10

104 4 0
                                    


Alan segera berlari ke kelas xi IPS 2, dan akhirnya mendengus lega setelah menemukan gadis yang ia yakini berada disini.

Hari ini adalah jadwal latihan voly devan, jadi alan menggunakan kesempatan ini untuk menemui faza, dia ingin menyampaikan sesuatu.

Alan tanpa sadar tersenyum kecil melihat faza sedang serius menyalin catatan sejarah nya. Dia sudah hapal betul kebiasaan faza saat pulang sekolah, yaitu menunggu kelas sepi.

Entah menyalin catatan seperti sekarang, melengkapi tugas, atau hanya sekedar duduk melamun merutuki masalah. Dulu alan lah yang selalu menemani cewek itu sampai puas berdiam diri di kelas.

Walaupun yang pasti, akhir-akhir ini sudah tidak lagi. Karena kehadiran devan ditengah mereka benar-benar membuat hubungan ini berantakan.

Alan duduk di samping bangku faza tanpa permisi, membuat cewek itu tersadar, sempat mendongak, lalu kembali fokus menulis meski dia masih terkejut dengan kedatangan alan.

Tiba-tiba faza merasakan sesuatu yang dingin mengusap keningnya.

Tisu basah?

"Eh?",

"Habis kesentuh bibir angsa, biar ilang kumannya",

Faza tidak bisa untuk tidak tersenyum, "devan angsa?",

"Angsa bisa, sapi bisa, penikung pun juga bisa",

Faza menggigit bibir bawahnya.

"Lo kenapa belum pulang?", tanya faza mengalihkan topik.

"Buktinya masih disini",

"Emang abel mana? Biasanya pulang sama dia kan?",

"Emang", jawab alan dengan enteng.

Faza tersenyum miring, "secepet itu lo deket lagi sama cewek lan?",

Alan melongo, tidak habis pikir.

"Gausah berusaha mojokin gue, za. Lagian gue nggak bakal kayak gini kalo lo nggak kayak gitu",

"Devan beda urusan, lan",

"Beda dimananya?",

"Lo kan tau dia cuma temen gue?",

"Temen? Lo nggak usah pura-pura nggak tau kalo devan mulai suka sama lo, za",

"Tapi gue maunya sama lo",

Alan memicingkan mata mendengar ucapan faza barusan, yang menurutnya terdengar sangat ganjil.

"Gausah seolah bertahan sama gue kalo ternyata lo juga mulai ngasih ruang ke devan",

"Sebenernya tujuan lo kesini apasih?! Mau lo apa?", mata faza mulai berkaca, air mukanya terlihat kesal.

"Kita nggak bisa lama-lama kayak gini, za. Gue nggak minta lo milih antara gue sama devan, tapi kalo emang lo nggak bisa ngelepas devan, biar gue aja yang ngelepas lo",

Faza diam, tidak bisa menjawab. Dia masih ingin alan disini, tapi juga tidak rela jika devan pergi.

Cewek itu menatap alan, berusaha mencari sedikit harapan untuk membuat semua ini tidak berakhir.

Alan menepuk-nepuk lembut puncak kepala faza.

"Za, ini emang udah yang terbaik. Gue akan mundur buat devan. Terimakasih pernah ada",

~~~

Nu menggelengkan kepala geli mengingat kejadian tiga tahun lalu saat pertama bertemu bila. Dengan kecerobohan cewek itu, salah masuk mobil malah ke mobil Nu.

pelikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang