16. Jatuh

1.4K 248 95
                                    


Merinai lagu cinta adalah kegemaran kala suasana hati riang gembira. Detak jantung bahkan berdebar-debar lantaran ini benar-benar hal yang bahagia.

Berdamai dengan kekasih memang obat penyakit hati yang paling manjur. Kegalauan yang selama beberapa hari menggerogoti hilang begitu saja setelah menghabisi malam bersama.

Chanyeol sudah tersenyum tulus, sudah kembali berani merengkuh dan memberikan kecupan hangat. Dia bahkan tak segan mengucap kata cinta memberi semangat untuk menyelesaikan pekerjaan seharian ini.

Aku masih bersenandung rendah sembari melepas sepatu untuk masuk ke dalam rumahku. Chanyeol mengajak makan malam sehingga sepulang bekerja, aku harus segera membersihkan diri dan bersiap menyambut kekasih yang akan menjemput.

Kuputuskan untuk menjadi kekasih yang baik setelah ini. Aku tak boleh goyah. Chanyeol begitu sempurna sehingga tak pantas sekali hatinya tersakiti. Aku harus menjaga hati itu lantaran jika aku menyakiti, barangkali aku tak akan menemukan hati yang setulus Park Chanyeol.

"Kau tidak pulang tadi malam."

Aku tersentak kala melewati ruang keluarga. Bibir yang merinai lagu cinta terhenti begitu saja sejurus mata yang menangkap lelaki yang duduk dengan tenang di sofa ruang keluarga rumah kami.

"Jongin? Kau sedang apa? Kenapa di sini?" Terdengar sadis sekali pertanyaan itu seolah aku tak menginginkan keberadaannya saat ini. Terlebih, ini bukan hal mengherankan lantaran Jongin memang tak membutuhkan izin untuk berlama-lama berada di rumahku.

"Ibu tak pulang tadi malam sehingga menyuruhku untuk menemanimu. Nyatanya, kau tak pulang juga tadi malam." Dia terkekeh kecil, tetapi aku tahu itu bukan kekeh jenaka lantaran sesuatu yang lucu. Pasti ada yang mengganjal di hatinya.

"O—Oh, itu ... Ada pekerjaan kantor yang harus kuselesaikan bersama Moonkyu semalaman, jadi aku harus menginap." Sedang berusaha tak terbata-bata dan tak tersenyum canggung kala mengutarakan alasan.

Padahal aku tak perlu berbohong, Jongin bahkan bukan siapa-siapa. Seharusnya aku jujur saja jikalau tadi malam aku tidur bersama kekasihku. Akan tetapi, ada secercah perasaan hati yang meminta agar aku tidak menyakiti perasaan Jongin.

"Benarkah?" Jongin yang masih duduk di atas sofa melirik. "Padahal Chanyeol bilang kau mengurusinya semalaman? Jadi, mana yang benar?" Dia tersenyum tipis sekali, terlihat begitu indah.

Obsidian mata membelalak. Benar saja, tak seharusnya mencari alasan kebohongan. Jongin bahkan tahu segala tentang diriku dan aku sudah benar-benar tak bisa berbohong.

Ingin kembali memberi alasan, tetapi dengan cepat Jongin berucap, "memang sudah seharusnya begitu. Kekasih yang baik sudah seharusnya merawat kekasih yang sedang sakit, bukan?" Jongin beranjak dari tempat duduknya dan datang mendekati.

Aku mengernyit kala ia sudah berada di dekatku. Bukan karena ucapannya, tetapi Jongin tampak berbeda. Bukan pula karena penampilan, tetapi rona wajah tampan itu sungguh berbeda dari hari-hari kemarin. Dia tampak begitu pucat, bibir tidak merah seperti biasanya, dan kantung mata terlihat menghitam. Ada peluh yang mengalir dari sisi telinga.

"Jongin, kau baik-baik saja?" Sekelebat aku menjadi khawatir.

Dia masih saja tersenyum, menolak tanganku yang akan memeriksa suhu tubuhnya. Dia malah menyodorkan beberapa lembar kertas di tangan. Masih dengan kernyit di dahi, aku menerima kertas-kertas itu.

"Formulir pendaftaran ujian penerimaan jaksa. Kau bilang kau suka jika aku menjadi jaksa. Jadi, kuputuskan untuk mencoba kembali," ucapnya kala aku masih memeriksa setiap tulisan-tulisan tangn di berkas formulir itu.

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang