14. HARAPAN

44 6 1
                                    

Kita memang tak dekat, tetapi aku berharap ini tidak bertahan lama.

***

Membayangkan sesuatu hal yang menyenangkan mampu membuat yang merasakannya terkesan. Hari ini nampaknya atmosfer bumi sedang bersahabat dengan Malika. Udara yang tidak terlalu dingin dan juga panas.

"Seneng banget kayanya," ucap Dinar yang baru memasuki kelas, mendekati sahabatnya, Malika.

Malika tersenyum bangga. "Pasti lah, gimana gue nggak bahagia coba, kemarin Malik jengukin gue."

Dinar tak merespon, justru menatapnya datar. "Jauhin Malik," ucapnya.

"Ngomong apaan sih lo."

"Jangan deket-deket sama cowok itu lagi!"

"Terus gue harus kabulin permintaan nggak jelas lo itu?

"Malik nggak baik buat lo."

"Alesan klasik!"

"Semenjak lo ketemu dia, dari sifat sama perilaku lo berubah."

"Setiap orang punya fase untuk menjadi lebih baik ke depannya. Apa perubahan dalam diri gue ini sebuah kesalahan?"

"Jelas kesalahan, karena lo mencintai orang yang salah. Lo udah baikin dia, tapi apa balesannya? Cuma bisa bikin lo malu?"

"Gue nggak nyangka lo bakal ngomong kaya gini. Dari awal lo dukung gue buat ngejalanin misi ini. Tapi sekarang? Lo malah ngrusak asa gue yang hampir tersampaikan?"

"Bukan gitu, gue cuma nggak mau lo terjun ke jurang yang lebih dalam lagi. Gue khawatir lo kecewa nantinya. Coba lo ngungkapin yang sebenarnya kalau lo itu sahabat kecilnya. Mungkin kejadiannya nggak kaya gini."

"Gimanapun juga, gue akan tetap deketin dia, tanpa ngungkap identitas gue yang sebenarnya."

"Apa lo yakin sama keputusan lo itu?"

"Terlalu percaya diri itu nggak baik, Malika," ucap Lyora mendekati mereka.

Malika tersentak. "Apa yang lo denger?"

Lyora tersenyum puas. "Semuanya."

Malika dan Dinar saling pandang, terkejut mendengar perkataan Lyora.

Malika mencoba tetap tenang. Dia berdiri lalu bersedekap. "Bukannya percaya diri itu buat kita lebih yakin sama tujuan?"

"Lo yakin tujuan lo itu akan terkabulkan?"

Malika tersenyum miring, "Pasti."

"Jangan terlalu berharap deh lo, udah di langit jatuh, kan sakit," ucap Lyora tersenyum remeh.

Teman sekelasnya kebanyakan di luar. Mungkin, tidak ada seorang pun yang mendengar percakapan mereka.

"Biarin sakit yang penting bisa diobatin," jawab Malika sinis.

"Lo yakin, bakal nemu obatnya?"

Malika tak punya jawaban untuk pertanyaan itu.

****

"Malik, tunggu!"

"Apaan sih lo, ngikutin gue terus."

"Emang nggak boleh?"

Malik berhenti kemudian menghadap gadis yang mengejarnya tadi. "Iya, karena lo bukan asisiten gue!"

"Yaudah kalau gitu, gue mau kok jadi asisten lo."

"Yakin?"

Gadis itu mengangguk senang. "Gue akan ngikutin ke mana pun lo pergi."

"Tapi ada syaratnya."

Malik dan Malika (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang