, tanpa Laluna sadari, dia sudah menidurkan kepalanya di atas meja. Memejamkan mata karena terlalu tenang, angin membuat matanya mengantuk, dan ingin sekali tidur. Dosen memang tidak peduli dengan keadaan mahasiswanya tapi seharusnya ia sudah mengerti mengapa Laluna seperti ini.
Dosennya hanya berdecak melihat Laluna yang malah tertidur sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan pengajarannya. Banyak suara bisik-bisik membicarakan Laluna, memang cewek itu sungguh aneh dan patut untuk dihindari karena apa yang mereka lihat itu kenyataan jika Laluna tidak waras.
Laluna terlelap dalam tidurnya namun ia memikirkan banyak hal mengenai Antariksa. Hingga terbawa di alam mimpi, banyak hal sampai rasanya ia berkata terlalu keras karena pikirannya ini. Hingga cewek itu terbangun dari tidurnya sembari melihat ke arah sekitar.
Tetapi kelasnya sudah kosong.
Cewek itu mengecek ponselnya, benar saja sudah dua jam Laluna berada di dalam kelas sementara kelasnya tadi hanya satu jam. Berarti selama satu jam Laluna ditinggal sendirian di dalam kelas. Laluna mengatur napas, terbiasa tidur tidak tenang, ia jadi gelisah. Keringat banyak tercipta di dahinya dengan segera Laluna bangkit untuk keluar dari kelas.
Tapi saat di depan pintu, Laluna terkejut ketika melihat Rasi yang berdiri di sana. "Ngapain lo di sini?"
"Tunggu lo." Rasi menjawab singkat. Tatapannya meneliti wajah Laluna, ia tidak bisa pergi dari sana sebelum Laluna benar-benar bangun.
"Ya terus mau ngapain? Gue tidur dua jam yang lalu di sini." Laluna memberikan tatapan sinis. "Gak mungkin juga lo tunggu selama itu."
"Gue beneran tunggu selama itu." Rasi membantah. "Tapi gak dua jam. Satu jam lebih."
"Pas dosen masih ada?" tanya Laluna tak percaya.
Rasi mengangguk. "Apa yang lo pikirin, Na?"
"Apanya?" tanya Laluna berjalan untuk menjauhi pertanyaan yang diajukan cowok itu.
"Ini masa depan lo, Na. Kenapa lo biarin ilmu lo terabaikan gitu aja?" Rasi ingin melihat Laluna berubah. Ternyata cewek itu tidak hanya buruk di luar seperti yang Rasi lihat namun juga di dalam kelas Laluna masih sama memiliki sikap yang dia sepelekan.
"Udah gue duga," ucap Laluna tersenyum kesal. "Lo sama aja kayak mereka. Dari awal lo juga menganggap gue cewek gak waras. Gue minta dari sekarang lo jauhin gue!"
Rasi menarik bahu Laluna untuk melihat ke arahnya. "Beda, Na, antara menyudutkan dan ingin lo berubah jadi lebih baik. Apa sih yang lo pikirin? Apa, Na? Antariksa lagi?"
Laluna mendorong bahu Rasi. "Gak usah bawa-bawa Antariksa!"
"Gue gak mau sangkut pautkan dia. Tapi memang benar kan kenyataannya?" Rasi menahan tangan Laluna agar tetap diam. "Benar karena dia udah memengaruhi seluruh hidup lo, Laluna!"
* * *
Terus vote komen dan share yaa
Semoga sukaa😊
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIOFOLLOW TIKTOK
@ERLITASCORPIOTERIMA KASIH💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Bulan Tidak Pernah Ada
Romance[PEMENANG WATTYS 2021 KATEGORI "NEW ADULT"] "HEI!" Rasi, cowok itu kembali memanggil. Sejujurnya Rasi ingin bertanya kenapa dengan cewek itu, namun sepertinya terlalu lancang pada pertemuan pertama mereka. "Gue mau tau nama lo?" Cewek itu berhenti d...