[11]Bumi

37 2 3
                                    

Ada pict Mbak Bintang tuh di atas😍
Happy Reading...

"Jangan seolah-olah tau akan segalanya jika sebenarnya kau tak tau aku."
-Bintang

Hari telah petang sekarang dan suasana hati Bintang pun tak menemukan ketarangan, masih saja suram. Semenjak ia memutuskan untuk meninggalkan rumah Bumi, cowok itupun tak ada niatan untuk mengantar pulang. Ah, rasanya Bintang tambah suntuk sekarang.

Sempat mampir di masjid pinggir jalan untuk melaksanakan shalat magrib sebelum pulang dan menyalakan ponselnya yang ia nonaktifkan sebab Arka tak berhenti untuk menghubunginya. Mungkin sekarang remaja yang sangat tinggi menjulang itu sedang menggerutu sebal. Biarkan saja.

Menyusuri jalan yang sepi di hari yang petang ini bukanlah hal yang baru bagi Bintang. Ia bukanlah gadis cengeng yang akan menangis ketika di luar sendirian. Ia tak takut hantu, mungkin.

Rumahnya tak jauh lagi dan Bintang berjalan dengan cepat. Bukan takut, hanya saja ia sudah rindu dengan ranjang.

Sesampainya di teras rumah, bukannya sambutan hangat atau omelan adiknya di depan pintu. Ia justru mendengar suara bentakan dengan nada tinggi. Ya, itu adalah Arka, adiknya.

Arka?

"Kenapa Ibu jadi sering pulang sama laki-laki itu?"

"Dia teman kerja Ibu, Dik."

"Memangnya teman Ibu harus sekali laki-laki? Kalau mau pulang kenapa nggak telvon Arka aja biar Arka yang jemput." Suara Arka yang terdengar tertahan.

Bintang membuka pintu yang memang tak sepenuhnya tertutup. Menggumamkan salam yang tak didengar oleh dua orang sedang berhadapan di ruang tamu. Terlihat sang ibu yang memijat pangkal hidungnya dan terlihat lelah.

"Ibu nggak enak buat nolak ajakan dia, Dik. Ibu nggak macam-macam," ucap Sang Ibu dengan nada yang cukup meyakinkan.

"Kalau Ibu berniat buat cari suami lagi, pokoknya Arka nggak akan setuju!" Arka semakin tak terkontrol. Ia berbicara dengan nada yanh sangat tinggi di hadapan Ibunya sendiri.

"Kamu itu ngomong apa? Ibu kerja juga buat kamu! Buat kakak kamu! Kalau Ibu nggak kerja, kita semua mau makan apa? Kamu itu masih kecil, pikirkan saja sekolahmu!" Terlihat sekali matanya berkaca-kaca walau ia berbicara dengan nada yang begitu tinggi. Mengalihkan pandangan ke arah pintu dan tatapan sang Ibu bertubrukan sejenak dengan mata Bintang lalu pergi memasuki kamarnya.

Ah, kejadian apa lagi ini? Menghembuskan napas lelah lalu berlalu ke kamarnya tanpa memperdulikan adiknya yang masih berdiri dengan wajah memerah menahan emosi. Bukan karena tak peduli dengan hal yang baru saja terjadi di keluarganya. Hanya saja, pikirannya sedang tak sebagus biasanya, ia tak ingin memperkeruh suasana. Biarkan hari esok menyambut dan masalah akan berlaru di telan malam yang juga melarut.

☆☆☆

Tak ada pagi yang hangat seperti biasanya, ternyata perang dingin tengah terjadi. Tak ada obrolan ringan di pagi hari dan tak ada sebuah pesan-pesan kecil yang dilayangkan sang Ibu sebelum berangkat sekolah, semuanya berlalu begitu saja.

Selama perjalanan berbocengan dengan Arka pun tak ada obrolan yang tercipta. Inilah yang Bintang tak suka dari adik satu-satunya, jika sedang sebal dengan satu orang maka orang lain kena imbasnya. Dasar bocah.

"Bintang!" Bintang memejamkan matanya sejenak, menghela napas sepanjang mungkin. Ia hapal, hapal betul dengan suara tak tau malu itu.

"Wey dipanggil bukannya nengok, malah diem bae." Bumi merangkul Bintang dengan tanpa beban. Tatapan-tatapan siswa lain mulai tertuju pada mereka dan Bintang hanya mampu menunduk malu, sedangkan Bumi? Ah, cowok itu memang sudah tak memiliki urat malu.

"Apaan sih? Malu tau," dengus Bintang sambil menepis tangan Bumi dari bahunya.

Bumi terkekeh pelan melihat Bintang yang kesal. "Bi, gue cari ig lo kok nggak ketemu-ketemu ya? Ig lo apa si?"

Bintang tak menghiraukan pertanyaan Bumi, moodnya sedang buruk sekarang dan ia hanya berjalan sambil berusaha menulikan telinganya atas suara Bumi.

"Kita belum follow-followan masa?"

Bintang masih saja diam dan mereka kini telah memasuki ruang kelas yang akan ditempati oleh kelasnya untuk tiga jam pertama.

"Mending lo balik deh ke kelas lo, bentar lagi bel. Jangan ganggu!" Bintang membalikkan badannya dan pergi ke belakang kelas lalu mengambil sapu. Entahlah, hari ini bukan hari piketnya namun Bintang hanya ingin berbicara dengan Bumi sekarang, kalian harus ingat kalau Bintang masih kesal.

Bumi merasa tersingung dengan kalimat akhir yang Bintang katakan. Tatapannya berubah. Senyuman seindah pelangi itu luntur seketika, kini wajahnya datar. Jangan kalian kira Bumi tak bisa berekspresi seperti itu.

Bumi menghampiri Bintang yang masih sibuk menyapu lantai dengan wajah muramnya.

"Maksud lo apa?" Bumi menarik sapu yang ada di tangan Bintang dan menyentaknya sembarangan. Tatapan datarnya langsung menerpa wajah Bintang yang masih tak percaya Bumi akan seperti itu.

Semua tatapan siswa yang ada di kelas tertuju kepada mereka berdua. Tidak, sejak pertama kali Bumi dan Bintang memasuki ruangan memang beberapa sudah mengikuti pergerakan mereka dengan tatapan. Namun, kejadian tadi sungguh bukan hanya Bintang yang merasa terhenyak tapi seluruh siswa yang ada di kelas pun merasa tak percaya. Bumi tak pernah terlihat marah sebelumnya...mungkin.

"Gue udah baik-baikin lo tapi lo malah nyolot! Ngomong biasa aja bisa kan?" Bintang memejamkan matanya sejenak, tak percaya Bumi akan meninggikan suara di hadapannya.

"Bumi, gue-"

"Apa? Lo kenapa?" Belum sempat Bintang melanjutkan ucapannya namun Bumi lebih dulu menyela.

"Oh, gue tahu." Bumi membuang napasnya sejenak lalu kembali menatap Bintang yang masih tak berkutik. "Ini pasti gara-gara kemarin kan? Gara-gara gue nggak nganter lo balik?" Bumi berdecih pelan. "Nggak usah berlebihan, Bi. Dan nggak usah kayak cewek yang ditelantarin pacarnya." Bintang mengerjap beberapa kali mendengar kalimat Bumi.

"Lo bukan siapa-siapa gue, Bi." Suara Bumi menggema di seluruh ruangan karena memang mereka yang berada di sana tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun dan memilih memperhatikan drama apa yang terjadi pada pagi hari.

Cukup sudah. Bintang sudah berada diambang batas kesabarannya, hingga kepalanya mau pecah rasanya.

Ia mengeratkan rahangnya dan memberanikan diri melayangkan tatapan marahnya terhadap Bumi. Apa-apaan ini? Masih pagi dan ia dibuat malu dan tak terkendali secara bersamaa.

Bintang mendorong tubuh Bumi yang tinggi menjulang di hadapannya hingga sedikit terdorong mundur ke belakang.

"Maksud lo apa?" Bintang memggeram. "Lo pikir hidup gue cuman buat mikirin lo? Gue emang bukan siapa-siapa lo dan begitupun sebaliknya!" Berhenti sejenak berusaha menurunkan emosinya.

"Lo itu cuma orang asing yang tiba-tiba datang tanpa diundang di hidup gue. Lo nggak tau apa-apa tentang gue. Jadi nggak usah lo pikir seakan gue cewek kurang kerjaan yang ngambek cuma gara-gara nggak dianter pulang!"

Bintang menggeser tubuh Bumi yang mematung karena luapan amarahnya. Berjalan dengan cepat meninggalkan laki-laki itu yang masih betah di posisinya.

Beberapa langkah lagi menuju pintu keluar lalu Bintang menghentikan langkahnya. Menoleh ke belakang.
"Makasih udah buat gue malu pagi-pagi."

Tbc.

14 April 2020.
El.

BUMI (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang