[12]Bumi

32 4 12
                                    

Happy Reading...

"Anjir sialan lo, Bumi!" Seakan sebuah kartun yang sedang marah hingga mengeluarkan asap di kedua telinga dan wajah yang memerah, Abimanyu berteriak di hadapan orang yang ada di sampingnya itu. Untung saja sekarang jam istirahat, kalau tidak, bisa dipastikan halaman sekolah seketika bersih oleh Abimanyu.

Orang yang namanya dielukan dengan nyaring hanya mendengus sambil menidurkan kepalanya di meja.

"Wey! Lo nggak ngrasa bersalah atau apa gitu, Bum?" Abimanyu mendorong bahu Bumi hingga cowok itu berdecak sebal.

"Apa sih?" Bumi kembali menidurkan kepalanya dan memalingkan wajah agar tak menghadap kawan sebangkunya itu.

"Heh Remahan krupuk seblak! Nggak mau tau gue, lo gantiin buku gue yang lo coret-coret!" Abim menarik sebelah telinga Bumi hingga si empunya meringis menahan telinganya yang ingin lepas saja rasanya.

"Ck, nih sono beli buku!" Bumi melempar uang pecahan lima ribu pada Abimanyu yang semakin geram rasanya.

"Nggak! Lo harus kembaliin catetan gue! Lagian lo itu kenapa sih heh? Bosen lo jadi manusia? Pengen jadi keset welcome aja yang ada di depan ruang guru lo? Gak ada semangat hidup amat jadi manusia," cibir Abim yang merasa aneh dengan teman sebangkunya itu. Tak biasanya Bumi akan bermalas-malasan di kelas dan bahkan manghancurkan buku catatannya menjadi seperti buku yang habis dimakan tikus.

"Biasanya aja lo istirahat gini udah pecicilan ke kelas pacar baru lo itu. Sekarang malah udah kayak sampah masyarakat lo tau nggak?" Abim mengoceh sambil mengunyah cilok yang baru saja ia beli dari kantin.

"Dia bukan pacar gue," balas Bumi lesu.

Abim menghembuskan napas sejenak lalu kembali mengunyah. "Iya, emang seharusnya nggak."

 ☆☆☆

Bintang menghela napasnya ketika membaca sebuah pesan yang muncul dari layar ponselnya.

Bumi Abimana : Pulang gue anter.
Read.

Lalu dengan cepat ia meletakkan ponselnya ke dalam tasnya. Ia memutuskan untuk pergi ke kantin saja untuk membeli beberapa makanan mungkin untuk mengisi perutnya yang tiba-tiba merasa lapar.

Namun sekarang Bintang berjalan dengan cepat setelah ia selesai membeli beberapa makanan untuk mengganjal rasa laparnya di jam istirahat ini. Kepalanya ingin meledak rasanya. Mendengarkan siswi yang tengah membicarakan tentang pertengkarannya tadi pagi dengan salah satu kandidat calon Ketua Osis yang bernama Bumi Abimana Pranadipa. Namun dari yang ia tangkap, lebih banyak cibiran yang ditujukan padanya karena menurut mereka Bintang bersikap berlebihan padahal ia bukanlah kekasih Bumi. Arghh, pening sekali!

Niat ingin melepaskan diri dari mulut rombeng Mentari, kini ia malah harus mendengar gosip tentangnya yang entah mengapa bisa menyebar begitu cepat.

Tak ingin cepat-cepat sampai di kelas dan mendengar kembali pertanyaan beruntun dari Mentari, kini Bintang menapakkan kakinya ke tempat yang belum pernah ia datangi selama hampir dua tahun sekolah si SMK NusBa. Rooftop sekolah.

Mendudukan diri pada kursi yang terlihat tak begitu layak namun masih kuat untuk diduduki oleh dirinya. Meletakkan plastik kresek berisi makanan yang ia beli di kantin tadi tanpa berniat memakannya. Nafsu makannya menghilang sekarang.

Menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajahnya dan menumpukan sikunya di paha. Merasakan hembusan angin yang tak terhalang ruang membuatnya kembali dapat merasakan tenang.

Mengingat kembali ketika kemarin Bumi tiba-tiba datang ke rumahnya untuk pergi ke rumah cowok itu yang berakhir dengan ia pulang sendiri hingga sampai rumahnya ketika hari petang.
Pertengkaran Ibunya dan Arka yang masih terngiang di otaknya yang berakhir dengan perang dingin antara dua orang yang sangat ia sayangi melebihi apapun. Dan terakhir, kejadian pagi tadi akibat ia tak mampu mengontrol emosinya pada Bumi dan semua cibiran-cibiran para siswi di kantin tadi membuatnya tak sadar bahwa matanya telah mengeluarkan cairan bening yang mengalir menyusuri pipinya.

BUMI (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang