15. Kekasih yang Buruk

1.4K 234 134
                                    

Kesadaran menyapa kala napas hangat menerpa wajah. Mata mengerjap perlahan untuk terbuka dan menyapa suasana pagi yang baru. Sudah ada kekasih dengan senyum memikat kala kelopak mata tersibak sempurna. Wajahnya tampak sedikit masih pucat.

"Chanyeol ssi sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" Sekelebat tangan memegangi dahinya dan dahiku untuk mengukur suhu badan.

Namun, Chanyeol malah meraih tangan dari kening. Dia mengecup lembut telapak tangan dan menarik tubuh hingga merapat di dada. Suhu panas kala bersentuhan sudah tidak membara seperti kemarin malam, namun masih tersisa hangat menyelubungi. Demam Chanyeol belum sepenuhnya pulih.

"Aku sudah tidak apa-apa. Jadi, berhenti mengkhawatirkanku," ucapnya sembari mencium surai di puncak kepala.

Jika boleh jujur, aku benar-benar merindukan Chanyeol; merindukan setiap kecupan hangat yang ia berikan, merindukan senyuman manisnya, merindukan tawa dan candanya. Seharusnya aku berperilaku baik, bukan malah serta-merta menyakiti ia yang tulus.

"Maafkan aku," lirihku terdengar di dadanya.

Chanyeol semakin merapatkan pelukan. "Bohong sekali jika mengatakan aku tidak marah, bohong jika dada tak terasa menyakitkan. Akan tetapi, aku bisa apa? Aku sudah terjatuh pada Do Kyungsoo."

Ucapan itu sama sekali tidak terdengar seperti pujian di telinga, alih-alih rasa bersalah pada Chanyeol semakin membuncah saja. Hati goyah, bahkan kesucian ternoda oleh teman sendiri, namun kini malah serta-merta kembali di pelukan kekasih tanpa peduli rasa malu yang menyelimuti. Do Kyungsoo sungguh hina.

Kepala mendongak, menatap wajah kekasih di atas surai. "Chanyeol ssi, aku—" Terbungkam, lantaran Chanyeol malah mengecup bibirku; sedikit tergesa-gesa dan semrawut.

"Jangan katakan apa pun, seperti maaf dan alasannya. Aku benar-benar tak ingin membahas," ucap Chanyeol begitu melepas bibir yang bertemu bibir.

Aku tak bisa menjawab, tepatnya tak memiliki jawaban yang logis untuk membalas ucapan Chanyeol.

Padahal kesalahan sudah menumpuk padanya, bahkan untuk berucap maaf pun ia menolak. Aku benar-benar tak tahu harus berbuat yang bagaimana. Mulut hanya bisa bungkam, mata terus menatap wajah tampan yang sudah lesu dikalahkan demam.

"Akan kubuatkan sarapan pagi," ucapku kemudian setelah mungkin lima puluh detik terdiam menatapi.

Aku lantas beranjak dari tempat tidur bermaksud menuju dapur rumah apartemen kekasihku.

Chanyeol mengekori sebenarnya, lantas ia duduk di salah satu kursi meja makan dan menunggui aku yang sedang sibuk membongkar isi lemari pantrinya.

Dia terkekeh agak besar, aku mengernyit lantas berbalik menatap. "Maaf ... Bisa kau katakan bagian mana yang terdengar lucu?" Kerutan di antara alis mata masih tampak jelas.

Dia mengatur gelaknya. "Kau," ucap Chanyeol sembari bersungut. "Kau dengan kemejaku yang kebesaran, sungguh lucu sekali." Chanyeol kembali tergelak.

Demi beras organik Chanyeol yang disimpannya entah di mana, aku membeliak. Sejujurnya aku bahkan tidak begitu menyukai dandanan semacam ini. Namun, tidak ada yang bisa kupakai selain kemeja Chanyeol yang kebesaran di tubuhku yang sembarang saja kuambil dari lemarinya semalam. Ingin terus memakai baju kerja selama bersama semalaman, tetapi nanti aku harus pergi kerja dengan baju itu.

Aku tak sempat pulang selepas kerja kemarin dan langsung saja berkunjung ke sini. Mau tak mau aku harus tetap memakai baju kerja yang kemarin.

"Pakaianku sudah kucuci semalam dan sedang dijemur untuk dipakai lagi hari ini. Jadi aku pinjam milikmu, kau keberatan?"

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang