2) Inikah Takdir?

2.9K 407 37
                                    

"Manis ataupun pahit, takdir itu terus berjalan."

⛅️⛅️⛅️

Ah, aku benar-benar kelaparan. Jam istirahat seperti ini tentu kantin sangatlah ramai. Malas rasanya harus berdesak-desakan hanya untuk mendapatkan sepiring makan siang. Tentu aku akan kalah jika harus berebutan seperti itu.

Lagipula jika pergi ke kantin, aku harus turun terlebih dahulu ke lantai dasar. Aku selalu membawa bekal dari rumah, namun sayang, makan siangku kali ini telah dihabiskan oleh mereka, Sakura cs.

Satu-satunya tempat yang nyaman untuk menikmati makan siang tentu saja di atap sekolah yang sangat sepi dan lumayan teduh. Istirahat selama dua puluh menit ini cukup bagiku untuk menikmati ketenangan di atap sekolah. Meski tanpa makanan, namun aku masih memiliki sekotak susu. Yah, tidak buruk untuk mengganjal perut.

​Kaki ku melangkah dengan ringan menuju tangga yang akan mengantarkan ke atap sekolah. Aku cukup beruntung karena kelasku berada di lantai paling atas, lantai tiga. Lantai dasar di tempati oleh anak kelas tiga, lantai dua tentu saja di tempati anak kelas dua.

Murid-murid yang baru ku lalui tampak berbisik-bisik sambil menatapku sinis dan sedikit terkikik geli. Tanpa menghiraukan mereka, aku terus melangkah menuju anak tangga. Orang-orang tadi boleh saja menilaiku buruk ataupun baik, itu haknya, walaupun terkadang aku merasa kesal juga.

​Kini aku berada di atap sekolah, tempat yang paling ku sukai. Di sini aku tidak perlu lagi melihat orang-orang yang menatap ku tak suka, aku tak perlu lagi mendengarkan bisikan-bisikan yang membuat telinga risih.

Melepaskan kacamata dan memalingkan wajah ke arah langit, aku melihat awan putih bergerak pelan mengikuti hembusan angin.

Selalu.

Selalu awan yang ku lihat, jika sedang menatap langit. Aku selalu tertutupi oleh teduhnya awan itu. Hanya sekali saja aku ingin melihat biru langit tanpa awan dan  merasakan hangatnya mentari.

Ceklek!

​Seseorang membuka pintu atap sekolah. Menolehkan kepala, kulihat di ambang pintu seorang pemuda tampak termenung.

Ah, anak populer itu ternyata. Bukan. Dia populer bukan karena seorang pemain basket sekolah terkenal ataupun ketua OSIS yang pintar. Dia seorang siswa yang bisa di bilang "pria dingin" yang tidak peduli pada orang lain dan selalu ketus. Meskipun begitu, banyak gadis yang menyukainya. Kata mereka, pemuda itu sangat tampan.

Ah, jangan lupakan kenyataan bahwa siswa itu sering terlibat perkelahian.

Apa yang sedang dia lakukan di atas sini? Mungkinkah dia berniat untuk membullyku juga?

​Laki-laki dengan postur tinggi tegap, berpawakan putih bersih itu, memandangku dengan tatapan tajam. Mata hitamnya yang kelam terlihat menusuk dan tentu saja, dingin. Seperti yang banyak orang katakan.

Aku tidak dapat mengalihkan pandangan dari pemuda bersurai hitam tersebut. Menelisik ke arah rambut yang lumayan panjang, aku mengerjapkan mata. Apakah rambutnya berbentuk seperti pantat ayam?

​"Oh, ada orang."

​Dia berjalan ke arah ku dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, "Aku mau sendirian. Bisa pergi dari sini gak, (Nama)?"

​Deg. 

Dia tahu nama ku, bagaimana bisa? Bukannya dia tipe orang yang tak acuh pada manusia lain? Kenapa dia mengingat nama gadis sepertiku? Bahkan aku sendiri tidak yakin anak-anak di kelas mengingat namaku.

Padahal, kami tidak saling kenal, meskipun satu kelas. Aku hanya mengenal namanya saja. Lagipula, dia juga jarang berada di dalam kelas, seperti waktu tadi.

Cloud and Rooftop [Sasuke X Reader X Naruto] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang