Daniel tak percaya jika malam ini, ia hanya disediakan nasi tanpa lauk! Matanya beralih pada Momina yang sudah mulai menyantap makan malamnya bersama putri mereka. Keduanya abai pada dirinya yang belum menyentuh nasi sama sekali.
"Bunda Mom," Momina menatapnya. "serius nih ayah cuma dikasih makan ginian doang? Nasi tok?" tanyanya.
Sebelum Momina menjawab, keduluan Ivona yang berkata, "Ada lauknya, tuh garam di pisin. Ayah takar aja sendiri sesuai selera."
Daniel tertawa mendengar perkataan Ivona. "Hahaha, lucu."
Momina dan Ivona yang duduk hadap-hadapan saling pandang. "Gak tuh." kompaknya.
"Jahatnya kelen!"
Momina mengedikan bahu. Daniel menjumput garam dengan tangan dan menaburkannya pada nasi. Ia singkirkan sendok dan garpu lalu mengaduk nasi yang sudah digarami dengan tangannya. Menghela napas panjang sebelum memakan makan malamnya. Sampai suapan ketiga, Daniel meneguk air dan kembali melanjutkan makannya.
Momina yang melihatnya tak tega sendiri. Jadi, ia ambil piring Daniel dan menukarnya dengan piring penuh lauk yang sudah ia letakan di kursi kosong sebelahnya. Ia menatap Daniel yang menatapnya tajam.
"Kenapa dituker lagi? Biarin aja makan nasi garam tok." cecarnya.
"Udah makan. Dikasih yang enak, gak bersyukur."
Daniel bergeming tak membalas perkataan Momima. Ia lanjut makan dengan menu baru dan tetap menggunakan tangannya. Ivona mengulum senyum, ia terus makan tanpa mengindahkan tatapan tajam Daniel yang terarah padanya. Selesai makan, Ivona memperhatikan Momina yang juga meliriknya sesekali dan kembali fokus pada makanannya yang tersisa sedikit.
Daniel yang lebih dulu selesai dari Momina langsung berdiri dan pergi menuju wastafel. Setelah mencuci bersih tangannya, ia pergi tanpa kata meninggalkan bunda dan anak itu berdua di ruang makan. Pintu kamar terdengar dibanting cukup keras.
"Ayah marah." katanya cemas.
"Biarin."
Selesai Momina makan, ia bereskan piring dan membawanya ke wastafel dan langsung mencuci bekas makan mereka. Gadis yang sudah memakai baju tidur kembaran dengan bundanya itu mengikuti sang bunda. Ia berdiri di sebelah bundanya yang mulai mencuci.
"Abis bunda selesai nyuci, kita caw!"
Ivona mengangguk lalu berbicara dengan nada pelan seperti bisikan, "Mau beli kue di mana, Bun?"
"Di kafe."
"Kafe ada jual kue ulang tahun, Bun?"
"Ada, tapi gak banyak."
"Bunda tau dari mana kafenya?"
"Itu rekomendasi Mama Ravid."
"Mama Vo juga!"
"Iya. Katanya juga, tempatnya itu buka dua puluh empat jam. Jadi, kafe, resto, pastry, sama bakery jadi satu." jelasnya.
"Wah, asyik kalo nongkrong di sana. Nanti ajak ayah nongkrong di sana ah!" katanya bersemangat.
"Sana ambil tas bunda yang udah ditaruh di kamar Vo." katanya saat tinggal membilas piring dan juga gelas.
Ivona langsung ngacir dari tempatnya menuju kamar. Setelah mengambil benda yang sudah disiapkan, ia turun ke bawah. Momina sudah menunggu di ujung anak tangga terakhir. Ia mengambil jaket yang diserahkan Ivona padanya lalu memakainya. Tak lupa menarik risleting agar angin malam tidak masuk saat ia berkendara. Sementara itu, Ivona sudah memakai jaket saat tadi di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Watch Me!
Teen Fiction❝Mengejar hal yang patut dikejar dan merelakan apa yang dirasa tidak bisa digapai.❞ 🍁 Perjalanan hidup masing-masing tokoh dengan garis tangan yang sudah ditakdirkan. Kisah rumit yang memiliki penyelesa...