"Kebahagiaan ada di tempat yang paling sederhana sekalipun."
⛅️⛅️⛅️
Pagi ini aku berangkat sekolah dengan tergesa-gesa. Memang jam masih menunjuk pada angka 6 pagi, tapi kali ini aku berniat untuk mengembalikan sapu tangan hitam milik Sasuke. Aku rasa laki-laki dingin itu anak yang cukup baik.
Tidak, tidak. Aku tidak boleh berpikiran seperti ini.
"Wah, wah, neng (Nama) jam segini kok sudah berangkat, rajin ya neng?"
Aku tersenyum mendengar Pak Guy yang menyapa ku di gerbang sekolah bersama istrinya Bu Anko, pemilik kantin sekolah
"Malah tersenyum. Pak Guy pikir eneng lebih manis kalau sering tersenyum. Sering dengar anak-anak bilang kalau eneng enggak pernah senyum dan murung terus. Padahal, saya lihat eneng murah senyum, iya, kan, Bu?"
Bu Anko mengangguk dan tersenyum ke arah ku.
Aku tidak menyangka ternyata ada yang berpikiran seperti itu.
⛅️⛅️⛅️
Ceklek.
Ku buka pintu atap sekolah dengan perlahan.
Kosong.
Mungkin anak itu belum datang.
⛅️⛅️⛅️
Bodoh sekali aku menunggu laki-laki bernama Sasuke itu. Sampai pulang sekolah pun dia tidak kunjung datang. Padahal aku sudah lama menunggu hingga selarut ini. Aku sudah bersusah payah mencuci sapu tangannya.
Haahh, mungkin ini juga salah ku, mana mungkin dia tahu kalau aku menunggunya.
Aroma bunga melati semerbak menusuk indra penciuman ku. Warna putih bunga terselip di antara rimbunnya semak belukar yang tumbuh liar di depan rumah kosong yang baru saja aku lalui. Suasana sore hari ini cukup mencengkam memang, ditambah lagi jalanan ini lumayan sepi.
Aku tidak lewat jalan raya seperti biasa karena tadi aku melihat Naruto sedang menunggu seseorang. Aku tidak tahu dia sedang menunggu siapa, tapi aku rasa mungkin dia menunggu ku. Karena itu aku memilih jalan memutar lewat belakang sekolah.
Dua puluh menit berlalu.
Jauh sekali. Tidak ada angkutan umum yang melintas. Dari kejauhan dua orang perempuan dengan pakaian kantor keluar dari sebuah gang. Mereka berjalan ke arah ku dengan sedikit tergesa-gesa.
"Gimana ya keadaan anak laki-laki itu?" tanya salah satu dari mereka yang mengenakan blazer biru.
"Entahlah, kita harus berterimakasih padanya. Untung saja anak itu mau nolong, kalau gak, coba bayangin apa yang akan terjadi pada kita?"
"Tapi apa kita gak salah ninggalin anak itu? Kalau dia terbunuh gimana?" tanya blazer biru.
"Itu mengerikan sekali, tapi aku rasa gak mungkin. Kau lihat gerakannya tadi? Sangat lincah."
"Sekilas tadi aku melihat pisau."
"Apa?!" salah satu dari mereka memekik kaget. Mereka berhenti di depan ku. Dua orang perempuan yang sedang berbincang itu melihat ke arahku.
"Kau mau kesana?" perempuan yang ternyata pegawai bank itu bertanya padaku, aku mengangguk.
"Sebaiknya jangan!" tahannya, "Di gang sana ada perkelahian, ada preman yang lagi malakin orang. Aku juga ngelihat pisau. Kami hampir saja menjadi korban. Untung ada anak SMA yang menolong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cloud and Rooftop [Sasuke X Reader X Naruto] ✔️
Fanfiction[TAMAT] Hanya sebuah cerita tentang gadis biasa yang selalu melihat awan ketika memandang ke arah langit. Gadis biasa itu bertemu seorang pemuda berhati dingin di atap sekolah. ⛅️⛅️⛅️ Bukan cerita bagus, jangan berekspetasi tinggi. Desclaimer : Mas...