Bab 2. One Step Ahead

309 20 0
                                    

"Rumaishaaa.. cepat.. hampir saja kamu terlambat!! Ayo lekas. Klien kita sudah datang!" Mbak Ika langsung menyambutku dengan heboh saat baru sepersekian detik aku menapakkan kaki dalam ruangan kantor.

"Maaf mbak..maaf mbak.. tadi agak macet sedikit tadi di jalan"

"Iya..iya..udah nggak usah banyak alesan. Sekarang cepat kamu masuk ke ruang rapat tengah. Klien kita sudah menunggu. Untung saja tidak lama mereka menunggu"

Langsung kulangkahkan kaki menuju ruang rapat dengan langkah panjang-panjang. Kupeluk tas laptopku. Aku lumayan cemas. Di dalam ruang rapat, aku melihat klien-klien perusahaanku sudah duduk dengan manis. Ada sekitar 6 orang. Dengan sedikit terrgesa, aku pun membuka laptopku dan menyiapkan presentasiku. Ini ada presentasi super penting bagi perusahaanku. Nasib jabatanku ditentukan di sini. Apabila aku berhasil memenangkan tender ini, tentu kenaikan jabatan sudah ada di depan mata. Tapi kalau gagal.. Ooohh, tidak. Entah apa yang akan mbak Ika omelkan kepadaku.

Akhirnya dengan panjang lebar, kujelaskan konsep desain gedung convention centre yang telah kurancang. Lengkap dengan detail-detail lokasi, sistem listrik, sistem air, bahkan sampai konsep evakuasinya apabila terjadi bencana alam. Setelah sekitar 1,5 jam aku presentasi yang diselingi dengan tanya jawab, klien-klien ku tampak puas.

"Konsep yang bagus sekali, bu Rumaisha. Saya senang dengan ide-ide Anda yang tetap mempertahankan pohon-pohon di lahan itu dengan memasukkannya ke dalam konsep rancangan Anda. Dengan begitu, convention centre ini diharapkan akan tetap ramah lingkungan dan tidak merusak alam"

"Ya.. apalagi saya sangat terkesan dengan desain Anda yang bertema modern rustic. Ide yang out of the box. Cukup brilian. Kami mengapresiasi terobosan Anda."

"Betul. Memang sedikit ada kekurangan dalam konsep penyediaan air, Anda. But, It's not big problem. Anda bisa benahi itu dengan bertahap. And overall, your design is awesome."

Maa syaa Alloh.. hatiku yang kelabu sedari pagi tadi bagaikan disiram air es. Sejuuuukk sekali. Tak sia-sia aku lembur hampir sebulan demi proyek ini. Proyek yang mempertaruhkan masa depan jabatanku di perusahaan konstruksi ini.

"Terima kasih.. terima kasih sekali atas pujian bapak ibu sekalian. Saya berjanji akan benahi kekurangan-kekurangan dalam dalam desain saya"

"Oke..kami tunggu ide-ide brilian Anda selanjutnya" Pak Greg, seorang ekspatriat Jerman yang menjadi ketua klien, menutup rapat itu dangan sangat memuaskan. Lalu mereka berenam siap-siap untuk meninggalkan ruangan.

"Terima kasih, bu Rumaisha.." pak Greg berdiri dan mendekatiku. Diulurkan tangannya untuk mengajakku bersalaman.

Aku merasa canggung. Lalu kutangkupkan kedua tanganku di depan dadaku. Menandakan bahwa aku keberatan untuk bersalaman. Kulihat Pak Greg sedikit kaget.

"Maaf pak.. sebagai muslimah, saya tidak berjabatan tangan dengan laki-laki yang bukan mahram saya." Aku menjelaskan. Aku pun tak heran dengan reaksi pak Greg.

"Oohh..ya..ya.. no problem. Saya juga punya teman seperti Anda, yang tidak berjabat tangan dengan laki-laki. I respect your commitment."

"Iya..terima kasih atas apresiasinya"

"Kalau dengan saya, Anda mau bersalaman kan bu?" Bu Nita, klien saya yang lain mengulurkan tangannya. Nadanya sedikit menggodaku.

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan. [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang