Ravid berdiri dengan mengapit dua bantal kecil di bawah ketiaknya. Ia berpakaian hanya dengan celana pendek dan kaus polos. Tas selempang milik Ivona juga sudah tersampir di badannya. Ia bersama Daniel di ruang utama sedang menunggu ibu dan anak yang masih sibuk di atas. Daniel menonton televisi yang mempertontonkan adegan laga.
“Duduk dulu, masih lama mereka.”
Ravid mengangguk membenarkan tanpa suara. Ia bersiap mengambil duduk namun melihat siluet tubuh Momina dan Ivona membuatnya urung. Ia kembali berdiri dengan tegap.
“Yuk, Yah.”
Daniel mematikan televisi setelah Momina bersuara. Ia berdiri dan tersenyum melihat Momina yang tampak berseri-seri. Momina mengapit lengannya dan mereka berjalan duluan. Ivona mengulurkan tangannya dengan telapak tangan yang terbuka. Ravid langsung menerima uluran itu dan menggenggamnya erat. Momina mengunci pintu setelah semua sudah di luar.
“Gak ada yang ketinggalan?”
Serentak menjawab, “Gak ada, Bun.”
“Oke.”
Perjalanan menuju Kota Udang di mulai. Momina mengupas kulit jeruk dan menyuapkannya pada Daniel. Perjalanan tak terlalu memakan banyak waktu. Kurang lebih tiga jam mereka akan sampai di kota tujuan. Daniel fokus menyetir sambil mengobrol bersama Momina. Ravid asyik memainkan permainan dengan Ivona di ponselnya. Memasuki jalan tol, keduanya memutuskan untuk tidur.
Setengah perjalanan berlalu, Ivona terbangun. Ia menatap ke luar jendela dan menemukan jika mereka masih berada di jalan tol. Ivona membuka ponsel dan melihat jam menunjukan pukul delapan. Ia mengamati bagaimana kedua orangtuanya mengobrol dengan suara pelan. Ia menatap lurus belakang jok yang diduduki Momina. Ivona mencerna pembahasan kedua orangtuanya tentang mau ke mana Ivona setelah lulus nanti. Ke mana?
“Tanya anaknya aja nanti. Terserah mau kuliah di mana.” ujar Daniel.
“Ya tapi 'kan lebih baik kalau kita kasih arahan.”
“Iya, betul. Tapi yang mau jalanin itu Vo, jadi ya terserah anaknya.”
“Kalau misal mau ke luar kota, gimana?”
“Hm, gak.”
Kening Ivona mengkerut mendengar penolakan Daniel.
“Kenapa?”
Momina mewakilkan pertanyaan yang ada di benaknya. Ivona menunggu ayahnya yang terdiam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan bundanya.
“Di Jakarta banyak kampus bagus. Swasta boleh, sanggup kita biayain. Pokoknya harus di Jakarta. Mau apapun pilihannya, ya harus di sini.” papar Daniel.
“Hm, oke.”
Lalu topik berganti dengan cepat. Ivona tidak sempat mengeluarkan pendapatnya. Jadi ia kembali menjadi pendengar saja. Kali ini, Daniel dan Momina membahas mengenai tanah yang hendak mereka bangun menjadi kos-kosan.
“Dananya udah siap?”
“Udah. Kira-kira bisa dapet berapa kamar?"
"Tanasnya luas. Waktu itu udah diukur, dua puluh bisa. Dua tingkat kan?”
“Iya.”
“Bun.”
Momina menoleh mendengar panggilan dari putrinya. “Kenapa, Kak?”
“Pengen pipis.”
“Nanti kita berhenti di rest area.”
Ivona mengangguki perkataan Daniel. Tak lama, Ravid bangun dari tidurnya. Ia menyender pada Ivona. Matanya sayu menatap jalanan di depan. Momina menatap Ravid dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Watch Me!
Teen Fiction❝Mengejar hal yang patut dikejar dan merelakan apa yang dirasa tidak bisa digapai.❞ 🍁 Perjalanan hidup masing-masing tokoh dengan garis tangan yang sudah ditakdirkan. Kisah rumit yang memiliki penyelesa...