𝙳𝚄𝙰 𝙿𝚄𝙻𝚄𝙷 𝙳𝚄𝙰

1.8K 395 69
                                    

Soobin tau, semua yang dilakukannya akhir-akhir memang salah. Tapi ia terpaksa. Terpaksa. Ingat itu. Ia terpaksa berbohong pada Lia, sahabat masa kecilnya sendiri. Orang yang paling mempercayai nya sejak lama.

Andai, jika Lia tau perasaannya, dan tidak memilih Hyunjin, Soobin mana mungkin akan melakukan ini semua. Sekarang, ia menjadi orang yang egois. Orang yang sangat ingin menginginkan Lia.

Entahlah, rasa ingin memilikinya begitu besar dan ia tidak tau apakah ini yang dinamakan obsesi?

Soobin tidak mau jika Lia lebih memilih orang lain yang jelas-jelas dulunya bukan siapa-siapa. Seperti, Hyunjin, mungkin?

"Soobin-ah, kenapa kau diam saja?"

Soobin menoleh pada Lia yang duduk di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada di sungai Han. Tempat kesukaan mereka dari kecil.

Soobin tersenyum, kemudian menggeleng.

"Tidak, memangnya kenapa? Kau ingin aku berbicara panjang lebar? Bukankah kau benci jika aku cerewet?" Tanya Soobin.

Lia menghela napas. Kemudian matanya memandang ke langit.

"Iya, aku benci. Jadi jangan bicara."

Soobin tersenyum. Lihat, ia sangat tau apa yang dibenci oleh Lia.

"Kenapa hidupku menjadi seperti ini? Kenapa aku tidak bisa memiliki Hyunjin?"

"Mungkin dia bukan takdirmu."

"Benarkah? Tapi aku sudah berusaha meyakinkannya untuk menjadi jodohku lewat ramalan-ramalan yang aku buat sendiri," jelas Lia.

Soobin berdecak. "Kau itu cinta atau obsesi padanya?" Tanya Soobin kemudian.

"Aku cinta, tentu saja. Bahkan sangat cinta. Obsesi? Iya benar, aku sangat terobsesi untuk memilikinya. Aku jatuh cinta pada Hyunjin, dan aku ingin memilikinya," jelas Lia.

Obsesi?

Ah, sekarang Soobin tau. Ternyata ia sedang terobsesi pada Lia.

"Kau tidak bisa melupakannya? Apa kau tidak tau ada orang yang lebih mencintaimu daripada Hyunjin yang kau tak tau perasaannya terhadapmu?"

Pertanyaan Soobin membuat Lia menoleh.

"Memangnya ada? Siapa?"

"Yang paling dekat denganmu tentunya, aku tidak bisa memberitahu."

"Yang paling dekat?"

Lia mencoba berpikir, bahkan berpikir keras. Siapa orang yang dimaksud oleh Soobin?

"Ah, tidak tau. Yang jelas aku tidak akan menyukainya, karena orang yang sangat dekat denganku sudah ku anggap keluarga sendiri, mana mungkin keluarga menikahi atau berpacaran dengan keluarga sendiri," balas Lia. Jawaban yang diberikannya langsung menusuk hati Soobin.

Jadi, Lia menganggapnya keluarga?

Lia tidak akan jatuh hati padanya hanya karena sudah dekat dan dianggap bagian keluarga?

Soobin mengepalkan tangannya diam-diam.

"Bagaimana pun, kau harus menjadi milikku, Lia. Aku tidak akan membiarkanmu dekat dengan Hyunjin."

Sanhee menyandarkan kepalanya ke jendela bus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sanhee menyandarkan kepalanya ke jendela bus. Saat ini, ia dan Hyunjin sedang berada di dalam bus untuk pulang.

Di langit sana, bintang-bintang berhamburan. Sangat terlihat indah di mata Sanhee.

"Bintang, boleh aku memintamu satu?"

"Kau ingin bintang?"

Celetukan itu membuat Sanhee menoleh. "Eoh?"

"Kau ingin bintang untuk apa? Mereka itu panas."

"Biarkan saja, mereka indah. Kalau bisa, aku akan mengambil banyak bintang untuk diberikan pada galaksi ku," balas Sanhee.

"Memangnya kau punya galaksi sendiri?"

"Untuk sekarang tidak, tapi aku sedang berusaha mendapatkan galaksi ku itu."

"Oh, orang yang kau suka itu galaksi mu?"

Sanhee mengangguk. "Tentu saja dia."

"Kenapa kau menamainya galaksi? Apa karena kau menyukai dunia astronomi?"

"Eum, mungkin. Tapi aku menyebutnya galaksi karena matanya itu sangat indah." Mata Sanhee kembali melihat ke langit malam. "Sangaaattt indah sekali. Aku seperti sedang melihat jutaan bintang yang bisa membentuk galaksi."

Tak

"Aws!"

Sanhee mengelus kepalanya yang baru saja dijitak oleh Hyunjin.

"Jangan terlalu cinta, nanti kau jatuh."

[✓] GALAXYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang