3. Underground jail

1.2K 68 3
                                    

Note: cerita ini hanya fiktif belaka, tidak ada unsur nyata, dan hasil imajinasi penulis sendiri!
________

Sedari kecil Karina sangat tidak suka gelap, bukan karena hantu atau semacamnya melainkan karena kegelapan adalah simbol ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedari kecil Karina sangat tidak suka gelap, bukan karena hantu atau semacamnya melainkan karena kegelapan adalah simbol ketakutan. Orang-orang yang takut selalu bersembunyi dalam gelap dan gelap selalu identik dengan hal-hal negatif.

Tapi ibunya pernah berkata bahwa 'Tidak ada yang namanya kegelapan; hanya kegagalan untuk melihat.' yang dapat membuka pemikiran Karina bahwa bukan kegelapan yang tidak dia sukai tapi orang-orang yang membuat kegelapan.

Seperti sekarang meski dirinya terkurung dibalik jeruji besi yang gelap dan hanya ada sedikit pencahayaan dari obor yang tidak jauh dari sel nya, Karina tidak merasakan ketakutan sedikit pun. dia hanya berada di ruangan yang sedikit cahaya, lumayan pengap dan juga orang-orang yang sangat kasar.

Meski tidak tahu apa kesalahannya sehingga dia diseret ke penjara bawah tanah, Karina masih bisa tenang, hanya ada sedikit khawatir dalam benaknya. Ya, khawatir ayahnya mencarinya.

Tas, dompet dan ponselnya diambil entah oleh siapa, dia tidak tahu bagaimana cara menghubungi ayah ataupun bibi, jadi satu-satunya cara adalah dengan dia bersabar.

"Pak!" Karina memukul-mukul jeruji besi Memanggil salah seorang penjaga.

Orang itu berbalik lalu menatap karina nyalang. "Apa?!" Katanya dengan suara sangar.

"Saya haus!" Keluhnya. Terkahir kali dia minum adalah saat di perpustakaan Erasmus tadi, dan sekarang tenggorokannya benar-benar kering.

Penjaga itu mengambil langkah menjauh lalu tidak lama setelahnya dia membawa segelas air putih dan memberikannya pada Karina.

"Terimakasih." Entah kenapa Karina malah mengucapkan kalimat itu kepada orang-orang yang menyekapnya.

"Pak, tas sama ponsel saya di mana? Saya mau hubungi papa saya, nanti dia khawatir."

"Barang-barang mu sedang diperiksa di dewan kehamikan."

"Kapan saya bisa ambil?"

"Setelah kau diadili!"

Diadili? Karina sudah seperti penjahat ulung yang akan dihukum, apakah kesalahannya sebesar itu sampai harus diadili padahal dia hanya seorang anak SMA yang tersesat.

Tidak sampai lima menit berlalu, penjaga itu membuka gembok tempat Karina di kurung, tanpa berkata apa pun mereka menyeret Karina kasar dan tak berperasaan sehingga dia harus berjalan terseok-seok karena berusaha mengimbangi langkah lebar mereka.

Karina di bawa ke tempat yang mirip dengan aula, di sana sudah ada banyak orang yang duduk di kursinya masing-masing, sementara Karina jatuh tersungkur di lantai karena dorongan para penjaga tadi.

Jika ayahnya melihat ini, dia akan marah besar.

"Jadi dia yang kalian sebut penyusup?" Salah seorang dari mereka mulai bersuara, dia pemilik kursi terbesar mirip singgasana, ah atau memang adalah singgasana. Karina yakin bahwa dia adalah pemimpin mereka. hanya mendengar dari nada bicaranya yang tegas dan berani itu semua orang langsung menunduk takut, kecuali Karina tentunya, dia mengangkat kepalanya tinggi sebagai bentuk perlawanan.

ParalaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang