1. Karina's life

3.1K 108 8
                                    

Note: cerita ini hanya fiktif belaka, tidak ada unsur nyata, dan hasil imajinasi penulis sendiri!
______

Gelap masih menyelimuti ruang-ruang yang tidak disinari sorot cahaya lampu, dinginnya pagi merebak masuk menusuk sampai ke tulang-tulang, beberapa orang juga masih bergelung di bawah selimut tebalnya. Tapi, pria matang yang sudah lengkap dengan stelan kantor berwana hitam pekatnya itu sudah sibuk berkutat di dapur, membuat sup ayam kesukaan sang putri sebelum berangkat bekerja.

"Pak, biar saya saja yang masak. Bapak istirahat saja dulu, semalam kan lembur, nanti kecapekan pas kerja!" Suara bi Mina terdengar, wanita berdaster hijau yang separuh rambutnya sudah ditumbuhi rambut berwarna putih itu perlahan mendekat menuju sang majikan yang sudah berkutat di dapur.

Aidan menoleh. Tersenyum tipis pada bi Mina. Tangannya lincah bergerak di atas penggorengan.
"gak perlu bi. Semalam tidur saya cukup. Jadi ada waktu buat bikinin Karina sarapan. Daripada recokin saya di dapur, mending bibi bangunin Karin, nanti kesiangan itu anak!"

Kalau sudah seperti ini bi Mina sudah tidak sanggup menolak. Dia tahu betul watak dan kebiasaan tuannya. Dia begitu menyayangi Karina, putri semata wayangnya, setiap pagi jika punya waktu Aidan selalu menyempatkan diri membuat sarapan gara-gara Karina pernah memuji masakannya enak, alhasil dia rutin memasak untuk anak gadisnya itu.

Belum sempat bi Mina menginjakkan kaki di anak tangga pertama, terlihat Karina yang sudah lengkap dengan balutan seragam biru putih berjalan menuruni anak tangga mendahului bi Mina.

Langkah gadis itu tertuju pada dapur, tepat dimana makanan sudah tersaji. Karina sudah tidak heran lagi melihat ayahnya pagi-pagi sekali berkutat di dapur.

"Loh, tuan putri sudah bangun. Kok cepat banget bangunnya?" Aidan melirik jam tangan rolex yang melingkar pada pergelangan tangannya, sekarang masih pukul lima pagi, terlalu cepat bagi Karina untuk berangkat ke sekolah.

Karina menyendok sedikit nasi ke atas piringnya, lalu mengambil sepotong telur mata sapi. "Mau belajar."

"Gak kepagian, putri?"

Kata putri bukanlah sebuah sarkastik melainkan murni panggilan sayang yang dia berikan kepada Karina, Karena baginya Karina adalah tuan putri rumah ini, sakitnya Karina adalah sakitnya juga, sedihnya Karina adalah sedihnya juga, dan bahagianya Karina adalah bahagianya juga. Oleh sebab itu Aidan selalu berusaha membuat putri semata wayangnya hidup dalam kebahagiaan meski harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

"Gak."

Aidan menghela napas kecil, dia memperhatikan wajah putih Karina yang tampak pucat, ada lingkaran hitam besar di bawah matanya, menandakan betapa lelahnya gadis itu.

"Kamu tidur jam berapa semalam?" Tanyanya khawatir.

"Jam sebelas malam, terus bangun jam 2 pagi."

"Buat belajar lagi?"

Karina mengangguk jujur, toh untuk apa dia menyembunyikannya, bukannya ayahnya akan bangga memiliki putri yang begitu rajin.

"Belajar itu bagus, tapi jangan terlalu diforsir ya, papa takut kamu jatuh sakit gara-gara kelelahan."

Karina mengangguk kecil.

Pria itu tersenyum kecil, setelah menaruh sup ayam yang sudah matang di atas meja makan, dia lantas duduk di seberang Karina.

"Mau bekal apa, papa siapkan."

Karina menghentikan kunyahannya lalu menatap Aidan jengkel. "Gak usah!"

"Loh, kamu gak bawa bekal? Tumben."

"Mau. Tapi biar aku siapkan sendiri."

"biar papa yang siapin. Biasanya juga gitu!"

ParalaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang