16) Hari Terakhir

1.3K 228 45
                                    

"Puncak kebahagaiaan tidak hanya datang pada saat terakhir."

⛅️⛅️⛅️

​Benar apa yang di katakan oleh Itachi, hari Minggu di Desa Baru memang ramai. Meskipun sejak sabtu kemarin banyak pengunjun, saat ini wisatawan dua kali lipat lebih banyak. Mobil dan bus berjejer rapi memenuhi lapangan parkir. Mereka berbondong-bondong kemari untuk melihat keindahan Pantai Segara.

​"(Nama), ayo berangkat." Ayah memanggilku.

​"Ayah dan ibu sanggup naik ke gunung?" tanyaku.

​"Siapa bilang? Ayah dan ibu naik perahu bersama Pak RW dan istrinya, Itachi yang menyetir."

​"Hah? Gak adil," protesku. Aku melihat Pak RW bernama Madara yang tersenyum padaku.

​"Jadi ini ya (Nama)?"

​Aku menjabat tangan Pak Madara dan juga istrinya.

​"Maaf pak, tidak berkunjung ke kediaman bapak."

​"Iya tidak apa-apa. Kalau ada waktu lagi berkunjunglah."

​"Padahal kemarin memarahiku karena membawa gadis ke rumah, karena aku masih lajang. Sampai menyuruh untuk mencari istri. Sekarang sok baik," cibir Itachi pada kakak laki-lakinya itu.

​"Itachi!" hardik Pak Madara. Itachi melenggang pergi, tak acuh.

​"Baiklah. (Nama), kamu jalan kaki sama Sasuke, Naruto, dan Konan."

​"Apa?! Itu tidak adil, ayah."

​"Duluan ya." Ayah, ibu, dan Pak Madara serta istrinya berjalan mengikuti Itachi ke arah pantai.

​"Kita berangkat," Naruto menarik tanganku. Sementara Sasuke dan Konan berjalan santai di belakang. Dalam diam kami melewati jalan yang membelah hamparan sawah.

​"Kau menyukai Sasuke?" wajah Naruto terlihat serius.

​"Hah?!" pekikku kaget. "Mana mungkin aku menyukai pria se ... hmmp ..."

​Naruto membungkam mulutku. Setelah yakin aku tidak akan berteriak lagi, ia melepaskan tangannya. ​"Melihat reaksimu yang seperti itu, aku rasa memang benar."

​Aku diam. Apakah aku benar-benar menyukai Sasuke? Mustahil.

​"(Nama), kamu masih membenciku?"

​Aku melihat Naruto, tanpa kuduga ternyata laki-laki itu juga melihatku. Mata kami saling bertemu, kami memandang dalam diam. Tidak perlu ada kata yang terucap. Lewat tatapan ini, aku rasa hati kami sudah saling berbicara satu sama lain.

Kemarin malam, aku sudah mendengar alasan Naruto kenapa dia meninggalkanku tanpa pamit. Jika aku menjadi dirinya, mungkin aku akan melakukan hal yang sama, pergi diam-diam. Karena baik aku atau pun Naruto tak ingin menyakiti satu sama lain, tidak mau melihat salah satu dari kami menangis.

​"Aku menyukaimu. Sejak dulu hingga kini, aku selalu menyukaimu, (Nama)."

​Jantung berdetak keras. Naruto menyukaiku? Harusnya aku senang bukan, laki-laki yang dulu aku sukai ternyata membalas perasaanku. Tapi ...

​"Ah, akhirnya aku lega sudah mengatakannya. Aku tidak akan memintamu untuk membalas perasaanku. Karena aku tahu, siapa yang ada di hatimu saat ini."

Aku menggeleng bingung. ​"Naruto, aku ..."

​"Kalau mau ngobrol jangan berhenti di tengah jalan," hardik Sasuke. Dia dan Konan berada tepat di belakang kami.

​"Jangan dingin begitu dong, kak." Naruto menggoda Sasuke yang berjalan mendahului kami. Pemuda itu lewat di antara aku dan Naruto begitu saja, mukanya berubah masam.

Cloud and Rooftop [Sasuke X Reader X Naruto] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang