17. Sakit

1.5K 255 115
                                    

Kaki terus mengentak gelisah, wajah sudah begitu memerah; hidung begitu tersumbat dan penglihatanku mulai menjadi sangat kabur. Sudah hampir tiga jam lamanya, ibu dan ayah Jongin pun sudah datang beberapa waktu yang lalu.

Dokter Jung yang menghubungi mereka sebelum memasuki ruangan gawat darurat lantaran aku tak ingat di mana aku meletakkan ponselku. Aku begitu terburu-buru setelah ambulans datang membawa tubuh Jongin yang mengejang ke rumah sakit.

Ibu Jongin terus menangis tersedu-sedu di sampingku. Aku tidak bisa menyalahkan, lantaran bagaimana bisa seorang Ibu tak menangis jikalau anak lelakinya sedang dalam masa kritis. Ayahnya bahkan tak tenang sama sekali, bukan sekali dua kali Ayah melangkah mondar-mandir di depan pintu ruangan gawat darurat.

Aku terus mengutuk diriku sendiri akan kejadian ini. Semuanya salahku, jika saja aku tak egois dan tak semena-mena mendorong tubuh Jongin hingga jatuh, barangkali ini tidak akan terjadi. Ah, atau bahkan selama ini; jika saja aku tak goyah dan pula dapat mempertegas pilihanku, barangkali semuanya tak akan tersakiti.

Aku egois, sangat bodoh.

Derap kaki yang begitu cepat lantas terdengar di lorong unit gawat darurat. Semua mata bahkan tertuju padanya yang terhenti tepat di hadapan kami.

"Chan?" Aku terkesiap dan beranjak dari tempat duduk.

"Chanyeol ah ...." Ibu pun begitu. Tangis itu semakin menjadi dan Ibu berhamburan masuk ke dalam pelukan kekasihku.

Aku tak tahu seberapa dekat kekasihku dengan keluarga Jongin, akan tetapi bisa kusimpulkan itu sangat dekat lantaran Chanyeol bahkan memperlakukan ibu Jongin seperti ibunya sendiri. Chanyeol memeluk erat, memberikan rasa nyaman dengan mengusap bahu Ibu pula mencium keningnya.

"Jangan menangis, Bu. Kumohon ... Jongin akan baik-baik saja. Selama ini pun ia baik-baik saja." Begitu yang kudengar dari bibir kekasih kala menenangkan hati Ibu.

Ah, ini pun aku tak tahu-menahu. Namun, dari ucapan itu, Chanyeol kelihatannya sudah tahu jauh lebih dari hal yang kutahu tentang penyakit yang diidap Jongin selama ini.

Kenapa? Kenapa hanya aku yang tak tahu apa-apa tentang Jongin? Padahal selama ini akulah yang mengaku paling mengerti bagaimana seorang Kim Jongin.

Sedetik kemudian kami tersentak oleh pintu ruang gawat darurat yang terbuka. Dokter Jung dan beberapa dokter pembantu lainnya keluar dari dalam sana. Ibu dan Ayah dengan cepat menghampiri, begitu pula denganku dan Chanyeol.

"Bagaimana, Jung? Bagaimana dengan Jongin?" Ibu yang bertanya. Ibu Jongin berbahasa santai menunjukkan ia begitu dekat dengan dokter cantik ini.

"Tenang Bu, Ayah. Jongin memang belum sadarkan diri, tetapi kita doakan ia akan baik-baik saja," jawab Dokter Jung pada Ayah dan Ibu. Bisa kurasakan ia melirik sekilas saja ke arahku dan kemudian kembali menatap lekat pada Ayah dan Ibu.

"Jongin akan dipindahkan ke kamar inap." Dokter Jung memberi jeda kalimatnya. "Ayo ikut Soojung ke ruangan. Ada yang perlu Soojung katakan pada Ayah dan Ibu mengenai Jongin," ucap Dokter Jung lagi lantas berjalan meninggalkan ruang gawat darurat. Ibu dan ayah Jongin pula melangkah mengikutinya.

Aku tak tahu apa yang terjadi, kaki begitu lemah dan hampir saja terjatuh jika Chanyeol tak menangkap tubuhku. Perlahan ia lantas membawaku kembali duduk di kursi tunggu ruang gawat darurat.

"Chanyeol ssi, maafkan aku." Aku mulai terisak, airmata yang kukira sudah habis kembali menetes di pipi.

"Hei?" Chanyeol menghapus jejak air mata. Dia menatap dengan jelas hingga masuk ke obsidian mata. "Jangan menangis, aku tahu jika Do Kyungsoo adalah seorang yang kuat."

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang