34. penjara bawah tanah part 2

529 40 2
                                    

karina sampai di rumah saat matahari sudah kembali ke peraduannya. Hening menyambut saat pintu kamar terbuka sempurna, matanya menerawang pada setiap sudut ruangan yang nampak gelap, tidak ada penerangan sama sekali. biasanya Amber sudah menyalakan lilin jika malam sudah menyapa, tapi entah kemana gadis itu sekarang.

"Amber?" Teriak karina menggema.

Namun tidak ada sahutan.

"Oh sudah pulang?" Terdengar suara seseorang yang cukup familiar di telinga. Wajah Zayn muncul ketika obor kamar dinyalakan oleh salah seorang pelayan hingga ruangan itu sudah benar-benar terang sekarang.

"Pa-pangeran Zayn?" cicit Karina.

Zayn tersenyum manis menatap Karina, pria dengan jubah merah itu lantas mengambil langkah menuju sofa dan duduk anteng di sana sembari menatap Karina yang sudah banjir keringat.

"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" Serang Karina menatap Zayn nyalang, seolah melupakan Fakta bahwa dia adalah calon penguasa Akasia yang kapan saja bisa memutus nyawanya hanya dalam sekali kedip.

"Dari mana kau hari ini?" Zayn bertanya santai. Menopang kakinya diantara kaki yang lain sedang tangannya menopang wajah menatap Karina penuh intimidasi.

Karina berteriak dalam hati. Mampus. Ia memang mengabaikan perintah Orion tadi pagi untuk pulang segara dan malah kelayapan berkeliling di luar istana. Jarang-jarang ia bisa merasakan kebebasan sebab Zayn selalu mengurungnya dalam sangkar emas. Itu sebabnya dia memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.

"Ak-aku hanya jalan-jalan di luar sebentar."

"JANGAN BERBOHONG!" Teriakan Zayn menggema, menciptakan gelombang kejut bagi Karina dan sejumlah pelayan di tempat yang sama. Suara tersebut membawa luapan emosi yang begitu besar. Bentuk penggambaran atas kemarahan pria itu.

"Aku sudah berkali-kali memaklumi semua kebohonganmu itu. Kau pikir aku tidak tahu? Atau kau pikir aku ini orang bodoh yang bisa kau bohongi terus?" Tanyanya murka

"Berbohong?" Karina tertawa gamang. "Ya. Benar. Aku tidak pernah bisa berbohong padamu sebab kamu selalu memata-mataiku kemanapun kakiku melangkah."

Entah ini firasat Zayn saja atau memang saat ini Karina memang sedang marah padanya. Tatapan gadis itu menyiratkan kebencian yang begitu besar.

"Sudah berapa kali kukatakan. Aku bukan memata-mataimu tapi musuhku yang ingin mencelakaimu."

Karina berdecih. Membuang muka. Tak ingin melihat wajah marah Zayn. "Hari ini aku bertemu Nathaniel. Kamu tahu, dia hampir menusuk jantungku dengan pisaunya hanya karena wajahku mirip dengan Amira."

"Amira?"

Karina bisa melihat betapa tegangnya wajah pria itu ketika ia menyebutkan nama Amira. Yah tentu saja. Amira pasti orang penting baginya.

Sementara para pelayan pamit undur diri ketika merasa perdebatan Karina dan putra mahkota semakin menuju tahap privasi. Mereka cukup tahu diri untuk tidak mendengar cukup jauh meski tidak bisa dipungkiri rasa penasaran mereka begitu menggebu-gebu.

"Selain karena ingin membatalkan perjodohanmu dengan putri yurika. Kamu membebaskanku dari penjara bawah tanah dan menampungku di istana karena wajahku mirip dengan putri Amira. Sahabatmu."

Zayn mundur beberapa Senti menjauhi Karina, lalu memperhatikan betapa frustasinya wajah gadis itu.

"Kenapa dengan lehermu itu?" Tatapan Zayn jatuh pada leher Karina yang ditutupi kain putih. Kali ini ia bertanya dengan nada lembut. Berbeda seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Dia menatap dalam manik coklat Karina yang justru menatapnya sengit dan penuh permusuhan.

ParalaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang