6. Perempuan di Kegelapan

3.2K 148 24
                                    

Hai readers, terima kasih kalian sudah mau menunggu update cerita ini. Mohon maaf belum bisa konsisten waktunya. 🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Kritik dan saran juga boleh. Follow me, lebih oke. 😁

Happy reading.


Kuseka keringat sebesar biji jagung di dahi. Masih teringat jelas bayangan mimpi yang baru saja kualami.

Ya Tuhan, mimpi itu seperti nyata. Misteri apa sebenarnya di balik tenggelamnya Raka? Firasatku mengatakan, Raka masih hidup. Entahlah, feelingku begitu kuat.

Aku termenung sesaat, baru menyadari sejak di mobil pak Oman tadi, belum memeriksa ponsel sama sekali. Juga belum mengabarkan pada pak Warno, bahwa kami telah sampai di lokasi KKN.

Semula pak Warno akan turut ke tempat tujuan KKN kami. Namun mendadak ada panggilan dari rumah yang mungkin sangat penting hingga pak Warno memilih tidak ikut. Dia berkata akan menyusul jika urusannya sudah selesai.

Sebelum pergi, pak Warno sempat menunjukku sebagai ketua di kelompok kami.

"Tapi, Pak ...," kilahku, merasa tak sanggup didapuk menjadi ketua.

"Sudah jangan pakai tapi segala. Saya percayakan sama kamu, kamu pasti bisa mengemban tanggung jawab ini," pungkasnya.

Aku menghela napas. Maafkan saya, Pak. Ternyata belum sehari saja, saya sudah gagal menjadi pimpinan kelompok.

Setelah mengaktifkan kembali ponsel yang selama di perjalanan sengaja kumatikan, tak ada notifikasi yang masuk sama sekali. Aneh, pikirku. Ternyata signal di tempat ini kurang bagus. Di layar ponsel hanya tertera tulisan H dan sesekali berubah E.

Aku mencoba menggeser tempat duduk, berharap berpengaruh pada perubahan signal, tapi ternyata tidak terlalu membuahkan hasil. Akhirnya kuurungkan niatku menghubungi Pak Warno dan kembali menyimpan ponsel ke dalam tas.

Sebelum menyimpannya, sempat kulirik jam di layar 5 inchi itu. Waktu menunjukkan pukul satu dini hari.

Aku pun memilih kembali tidur di atas lantai ubin beralas selembar tikar pandan, bersebelahan dengan Kenzo yang sepertinya sedang mimpi indah. Dia benar-benar lena dengan dunia mimpinya, hingga teriakanku saat terbangun tiba-tiba, tak menggugahnya sama sekali.

Ketika kedua mataku belum benar-benar terpejam, sayup-sayup kudengar suara seorang perempuan menembang dari kejauhan. Tak bagitu jelas, hanya yang kudengar suara, na ... na ... na .... mirip sebuah lagu anak-anak yang tak asing di telinga. Semakin lama suara itu terasa semakin mendekat.

Sial, bulu kudukku meremang. Tiba-tiba saja memori otakku mengingatkanku pada masa kecil dulu. Pada sosok perempuan misterius yang kerap diceritakan nenek dan juga orang-orang di kampung kala itu. Mungkinkah itu Narsih?

Aku berusaha keras untuk tidak mempedulikan suara itu dengan menyumpal telingaku dengan kedua tangan yang kuganjal dengan jaket. Tapi suara itu tak kunjung lenyap di otak kepalaku.

"Ken, Ken. Bangun, Ken." Kutepuk-tepuk pelan lengan Kenzo yang tidur dengan posisi miring melingkar membelakangiku. Dia hanya berdehem sebentar, lalu kembali tidur.

Aku putus asa dan memilih memberanikan diri mengintip pada celah dinding penyekat yang terbuat dari anyaman bambu.

Kornea mataku mulai liar mengelilingi sekitar jangkauan pandang. Hanya keremangan malam yang disorot cahaya redup bulan purnama. Sesekali kulihat dedaun bergoyang diterpa angin malam yang menelusuk hingga ke tengkukku. Seperti mengerti jika ada yang memperhatikan, suara itu pun lenyap.

Aku sedikit lega, rasa penasaranku yang menimbulkan ketakutan telah terobati. Aku memastikan bahwa semua hal ganjil yang baru kualami hanyalah terbawa perasaan takut saja.

Baiklah, mulai besok aku berjanji akan fokus pada tujuanku ke desa Lembur Hideung, yaitu KKN. Di samping itu, aku juga tetap akan meneruskan pencarian Raka dengan bantuan pihak berwajib.

"Wuaaaaa!"

Aku terperanjat mendengar suara perempuan berteriak. Semula aku menyangka itu adalah halusinasiku saja, tapi ternyata tidak. Buktinya Kenzo sampai ikut terbangun dari tidurnya.

"Lo denger juga?" tanyaku pada Kenzo yang masih terlihat bingung.

Beberapa detik kemudian, dia mengangguk. "Iya, gua denger," ucapnya pelan. "Nayara! Jangan-jangan itu suara Nayara!"

Kenzo secepat kilat beringsut dari tempat tidur, tanpa menghiraukan keberadaanku. Aku pun bergegas menyusulnya.

***

"Nayara!" teriak Kenzo sembari berlari keluar rumah, mengejar Nayara yang duduk dibawah pohon.

Wajah Nayara terlihat pucat, dan dia seperti kesulitan bicara saat Kenzo bertanya kenapa dia ada di tempat itu.

Kemudian Kenzo memapahnya ke dalam rumah dan mendudukinya di kursi kayu, di ruang tamu. Di sana sudah ada pak Harun yang berdiri mematung menatap kami. Lalu ia beranjak ke dapur dan kembali dengan segelas air putih yang disodorkannya pada Kenzo.

Kenzo memberikan gelas itu pada Nayara yang langsung diteguk hingga tinggal setengah gelas. Napas Naya yang semula tak teratur, kini berangsur stabil.

"Gua liat perempuan di luar sana. Dia ngedeketin gua, terus melototin gua. Serem banget, Ken ...."

Aku terbeliak mendengar kalimat Naya. Apa mungkin perempuan itu adalah perempuaan yang sama, yang kudengar suaranya ketika menembang?

Sekalian promosi 😁

Aku Tahu Kau Melihatku, bisa dipesan di Penerbit Guepedia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku Tahu Kau Melihatku, bisa dipesan di Penerbit Guepedia. Stok di penulis saat ini tinggal 1 eksp, jika berminat bisa inbok. 🤗

N A R S I HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang