Bab 8 : Kebersamaan

142 29 6
                                    

Ivona bersandar di kepala ranjang dengan ponsel berada di tangannya. Jam menunjukan pukul delapan lewat tiga puluh tujuh malam. Ravid tidak jadi menginap, pemuda itu memilih pulang. Tinggalah ia sendiri di kamar ditemani sinar dari lampu yang seharusnya sudah ia matikan dan bergegas tidur. Namun, ia memilih menatap ruang chat di ponselnya.

Saat ini, gadis itu sedang memikirkan kata apa yang hendak dikirimkan untuk Om Ganteng yang ia temui di minimarket tadi. Ia menutup aplikasi chat itu dan membuka memo. Ia berencana mengetik di sana, baru mengirimkannya.

“Malam, Om? Om? Jangan, jangan, nanti gak diladenin. Hm,” Ivona berceloteh pada dirinya sendiri. “apa Vo harus bohong? Tapi tentang apa? Apa ya? Ish.”

Ivona merubah posisinya menjadi tiduran. Ia meletakan ponselnya di sisi kanan kepalanya. Lalu kembali merubah posisinya menjadi miring. Ia ambil ponsel dan menutup memo, kembali membuka ruang obrolan yang belum ada pesan apapun.

“Oke. Tenang, jangan gegabah.”

Ivona mulai mengetik dengan mulutnya yang bersuara mengikuti apa yang ia ketik. “Malam.”

Kirim.

Ivona menatap cemas pesan yang sudah ceklis dua. Ia mengunci ponselnya dan mendekapnya di depan dada. Matanya memperhatikan jarum jam di dinding yang berdetik sangat lama. Ia memutuskan membuka ponselnya, namun panggilan masuk di ponselnya membuatnya terlonjak.

Id caller “Om Ganteng” terpapar. Ia menatap nama itu, lalu menjawab panggilan masuk tersebut. “Siapa ini? Dapat nomor saya darimana?”

Ivona mendengar nada tak senang dari pria itu. Ia menggigit bibirnya, lalu berucap, “Halo?”

Halo? Saya gak butuh ‘halo’ kamu.”

Ivona menghela napas, ia nampaknya memang harus berbohong. “Aku dapet nomor kamu dari ibu kamu.”

“Ibu? Kamu kenal ibu saya?”

“Ya?” Ia menyahut tak yakin.

“Siapa nama ibu saya?”

Ivona mengerjap mendengarnya. “Kamu lupa nama ibu kamu sendiri?” tanyanya sangsi, Masa sih Om Ganteng itu lupa?

“Itu pertanyaan untuk kamu. Saya tentu tahu nama ibu saya. Jawab, siapa nama ibu saya?”

Ivona memejamkan mata. Ia memilih nama yang tepat di otaknya. Rani? Khansa? Dani? Sekar? Ira? Tania? Ia cemberut tak tahu harus menjawab apa.

“Saya menunggu.”

“Putri.”

Hening lama.

Ivona menunggu dengan berdebar. Lalu bunyi sambungan telepon terputus membuatnya menjerit kesal. Ivona menatap ponsel yang terkunci oleh pola. Ia membuat pola ceklis kemudian terpampang jelas obrolan yang tadi ia kirim mendapat balasan.

Siapa nama kamu?

Ia mengetik balasan.

Taleetha

Umur?

Ivona memikirkan, ia harus berbohong ya? Tidak mungkin ia mengatakan jika ia baru berumur enam belas tahun. Alhasil, pilihannya jatuh pada tanggal hari ini.

23
Kalau om umur berapa?

Om? Masih 28, belum tua banget!

Ivona membandingkan dengan umurnya sendiri. “Enam belas, dua puluh delapan? Dua belas tahun?!” Ia menutup mulut tak percaya, “Vo, umur bukan masalah. Oke?” Ia menenangkan diri sendiri.

Watch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang