Bab 5 : Si Posesif

237 29 0
                                    

Jam pelajaran kelima dimulai setelah istirahat berakhir mau tidak mau tetap disambut anak-anak kelas Ivona yang sebagian besar tidak menyukainya. Ivona tidak termasuk di dalamnya, ia sangat suka pelajaran fisika. Mettasha dikategorikan berada di anak biasa jika berhadapan dengan fisika.

Bel baru berbunyi, kelas yang tadinya hanya diisi beberapa orang mulai bertambah. Hanya beberapa yang belum masuk, Gara dan teman-teman, dan beberapa siswi. Entah dalam perjalanan dari kantin, atau sengaja terlambat masuk.

Ivona mengeluarkan buku fisika dari tote bag miliknya. Mettasha sudah menyiapkan buku sedari tadi setelah pelajaran sebelumnya berakhir. Ia asyik memainkan game  di ponselnya. Ivona turut memainkan ponsel setelah bukunya tertata di meja.

“Mett.”

“Kenapa?”

“Istirahat kedua nanti temenin ya.”

“Ke mana?”

“Ke kelas sebelas.”

“Oke.”

Ivona menoleh ke luar kelas, ia mendapati sosok siswa di depan pintu. Buru-buru ia palingkan pandangan ke ponselnya. Tak mampu menahan senyum yang terulas sendirinya, bahkan ia mengeluarkan pekikan pelan. Mettasha melirik Ivona yang terpekik pelan, lalu menggeleng. Ia tolehkan kepala ke pintu, lalu tersenyum menatap siswa yang sedang mengobrol dengan seorang siswa kelasnya.

“Regan!”

Ivona menatap kepergian Mettasha setelah menyerukan sosok tersebut. Ia memusatkan pandangan pada kedua sosok yang memilih duduk di depan kelas. Entah merasa diperhatikan atau bagaimana, Regan mengalihkan pandangan sehingga bersitubruk dengan Ivona.

Ivona mengerjap, namun tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya pada Regan. Hingga sosok yang ditatapnya memutus pandangan mereka. Ivona terus menatap Regan terang-terangan, tidak peduli sosok itu sesekali mengalihkan pandangan kepadanya sekilas. Tak lama, Mettasha masuk kemudian disusul guru fisika yang akan mengajar.

Ivona perhatikan, raut Mettasha berseri-seri setelah mengobrol dengan Regan. Ia berencana menanyakan hal apa yang keduanya bicarakan, namun, itu terdengar tidak sopan. Ia takut dianggap seakan ingin tahu urusan orang.

Selama pelajaran, Ivona menyimak dengan baik. Tak jarang, ia disuruh menjelaskan apa yang tadi diucapkan oleh Agas, guru yang mengajar. Mettasha pun kena, namun, ia tidak bisa menjawab dengan sempurna. Gadis itu nampak tidak terlalu menyimak pelajaran fisika kali ini.

“Kenapa sih, Mett? Mikirin apa?” tanya Ivona berbisik di tengah Pak Agas sedang menjelaskan di papan tulis.

“Gue mau cepet-cepet kelar nih fisika.”

“Kenapa?”

“Mau dispen.”

“Dispen?”

Mettasha hanya mengangguk. Ivona terdiam karena Mettasha tampak tidak ingin menjelaskan. Ia melamun hingga Pak Agas memanggilnya dengan menyebut barang yang ada atas di mejanya.

“Tepak ungu.”

Vianti yang duduk di belakang Ivona menepuk bahunya. “Dipanggil Pak Agas, Vo.”

Ivona mengerjap. Ia menatap ke depan, “Iya, Pak?”

“Maju.”

Ivona maju dengan malas. Ia mengambil spidol.

“Mau ngapain?”

Ivona menatap bingung Pak Agas yang juga menatapnya. “Ngerjain soal ‘kan, Pak?”

“Siapa yang nyuruh? Emang bisa?”

Ivona cemberut mendengar gurunya berbicara seperti itu, seakan meremehkan dirinya. “Bisa.” jawabnya yakin.

Watch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang