Tringgg
bel istirahat berbunyi, membuat seluruh murid SMP 3 kejora mengakhiri pembelajaran nya dengan penuh bahagia. seperti halnya tiga manusia yang tengah bernapas lega karena berakhir sudah pelajaran yang menerapkan sistem hitung menghitung itu, siapa lagi mereka kalau bukan afa, ara, dan aca.
Setelah memberikan salam kepada Ibu Guru. mereka bertiga berencana pergi menuju kantin untuk membeli minum, sepanjang jalan mereka bercanda gurau, tidak jarang orang yang melihat nya ikut tertawa karena ulah mereka bertiga.
Di pertengahan jalan menuju kantin, afa menghentikan pergerakan kaki nya yang sedari tadi berjalan, kedua temannya yang melihat itu menatap afa bingung.
"Kenapa berhenti fa?"tanya ara.
"Hooh,"ucap aca mengiyakan pertanyaan Ara.
Afa masih terdiam, ia bingung harus menjawab apa, ia ingin mengatakan sesuatu kepada temannya, tapi ia tidak ingin merusak suasana bahagia ini.
Dengan keberanian yang ia siapkan sedari tadi, afa mulai membuka suaranya.
"Gue mau bicara sama kalian,"ucap afa sambil menghirup napas banyak-banyak,"lulus ini gue masuk pesantren, ujian nasional satu Minggu lagi, dua hari setelah ujian kata nya kita langsung acara pengukuhan kan?itu berarti...."afa tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya. Air matanya jatuh satu persatu, membasahi kulit putih mulus nya.
Ara dan aca tanpa meminta izin sontak langsung memeluk afa.
"Kenapa lu baru bilang sama kita?"tanya ara sambil menangis.
"Hooh fa, kenapa lu baru bilang, satu Minggu lagi fa, itu ga lama,"ucap aca ikut menangis.
Mereka bertiga beranjak menuju taman, hilang sudah pikiran mereka untuk pergi ke kantin, rasa haus mereka tergantikan rasa sedih.
Ketika mereka sudah sampai di tempat tujuan, afa menceritakan semuanya secara detail.
"Gue tau om Ferdi gimana fa, kalo Lo bilang gajadi pasti om Ferdi nurut apa kata lo,"ujar Aca sambil menyeka rambutnya yang tertiup angin.
"Iya fa, gue setuju sama aca,"ucap ara membenarkan perkataan aca lalu mengangguk ngangguk.
Afa menghelas napas sebentar.
"Gue tau, tapi gue mau ayah bahagia ra, ca,"ucap afa lirih,"ayah gapernah minta apa-apa dari gue selain jadi anak yang baik, maka nya gue ga ambil pusing langsung iya aja sama tawaran ayah, tapi gue juga ragu sama keputusan gue sendiri,gue takut gue gabetah, terus gue berhenti, sama aja gue buang-buang duit orang tua gue, lu pada tau kan gue kaya gimana,"ungkap afa diiringi air mata yang mengalir secara perlahan.
"Pikirin baik baik dulu keputusan Lo fa, gue yakin, apapun itu keputusan Lo, itu pasti yang terbaik buat Lo,"ucap aca sambil menepuk-nepuk pundak afa.
"Kalo nanti keputusan Lo tetep masuk pesantren. gue doain lo moga ga betah ya, biar kita bertiga satu sekolah lagi,"lanjut aca tersenyum tanpa beban apapun.
"Malaikat mendadak jadi setan ya lu ca, gue udah adem denger ucapan Lo yang pertama, berasa pengen muji muji lu gue,"seru ara berkacak pinggang,"temen bukan nya di doa in yang baik-baik malah di doa in yang enggak-enggak,"tambahnya lagi.
"Nih ya ra, gue tu ngikutin apa kata hati gue, hati gue gamau kepisah sama afa, ya gue doain aja afa nya moga ga betah,"jelas aca tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Whatever aca!!whatever,"teriak ara nyaring membuat tatapan orang teralihkan pada nya.
Afa tertawa melihat tingkah laku kedua sahabatnya itu, ia tidak ingin kehilangan sahabatnya, ia tidak ingin berpisah dengan sahabatnya, ia tidak yakin bisa mendapatkan teman seperti Ara dan aca lagi.
Bel masuk sudah berbunyi. ketiga nya berlari menuju kelas seakan-akan itu adalah perlombaan.
***
"Kita mampir ke cafe dulu yu,"ajak ara,"sekaligus ngabisin waktu bertiga seharian gitu.pulang dari cafe baru kita kerumah afa,toh rumah kita adep adepan juga,"lanjutnya.
"Nah setuju. sekalian mau liat cogan-cogan di SMA,"
"Mata gue butuh refreshing,"tutur aca sambil membenarkan poni-poni rambutnya.
Afa dan Ara yang mendengar itu langsung memasang ekspresi ingin muntahnya.
Setiba nya mereka di depan gerbang,mereka langsung memasuki mobil yang sedari tadi menunggu mereka, kemudian mobil yang di kemudikan oleh sopir pribadi Ara itu berjalan menyusuri indahnya kota Bandung menuju cafe dekat SMA itu.
Umur mereka belum cukup untuk mengemudi mobil, oleh karena itu ayah ara belum memberikan izin untuk Ara mengemudikan mobil, walaupun Ara lihai dalam mengemudi, ayah ara tetap kokoh tidak mengizinkan Ara untuk mengemudi, kecuali ia telah lulus SMP dan menginjakan kaki ke jenjang SMA.
Sepanjang jalan mereka isi dengan kegiatan bernyanyi, bercanda gurau dengan sopir pribadi Ara, dan tidak lupa juga mereka mengabadikan momen nya dengan ber selfie.
Mereka terkejut karena mang Adi yang diketahui sebagai sopir pribadi Ara itu menghentikan mobil secara mendadak. membuat kepala mereka menubruk jok mobil, untungnya empuk.
"mang Adi kenapa berhenti tiba-tiba si,"ucap Ara sambil mengelus-elus jidatnya.
"Hooh ih mang adi, sakit jidat aca tau, untung ga benjol,"ujar Aca,"mau ketemu cogan ni mang, mesti cantik,"sambung nya dengan cengiran khas nya.
"Neng afa ga ikut protes neng?"tanya nya pada afa dengan wajah khas nya. bukannya menjawab pertanyaan ara dan aca, ia malah bertanya balik.
"Ga mang. amang kenapa berhenti mendadak mang?"ucap sekaligus tanya afa.
"Jadi gini neng!"ucap mang abdi sambil memukul setir mobil, sehingga menciptakan bunyi klakson yang nyaring.
Sontak ketiga nya terkejut. lalu mengelus ngelus dada.
"Kita harus foto ber-empat neng, biar saya upload di Instagram, fans-fans saya selalu neror saya kalo satu hari aja saya ga ngepost apapun di Instagram,"lanjut mang Adi dengan penuh antusias.
"Ya ampun mang Adi,"seru ketiganya kompak.
"Kan mang Adi bisa bilang sama kita, biar nanti kalo dah sampe kita bisa foto ber empat,"ucap afa diangguki ara dan aca.
"Oh iya ya neng,"ucap mang Adi mengangguk-angguk an kepala.
"Berarti nanti fotonya kalo dah sampai?"tanya mang Adi.
"Iya mang adii!!"ucap ketiganya kompak.
Mang Adi mengangguk-angguk.
"Berangkattt,"ucap mang adi nyaring, kemudian melanjutkan perjalanan ke cafe dekat SMA.
Mereka bertiga geleng-geleng kepala melihat kelakuan mang Adi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku & Kenangan
Teen FictionAfa dan Jey sama seperti lainnya. Hubungan mereka sama seperti lainnya. Hanya saja, ujian mereka yang berbeda. Orang ketiga, beda agama, cinta segitiga, justru tidak menimpa mereka. Dan mereka? Sebuah ujian yang tidak pernah terpikirkan, bahkan tida...