Esok harinya di tempat akad sekaligus resepsi, Ivona mengedarkan pandangan ke sekeliling ballroom hotel yang tampak ramai. Tadi pagi, akad dilakukan di rooftop hotel. Hanya dari pihak kedua keluarga yang menghadiri akad nikahnya. Selesai akad, kedua mempelai yang tadi memakai pakaian adat berganti dengan gaun dan juga tuksedo. Setelahnya, baru mereka semua turun ke bawah untuk resepsinya.
Di mejanya, Ravid tampak menikmati acara yang berlangsung dengan makanan yang menemani tentunya. Daniel dan Momina mengobrol dengan salah satu keluarga dari pihak mempelai laki-laki yang semeja dengan mereka dan kebetulan dari Jakarta juga. Satu meja diisi oleh delapan orang dengan posisi kursi melingkar.
Ivona memperhatikan bagaimana acara berlangsung dengan lancar dari awal hingga sekarang. Ia tertarik dengan... semuanya. Ia tertarik bagaimana mengelola semua yang terselenggara di hotel ini. Terlebih, ia lebih tertarik dengan bagaimana mengelola hotel yang begitu besar dan megah ini. Ia mengeluarkan ponsel dan langsung berselancar di salah satu situs pencari yang digunakan banyak orang di berbagai negara.
Ivona bolak-balik membuka internet dan catatan di ponselnya untuk menyalin apa yang menurutnya penting. Ia mencari sedikit mengenai rasa penasarannya untuk kuliah nanti. Saat perjalanan kemarin dan mendengarkan percakapan orang tuanya, ia jadi memikirkan hendak kuliah apa dirinya nanti. Ravid menarik ponsel yang sedang Ivona gunakan dan menatap gadis itu dengan senyum.
“Nice, kuliah perhotelan bagus.”
“Ish, apaan sih Rav! Ya... Vo cuma iseng aja.”
“Rav dukung. Semangat!”
“Vo juga dukung Rav kuliah jurusan manajemen.”
Ravid memutar bola matanya malas. Pemuda itu tak minat dengan jurusan yang Ivona sebutkan. Itu kemauan sang papa, bukan dirinya. Mau gimana lagi, ya mau tidak mau ia hanya bisa mengikuti kemauan papanya yang menegaskan dengan setegas-tegasnya.
“Ya.”
“Semangat dong. Pasti enak deh kalau udah masuk jurusan itu.”
“Ngapain Tuan Raph itu nyuruh masuk jurusan IPA waktu awal tes jurusan masuk SMA kalau ujung-ujungnya masuk Soshum. Buat ribet aja ketemu sama Biologi, Fisika, sama Kimia.” katanya kesal.
“Tapi Rav jago tuh ketiga pelajaran itu.” Ivona menatap Ravid dengan kekaguman yang tak disembunyikan.
Karena awalnya Rav mau masuk kedokteran. Dan kenaikan kelas sebelas kemarin, mimpi itu pupus setelah Tuan Raph buat keputusan seenak jidat. “Percuma.” jawabnya setelah menggerutu dalam hati.
“Gak ada yang percuma. Itu ilmu.”
“Hm.”
“Temenin Vo ke toilet, yuk!”
“Ayo.”
Usai berpamitan pada orang tuanya, dua remaja itu berjalan bersisian menuju toilet. Ivona masuk ke dalam toilet wanita, Ravid turut masuk ke toilet pria untuk berkaca. Ia langsung keluar begitu selesai dengan urusannya dan menunggu Ivona di luar. Tak lama, gadis itu keluar dan mengamit lengannya sebagai pegangan.
“Kita ke rooftop yuk, Rav!”
“Ngapain? Panas.”
“Ish. Kita kapan pulang sih? Capek.”
“Ya tunggu sampai acaranya selesai.”
Ivona memasang wajah terkejut. “Serius?”
Ravid nyengir. “Bohong ketang. Rav bercanda doang. Rav juga enggak tau kapan pulang. Tanya lah ke bunda.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Watch Me!
Teen Fiction❝Mengejar hal yang patut dikejar dan merelakan apa yang dirasa tidak bisa digapai.❞ 🍁 Perjalanan hidup masing-masing tokoh dengan garis tangan yang sudah ditakdirkan. Kisah rumit yang memiliki penyelesa...