2. INI MALIKA

190 17 0
                                    

Wajahmu tidak asing, apakah kamu yang selama ini aku cari?

***

Seorang gadis menampilkan
wajahnya di depan cermin. Celana jeans dan hoddie beige menutupi tubuhnya dengan sempurna. Rambut hitam sebahu dibiarkan di gerai. Senyuman tipis melengkung di bibirnya, melihat penampilannya sendiri.

Ya, dia Malika.

Gadis itu menyudahi sesi bercerminnya. Dia segera keluar rumah untuk lari pagi seperti rutinitasnya setiap hari libur.

Burung-burung berkicauan mengikuti Malika. Butiran embun yang menyelimuti langit di atas sana membuat penglihatannya sedikit tidak jelas.

Sebenarnya dia ingin berlari di sekitar kompleknya saja, tetapi sahabatnya meminta untuk bertemu di Taman Kota.

Dinar. Dia adalah temannya sejak dia berpindah ke rumah barunya karena ayahnya yang bertugas mengabdi negara.

Ah, Malika jadi rindu ayahnya. "Pah, semoga Papah bahagia di sana," gumam Malika. Ayahnya gugur dalam perlawanan di suatu daerah, dia tidak tau persis kronologinya karena waktu itu dia baru berusia delapan tahun.

Bulir bening yang sudah menggenang sejak tadi, melengos begitu saja tanpa dia sadari. Buru-buru Malika menyekanya, jangan sampai ada seseorang yang melihatnya.

Buggh ....

"Hati-hati dong kalo jalan, sepatu saya jadi kotor nih!"

Malika menabrak seseorang karena fokus melihat seseorang yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. "Maaf mas, saya nggak sengaja."

Orang dihadapan Malika enggan melepaskan gadis itu begitu saja. Terlihat dari penampilannya preman nampaknya. Kebetulan ini tempat sepi jarang orang lalu lalang. Jika ada orang lewat pun, hanya melihatnya tanpa berniat membantu. Gadis itu juga tak melihat keberadaan Dinar, hatinya mulai cemas. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Sialnya, dia tidak membawa ponsel karena terburu-buru tadi.

Benar, apa dugaan Malika. Lelaki bertubuh kekar itu, tanpa aba-aba mencekal tangan kanan Malika. Dia hanya bisa mengerang kesakitan. Gadis itu sudah berusaha melepas genggaman kasarnya, tapi kenyataannya tenaga perempuan tak bisa mengimbangi tenaga laki-laki.

Saat preman itu ingin memegang wajah Malika, tiba-tiba saja bogeman melayang di wajahnya yang garang. Malika mundur beberapa langkah melihat pertempuran dihadapannya.

Akhirnya sang penolonglah yang memenangkan perlawanan itu, dia menghampiri Malika yang masih termenung di tempatnya, "Lo gapapa?" tanya Malik.

Suara itu membuat Malika teringat akan sahabat kecilnya, Malik yang datang setiap kali dia membutuhkan. Dia merasa ada kekuatan batin antara keduanya. Malik pun sepertinya teringat akan masa itu terlihat dari manik matanya. "Iya gue gapapa," jawab Malika lirih.

"Malika," seru Dinar sambil melambaikan tangan dari kejauhan.

"Gue pergi dulu." Malik beranjak dari tempatnya ketika melihat Dinar berjalan ke arah keduanya.

"Ta-" Malika ingin mencegah, tapi suara Dinar yang cempreng mendominasi.

"Lika kok lo disini? Gue tungguin tadi lo disana nggak dateng-dateng. Di telepon juga nggak diangkat," gerutu Dinar.

"Iya sorry Din, gue tadi di hadang preman dan gue lupa bawa hp."

"Mana ada preman. Tempat ramai begini, pasti takutlah."

"Iya di bagian sana rame, disini kan sepi. Balik yuk, gue takut." Malika bergedik mengingat kejadian tadi.

Dinar berdecak. "Baru sampai mau pulang?"

Malika mengangguk cepat.

"Yaudah deh," ucap Dinar mengalah.

****

Malika sudah bersiap pergi ke sekolah sejak sesudah subuh tadi. Dia sengaja bangun pagi untuk memasak. Kebetulan ibunya menginap di tempat bekerjanya dan akan pulang sore nanti.

Koridor SMA Nusa masih sepi hanya ada siswa yang kebagian jadwal piket. Sudah menjadi ciri khas anak sekolah bukan, berangkat awal pasti ada maunya, seperti melaksanakan piket harian. Atau bahkan, ada siswa yang biasanya telat, rela berangkat pagi demi menyalin pekerjaan milik temannya.

Berbeda dengan Malika, pagi ini dia berangkat lebih awal karena ingin memberikan makanan yang telah dia masak dengan sepenuh hati kepada Malik. Entahlah, pemuda itu mau menerimanya atau tidak.

****

Menunggu memang menyebalkan. Hal itu dirasakan Malika yang menunggu kedatangan Malik. Sudah setengah jam lebih dia jenuh. Apalagi di kelasnya belum ada seorang pun selainnya.

Malika melihat ada bayangan masuk ke kelasnya. Berharap yang datang Malik eh ternyata, "Hai Malika," sapa Dinar.

"Hai Malik," Malika malah menyapa Malik yang berada di belakang Dinar. Tapi pemuda yang disapa malah acuh.

Malika mengikuti Malik dan sampailah di tempat duduk pemuda itu, "Malik ini gue bawain makanan nasi goreng buat lo dimakan ya."

"Nasi goreng? Kenapa cewek ini tau kesukaan gue?" batin Malik.

Malik melirik sebentar kepada Malika yang ada di depannya, "Gue nggak mau," jawabnya datar.

"Yah terima dong gue udah buat dari subuh tadi padahal, kalo lo nggak mau secara cuma-cuma, aggep aja ini pemberian terima kasih gue karena lo kemarin udah nolongin gue dari preman itu."

Malik tak menanggapi.

"Oh ya, lo belum tau nama gue, kan? Nama gue Malika Sahara. Lo cukup panggil gue Malika atau Lika."

Malik menatap lekat cewek yang ada di depannya. Mukanya familiar baginya.

Malika yang termenung melihat tatapan tajam Malik mencoba mencairkan suasana. "Eh ... udah ya, gue balik ke tempat duduk," ucapnya hati-hati. Kalau kelamaan, nanti malah keceplosan mengatakan bahwa dia sahabat kecilnya dulu.

"Hei Dinar."

"Basi!" ucapnya sambil membaca novel kesukaannya.

Malika terkekeh melihat sahabatnya yang cemberut. "Yeay gitu aja marah."

"Ya nggak gitu Lika, gue tuh bingung tumben lo deketin cowok. Biasanya kan lo anti banget berhubungan sama yang namanya cowok!" ucapnya dengan penekanan di kata cowok.

Malika terdiam. Sebenarnya dia mencoba mendekati Malik karena ingin memberitahu yang sebenarnya. Jika Malika mengatakan yang sebenarnya apakah Malik akan bersikap seperti dulu padanya? Mungkin juga, Malik sudah melupakan dirinya.

Thank you♡.

Malik dan Malika (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang