Part 2

1.2K 63 4
                                    

Brenda terbangun dengan kepala yang berdenyut nyeri, tetapi ia terkejut saat menyadari ia sudah tak lagi memakai pakaian sebelumnya. Seingatnya, ia pulang dari tempatnya bekerja menggunakan bus seperti biasanya. Ia berlari kecil di jalanan sepi melewati beberapa gang-gang yang cukup sepi, dan saat itu hujan sedang turun begitu derasnya.

Matanya mengedar ke seluruh penjuru kamar yang sama sekali tak ia kenali. Sekelebat bayangan tentang segerombol orang yang berusaha menculiknya kembali melintas di pikirannya.

"Astaga, apa aku benar-benar diculik? Tapi mana ada penculik yang membiarkan aku tinggal di kamar semewah ini." ucapnya ragu.

Pintu kamar di buka. Seorang pria tampan masuk ke dalam kamar itu dengan tatapan matanya yang tajam. Brenda beringsut mundur sampai tubuhnya menyentuh kepala ranjang, ditatap sedemikian rupa membuatnya sedikit takut. Pasalnya, ia tidak mengenal pria yang ada di depannya itu.

Pria itu berdiri di ujung ranjang dengan kedua tangan yang di masukkan kedalam saku celananya.

"Rupanya kau sudah bangun." Suara tegas tapi terdengar dingin itu membuat Brenda semakin menundukkan kepalanya karena takut.

"Apa orang tuamu tidak mengajarkan jika ada orang berbicara padamu, maka kau harus menatap matanya?!" sindir pria tampan itu.

Brenda langsung mengangkat wajahnya, ia menatap pria itu takut-takut.

"T-tentu orang tuaku mengajarkannya, hanya saja a-aku tidak mengenalmu." Suara Brenda terdengar gugup, dan pria tampan itu menikmatinya.

"Usiamu baru 22 tahun, huh?!" ejek pria itu.

"Dari mana kau mengetahui usiaku?" tanya Brenda bingung.

"Tidak penting."

"Sekarang keluarlah, aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu! Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu." Ucap pria itu kemudian meninggalkan Brenda tanpa mau mendengar jawaban atau pertanyaan dari Brenda.

Brenda segera turun dari ranjang dan mengikuti langkah pria itu. Matanya menatap ke sekeliling menikmati kemewahan mansion pria itu, baru kali ini ia masuk ke dalam mansion semewah ini. Ralat, bahkan untuk sekadar masuk ke sebuah apartemen yang lebih layak dari apartemen miliknya saja ia belum pernah melakukannya.

Sesekali pria tampan itu melirik ke belakang, memastikan jika Brenda mengikutinya sesuai dengan yang ia harapkan. Pria itu membawa Brenda ke ujung lorong yang cukup gelap karena kurangnya pencahayaan dari lampu. Sebuah pintu di buka, dan memperlihatkan anak-anak tangga menuju ke bawah dari balik pintu itu. Bahkan di balik pintu lebih gelap lagi dari pada lorong yang ia lewati tadi.

"Ke mana kau akan membawaku?" tanya Brenda sedikit takut saat ia disuruh masuk ke dalam ruangan yang gelap dengan anak-anak tangga menuju ke bawah.

"Ikuti saja aku! Aku yakin, kau akan menyukainya." Ucap pria itu datar.

Pria itu sedikit mendorong tubuh Brenda agar segera masuk dan menuruni anak-anak tangga itu. Tubuh mungil Brenda yang didorong cukup keras, hampir saja terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya sendiri. Tetapi, dengan gerakan refleksnya Brenda berpegangan pada lengan berotot milik pria yang menyuruhnya masuk.

"Ma-maaf." Cicit Brenda seraya melepaskan pegangannya.

"Turunlah!" titah pria itu lagi tanpa mau membalas permintaan maaf dari Brenda.

Mereka berdua tiba disebuah ruangan yang cukup pengap dan terlihat menyeramkan. Ada beberapa pintu yang terlihat sama menyeramkannya, tetapi pria itu menuntun Brenda untuk membuka salah satu pintu yang terletak paling ujung dan lebih gelap lagi. Dengan ragu-ragu Brenda membuka pintu itu secara perlahan, berbeda dengan di luar. Ruangan itu begitu terang benderang karena cahaya lampu yang memenuhi ruangan itu, Brenda semakin takut saat ia baru menyadari ternyata di dalam ruangan itu begitu banyak sekali sekumpulan pria berotot. Tetapi wajah mereka tidak terlalu menyeramkan, mungkin usia mereka sebagian hampir seusia dengan kakaknya, Brandon.

BRENDA HEATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang