Man

3.2K 28 0
                                    

Roni baru saja pulang dari kantor sore itu. Dia pulang lebih dini daripada kemarin-kemarin. Malah Farah yang belum pulang sekarang. Jajaran rektor sedang ada rapat dengan Dewan Pengawas Kampus dan kemungkinan Farah baru akan pulang sekitar jam 7 malam. Roni mengirim pesan kepada Farah, menanyakan apakah dia perlu dijemput atau tidak. Belum dijawab. Citra sedang menggambar di kamar. Ketika Roni menghampiri dan menanyakan apakah dia sudah makan, Citra menjawab bahwa dia baru makan tadi siang. Roni juga belum makan. Dia berniat membeli makanan sekalian menjemput Farah nanti. Sekarang dia mau istirahat dulu. Setelah berganti baju, Roni bersender dan duduk di kursi ruang kerja sambil menyelonjorkan kaki ke meja. Lega pikiran Roni setiap kali bisa sampai ke rumah setelah habis bergumul dengan segala macam tetek bengek perusahaan. Dia menyetel musik dari komputer untuk memperindah suasana hati.

Tiba-tiba Roni ingat sesuatu. Besok sore Farah akan periksa ke rumah sakit. Dia jadi ingat sesuatu hal selain harus mengantarkan Farah. Roni kesal memikirkan hal tersebut. Kalau Farah tidak berterusterang mungkin ini nanti akan jadi bagian dari rutinitas biasa seperti seharusnya sebelum-sebelum malam itu. Entahalah, walau sebagian dari hati Roni menyatakan dia seharusnya bersyukur Farah bisa berterusterang. Sekarang Roni jadi sering khawatir. Benar-benar khawatir. Roni berusaha percaya diri tapi dia tahu dia jadi sangat gugup. Pertama kali Roni merasakan trust issue dengan seseorang, yaitu satu-satunya belahan hatinya selama ini, Farah. Yang membuat Roni kesal adalah rasa rendah diri miliknya yang sekarang menyeruak terus jika teringat perkataan Farah bahwa dia membanding-bandingkan Roni dengan Alex. Betapapun dia berusaha menutup mata, ada fakta menyakitkan terselip di otak Roni. Alex memang pria yang lebih unggul dari pada dirinya.

Farah tak bilang apa yang dia pikirkan, bandingkan, atau bayangkan dengan Alex. Bukan berarti Roni tak bisa menebak. Dia tahu persis Alex memilki fisik yang lebih bagus dari punyanya. Saat Roni datang pada pertemuan pertama dan kedua ke rumah ini dia mengenakan kemeja kerja yang sangat ketat. Roni tahu Farah juga bisa melihatnya. Dari perut sampai dada. Juga otot dengan lengan. Semua bagian tubuh Alex menawan. Belum bagian yang pertama dilihat seseorang ketika pertama kali bertemu, wajah. Wajah Roni boleh dibilang tampan, tapi bagi Roni sendiri tampan dari tampangnya adalah tipe tampan "karakter cowo culun yang diperankan aktor anggota boyband remaja." Sementara Roni harus mengakui bahwa ketampanan tampang Alex adalah tipe tampan "patung dewa yunani dan romawi kuno." Dagu Alex runcing, padat, dan kuat. Alex memiliki hidung mancung sedikit dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dengan wajah yang ciamik ber-facial bones apik ala cowo eropa. Tulang pipi Alex kekar. Semua itu ditambah sorot mata yang indah sehingga menghasilkan wajah indah bak dipesan dari langit. Dari semua itu, Roni paling benci ketika harus mengingat bahwa Alex berpostur lebih tinggi dari dirinya. Ketika pikiran yang mengingatkan gerangan tersebut muncul, seakan-akan itu sebuah pukulan pamungkas dari gada yang dari tadi terus menghujam dada. Roni iri dengan semua itu. Alex adalah pria yang sejadi-jadinya pria. Sementara dia? Bukan apa-apa. Seberapapun keras perjuangannya setelah mencapai umur dewasa untuk terus berbenah, memperbaiki, serta menjaga badan, seakan-akan tetap tak mampu --jangankan menandingi-- menyamai badan si dokter muda yang mungkin sudah dicetak begitu saja sejak dia lahir.

Dengki Roni semakin timbul ketika ingat bahwa Roni datang ke rumahnya dengan sebuah chevrolet mewah. Seakan-akan Alex mau mempermalukan Roni dengan memamerkan mobil yang lebih baik, lebih bagus, dan lebih mahal dari apa yang dimiliki dia. Yang lebih membuat Roni kesal adalah pikiran ngacau kalau Alex membawa mobil tersebut untuk unjuk kepada istrinya. Menampilkan diri sebagai pria yang bukan hanya lebih unggul dalam fisik, tapi juga lebih unggul dalam materi. Memikirkan itu membuat Roni mual bukan kepalang. Roni terasa mau menjedukkan kepala. Alex membawa motor ducati ketika pertama kali datang ke rumahnya. Benar-benar bajingan. Roni berharap Farah tidak membandingkan ini ketika berfantasi sebab ia tidak bisa mengendarai sepeda motor. Alex datang ke wilayah kekuasaan Roni dengan kesan menantang kejantanan dirinya. Lama-lama Roni ingin berteriak, sebuah kebiasaan yang ia miliki ketika sedang kesal. Lagipula dia sudah lama tidak berteriak bila dia coba ingat kembali. Napas Roni kacau. Maskulinitas yang ada pada raganya seakan-akan pudar, digantikan iri, dengki, dan rendah diri. Dia merasa gagal sebagai pria. Dia skeptis mampu mempertahankan habitatnya dari pejantan yang lebih tangguh. Pejantan alpha. Roni sadar sejak dulu dia bukanlah seorang pria alpha.

Sejak menikah dengan Farah, tentu hal itu tak terlalu dipikirkannya. Dia sudah menjadi seorang suami dan seorang ayah. Dia merasa sudah berhasil menjadi seorang pria. Dia punya wanita yang mencintai dan menerima segala kekurangannya apa adanya. Sekarang Roni khawatir apakah Farah masih bisa begitu bila dia bilang dia sering memikirkan Alex. Roni memang tak pernah mengungkit lagi perkara fantasi sejak pengakuan bersama mereka seminggu lalu. Roni ingin Farah percaya bahwa dia memercayai Farah seperti Farah memercayai dirinya tak akan berselingkuh sekalipun ada ratusan wanita dia fantasikan ketika pikiran sedang nganggur. Kenyataannya Roni takut. Roni juga takut kalau Alex macam-macan dengan istrinya. Tentu mudah bagi Alex bila ingin menggoda istrinya karena Farah juga menyimpan nafsu kepada si dokter muda. Dipikir-pikir lagi oleh Roni, mungkin malah mudah bagi Alex untuk menggoda semua wanita yang diinginkannya. Alex pria alpha dan sempurna. Ciptaan Tuhan yang membuat bangga Sang Pencipta itu sendiri.

Tiba-tiba hapenya bergetar. Ada pesan masuk dari Farah. Farah bilang kalau dia akan pulang sendiri karena dia tak bisa memastikan rapatnya akan selesai jam 7 dan bila harus menelpon mendadak saat sudah selesai, jalanan menuju Universitas biasanya akan macet saat malam dan akan lebih lama lagi bagi Farah untuk menunggu. Dia juga bilang kalau tak mau membuat Roni datang dan menunggu sampai rapat yang tidak pasti kapan akan selesai itu berakhir. Roni membalas pesan Farah dengan menanyakan kembali keyakinan Farah untuk tidak dijemput karena sebenarnya dia juga mau keluar untuk membeli makanan buat Citra. Farah membalas pesan Roni dengan saran dia pergi saja membeli makanan untuk Citra sekarang daripada nanti Citra kelaparan. Tidak perlu lah menunggui Farah. Roni mengiyakan. Dia akhirnya pergi untuk membeli makanan. Di jalan ada keraguan perlahan-lahan menyelemuti benak. Farah biasa pulang sendiri dengan angkot atau ojek online. Tidak menutup kemungkinan kalau dia meminta orang lain untuk menjemputnya. Roni menampar wajahnya yang mulai memucat dan mencoba tak memikirkan yang tidak-tidak lebih jauh. Bisa gila dia.

Sekitar lima belas menit sejak dia pergi, Roni sudah kembali lagi ke rumah membawa iga gepuk untuk dia, Citra, dan Farah. Tanpa disangka-sangka Roni, ternyata Farah sudah pulang ketika dia sampai ke rumah. Perasaan heran, bingung, kaget, dan curiga berusaha Roni tutupi dari wajah. Farah mengatakan, beberapa saat setelah dia menghubungi Roni, Rektor memutuskan untuk menunda beberapa diskusi yang diajukan sidang dan meminta diselesaikan di lain hari. Karena takut Roni ternyata sudah pulang lagi setelah membeli makanan sehingga menyebabkan dirinya mesti bolak-balik kalau harus menjemput Farah, membuat Farah mengambil inisiatif untuk langsung saja pulang setelah rapat berakhir tanpa menghubungi Roni. Ketika Roni menyinggung sedikit (tanpa nada curiga) tentang betapa cepat Farah sampai ke rumah, Farah beralasan bahwa saat itu tanpa ia perkirakan keadaan jalan ternyata sedang sangat lowong, entah mengapa, sehingga dia bisa lebih cepat sampai ke rumah. Roni menanyai kendaraan yang ia tumpangi untuk pulang dan Farah memberi jawaban seperti biasa, angkot. Roni entah mau percaya atau tidak kepada sang istri. Mereka lanjut makan dan Farah tidur duluan setelah itu. Duduk di kursi ruang kerjanya, Roni menengadahkan kepala. Dia takut Farah harus pergi ke rumah sakit besok dan bertemu Alex.

Tapi mau bagaimanapun juga Farah membutuhkan pengobatan dan pemantauan yang rutin. Sebelum memeriksakan kesehatannya, memang Farah sering sesak napas, batuk-batuk kering, dan dadanya merasakan nyeri yang dalam. Dia sampai hilang napas hingga pingsan beberapa kali. Farah selalu mengira kalau dia hanya punya asma biasa sebelum itu. Syukur, setelah mendiagnosis penyakit tersebut dan diberi obat-obatan, Farah belum pernah kambuh lagi sepengetahuannya. Farah memang kadang masih mengeluh bahwa dadanya nyeri dan sesak. Untung nyeri dan sesak tersebut tak separah dulu. Semua itu tentu berkat bantuan dari dokter yang direkomendasikan banyak kenalan Roni di kantor sebagai dokter paling terbaik dan terpercaya di kota ini. Dia sendiri yang meminta dan membayar dokter tersebut untuk menjadi dokter pribadi Farah sepanjang proses penyembuhan berlangsung. Sampai kista yang menempel di paru-paru Farah musnah. Roni tahu penyakit Farah serius dan dia butuh bantuan terbaik untuk mengatasi penyakit sialan itu. Fuck. Mulai saat ini Roni harus mencurahkan perhatian lebih supaya ibu dari si putri kecil selamat dari penyakit serta tak direbut oleh pejantan pesaing yang mengancam teritori kekuasaannya. Pria yang membuat Roni minder dengan maskulinitas yang ia miliki. Seorang lelaki yang harus Roni akui lebih pria dibanding dirinya.

Cheating is (Not) a SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang