"Sesuatu yang hilang terkadang tidak akan pernah kembali. Tapi tidak dengan kebahagiaan, ia akan selalu berpulang padamu, tidak perduli sejauh apa kau meninggalkannya."
⛅️⛅️⛅️
Ini adalah hari terakhir liburan, kami sudah kembali kerumah seminggu lalu. Ayah sudah meninggalkan aku dan ibu, tidak lama setelah pulang dari Kota B. Sasuke dan Naruto masih tinggal di sana, rencana mereka akan pulang hari ini yang artinya akan datang besok pagi karena jarak yang cukup jauh. Paman Minato yang memberitahuku.
Saat ayah berpamitan padanya, ia terlihat sangat ketus. Tapi di waktu ayah berkata akan menitipkan aku pada Paman Minato, ia langsung memeluk ayah. Paman Minato dan ayahku adalah teman sejak kecil, mereka lahir dan besar di Lombok. Bersama-sama mencoba mencari keberuntungan di Kota Malang sesuai dengan bidang masing-masing. Siapa sangka jika mereka juga sama-sama berhasil.
Akhirnya aku bisa menemukan kebahagiaanku kembali, keluarga bahkan sahabat kembali menyapa. Perlahan-lahan aku mencoba untuk membuka hati, mencoba untuk peduli pada orang lain. Hanya saja yang menjadi masalah saat ini adalah gadis di depanku, Hinata. Sejak tadi dia hanya diam dan memandangku tajam.
"Kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja, Hinata. Jangan melihat (Nama) seperti itu." Ibu yang duduk di sampingku kini membuka suara. Hinata menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, ia menghela nafas berat.
"Baiklah, kalian selesaikan dulu masalahnya. Ibu mau pergi ke rumah Tante Kushina, membuat kue." Ibu mengambil tasnya dan pergi.
"Apa aku memang udah gak kamu anggap sebagai teman?" tanya Hinata setelah Ibu menutup pintu dari luar.
"Hah?" aku mencicit heran.
"Kamu kabur tanpa memberitahuku (Nama)!"
"Mana ada kabur memberitahu orang lain." Aku memijat kepalaku, pening.
"Yang lebih menyebalkan lagi, kamu pergi bersama Sasuke."
Deg.
Apa mungkin ini alasan Hinata marah padaku?
"Maaf. Aku hanya kebetulan bertemu Sasuke."
"Dan kebetulan juga ikut bersama ke Kota B?"
"Tidak. Dia ... mengajakku."
"Kau menyukai Sasuke kan?"
Menyukai Sasuke? Kenapa banyak yang berpikir seperti itu?
"Aku tidak tahu apa suka padanya atau tidak. Hanya saja, aku merasa nyaman saat di dekatnya. Senyumnya. Aku selalu berharap bisa selalu melihat senyuman Sasuke. Adakalanya dia terlihat menyebalkan, terkadang juga rapuh. Maaf, aku tidak bermaksud ..."
Buak.Hinata melempar bantal sofa ke wajahku."Yah, aku tidak peduli. Aku senang kau kembali. Aku merindukan temanku, aku takut kamu tidak benar-benar menganggapku sebagai sahabat."
"Lalu Sasuke?"
"Mungkin aku aneh ya karena lebih memilihmu daripada Sasuke. Perasaanku pada Sasuke aku rasa hanya sebatas kagum, dia selalu menolongku di SMP. Aku juga sudah bersyukur dapat mengenalnya. Tapi yang pasti, aku bahagia kalau kau bisa bersamanya, (Nama)," terang Hinata.
"Bodoh." Aku melempar kembali bantal sofa pada muka Hinata. Balasanku jauh lebih keras. Gadis itu membalasku juga, kami memulai perang bantal di ruang tamu. Air mata menetes di sela-sela tawa. Memang, yang namanya sahabat itu sangat merepotkan.
⛅️⛅️⛅️
Pagi ini aku berangkat ke sekolah bersama Hinata, ia menjemputku. Barang-barang di rumah kontrakan sudah di bawa pulang oleh Naruto saat aku di Kota B. Naruto baru saja mengirimiku pesan, dia dan Sasuke sudah sampai subuh tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cloud and Rooftop [Sasuke X Reader X Naruto] ✔️
Fanfiction[TAMAT] Hanya sebuah cerita tentang gadis biasa yang selalu melihat awan ketika memandang ke arah langit. Gadis biasa itu bertemu seorang pemuda berhati dingin di atap sekolah. ⛅️⛅️⛅️ Bukan cerita bagus, jangan berekspetasi tinggi. Desclaimer : Mas...