* * *
LALUNA merasa kehilangan udara saat mendengar itu. Dirinya tidak percaya jika niat Rasi memang karena memiliki perasaan padanya. Namun Laluna belum menemukan tatapan yang membuat dirinya yakin akan perasaan cowok itu.
"Lo bohong! Lo gak mungkin punya perasaan cinta sama gue!"
"Na!" panggil Rasi menarik tangan cewek itu untuk menghadap ke arahnya. "Dari awal gue bilang ke diri gue sendiri, Na. Gue juga gak yakin sama perasaan gue. Tapi, Na, kalau bukan karena dari hati gue ... mungkin gue gak akan ada di sini buat dengar cerita lo."
"Cinta tanpa balasan?"
"Apa pun jawaban lo, Laluna. Tapi gue punya perasaan. Seorang laki-laki kayak gue juga bisa jatuh cinta. Dan gue cinta sama lo."
Laluna menatapnya. Tubuhnya gemetar. "Tapi, Ras, gue cewek gak waras."
"Siapa bilang?" tanya Rasi jadi emosi. "Gue gak bilang. Orang lain dan diri lo sendiri yang menyetujui itu. Lagian gue terima lo apa adanya, Na."
Laluna lagi dan lagi tertegun. Ia memperhatikan taman ini. Tanpa Rasi tahu, taman ini adalah tempat yang selalu Antariksa datangi bersama dirinya. Tidak pernah terpikirkan oleh Laluna jika Rasi juga mengajaknya ke sini. Bahkan sudah Laluna tegaskan bahwa dua cowok itu berbeda.
"Laluna, lo mau pergi lagi dari gue?"
Rasi bisa membaca langkah Laluna yang ingin pergi. Laluna mengurungkan niatnya. Rasi bisa saja bertindak lebih dibandingkan tadi tapi dia masih cowok baik, Laluna bisa merasakan itu. Rasi tidak pernah dibawa rumit, cowok itu menganggap semua masalah adalah hal yang mudah untuk diredakan.
Ketika keduanya saling bersitatap. Hujan menghancurkan segalanya. Laluna mencoba mencari tempat berteduh namun Rasi dengan sigap menahan langkahnya. Ia ingin melihat jelas bagaimana perasaan bahagia yang Laluna lakukan ketika bermain hujan.
"Ras, hujan."
Rasi menggeleng. "Gue mau main hujan sama lo, Na."
Cowok itu meraih tangan Laluna, menggenggamnya erat. Ketika seluruh orang pergi untuk berteduh dan sekitar mereka menjadi sepi. Rasi menatap Laluna tanpa beralih sedikit pun. Ia sadar, dirinya telah jatuh cinta kepada cewek itu.
"Apa yang lo bayangkan saat hujan, Laluna?"
Tetes air yang sudah membasahi seluruh tubuhnya membuat Laluna semakin gemetar, ia tak mengelak bahwa genggaman di tangannya begitu hangat.
"Antariksa."
"Pemilik cinta lo?"
Laluna mengangguk. "Dia pemilik hati gue seutuhnya, Ras."
Rasi dapat menahan perih di hatinya ketika tahu: cinta itu milik orang lain. Jarak keduanya semakin terhapus, air hujan yang berjatuhan tidak menghalau bagaimana perih di kedua hati sepasang manusia ini.
Laluna memejamkan matanya. Menghirup wangi hujan yang menjadi favoritnya ketika mengenal Antariksa. Rasi yang dapat melihat itu tampak menelan salivanya.
"Apa yang lo ingat tentang Antariksa?"
Mata Laluna memang terpejam. Tapi ia menangis, mengeluarkan air matanya. "Saat dia pergi di depan mata gue sendiri."
"Dia meninggal?"
"Lebih tepatnya dibunuh, Ras."
Rasi terkejut. "Karena apa?"
"Karena gue, Ras." Laluna menangis sejadi-jadinya, cewek itu limbung dan sigap Rasi menangkap tubuh rapuh itu. "Antariksa pergi karena gue. Gue merasa bersalah. Gue pembawa bencana. Gue cewek paling buruk."
"Laluna," panggil Rasi mencoba menyadarkan cewek itu yang sudah terjatuh di pangkuannya. "Antariksa gak akan benci sama lo."
"Tapi karena gue, Antariksa pergi, Ras." Laluna kembali menjatuhkan air matanya. "Kenapa lo mau mendengar keluh kesah gue, Ras? Satu-satunya alasan gue suka hujan karena cuma dia yang bisa meredam suara tangisan gue."
Rasi memperhatikan Laluna yang semakin rapuh di jarak sedekat ini. "Karena sekarang ada gue, Na. Gue yang akan menghentikan tangisan ini."
Sebab Laluna yang mampu membuat Rasi yakin jika ada cinta di hatinya.
* * *
Terus vote komen dan share yaa
Semoga sukaa😊
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIOFOLLOW TIKTOK
@ERLITASCORPIOTERIMA KASIH💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Bulan Tidak Pernah Ada
Romansa[PEMENANG WATTYS 2021 KATEGORI "NEW ADULT"] "HEI!" Rasi, cowok itu kembali memanggil. Sejujurnya Rasi ingin bertanya kenapa dengan cewek itu, namun sepertinya terlalu lancang pada pertemuan pertama mereka. "Gue mau tau nama lo?" Cewek itu berhenti d...