Bab 6. Antara Harapan dan Kenyataan

212 17 2
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Itu tandanya jam kantor sudah selesai. Alhamdulillah.. aku pun sudah 35% menyelesaikan revisi proyekku. In syaa Alloh tidak sampai sepekan, aku akan menyelesaikan seluruh revisi yang dibutuhkan.

Yeeaaay..

Aku menggeliat ringan. Meluruskan tulang-tulang punggungku yang terasa kaku karena seharian bekerja di depan laptop. Kugelengkan leherku ke kanan dan ke kiri. Ada bunyi kreteek..kreeteek.. Ya Alloh.. pegal sekali rasanya.

"Pulang duluan ya Rum. Kamu pulang naik ojol lagi?" Laura menyapaku sambil menjinjing tas laptopnya.

"Oh iya, La. Kayaknya aku akan naik ojol seperti biasa..hehe.."

"Nggak minta dijemput sama suamimu aja, Rum?" Tiara menepuk pundakku dari belakang.

"Yaaah.. masa' kamu nggak tahu sih!? Tempat kerja suami Rumaisha itu kan beda arah sama kantor kita. Ntar malah muter-muter nggak sampai-sampai deh..hehe" Vindy nyeletuk.

"Oh iya ya.. ya udah yuk, turun bareng, Rum." Ajak Tiara.

"Iya Rum.. biar barengan turunnya." Sahut Laura di sisi mejaku.

"Okey sip.. bentar ya, aku cek ponsel dulu ya."

Saat kubuka ponsel, seketika aku sangat kaget!!! Ada beberapa pesan WA dari bang Rosikh yang semuanya belum kubaca!!! Astagfirullohaladzim!!! Ternyata aku telah mengubah ponselku menjadi silent mode sehingga aku tak sadar kalau ada notifikasi WA.
Kalau sedang bekerja, aku memang harus fokus. Jadi biasanya selain di-silent, ponsel juga kumasukkan ke dalam laci.

"Kenapa Rum?" Tanya Laura yang menyadari perubahan ekspresiku.

"Oohh..ohh..nggak..nggak apa-apa. Kalian duluan aja ya. Ini..aku mau balas WA suamiku dulu." Aku menjawab tergagap.

"Ooohh..okey kalau begitu. Kami duluan ya.." Tiara, Laura, dan Vindy berjalan beriringan menuju lift.

Setelah teman-temanku pergi, aku langsung cepat-cepat membuka ponsel.
Kubaca WA bang Rosikh satu persatu dari yang terbawah.

"Alhamdulillah kalau kamu sudah sholat. Jangan lupa makan ya.."

Maa syaa Alloh.. sejuk sekali hatiku menbaca pesan itu. Pesan itu dikirimkan pada pukul 13.20, tepat setelah aku selesai sholat Dzuhur.

Kemudian ada pesan lagi di pukul 13.42, berisi,

"Dek..abang sepertinya mau pulang cepat. Agak nggak enak badan. Kamu bisa pulang cepat juga nggak?"

Astagfirulloahadzim.. kepalaku bagai tersambar petir!! Pesan itu sudah terkirim 3 jam yang lalu, dan aku baru membacanya!?

Astagfirullohaladzim.. Astagfirullohaladzim..
Mulutku terus beristighfar..

Masih ada dua WA lagi dari bang Rosikh
WA ketiga dikirim pada pukul 14.27

"Dek..ini abang pulang ya.. kamu ati-ati kalau pulang"

Ya Alloh.. Ya Robb..

Dan WA terakhir langsung aku baca. Terkirim pada pukul 15.15

"Dek..ini abang udah sampai rumah. Kamu nggak usah khawatir. Jangan lupa sholat ya."

Astagfirullohaladzim.. kenapa.. kenapa.. kenapa aku tak mengecek ponselku dari tadi, Ya Robb!? Biasanya aku membuka ponsel pada waktu selesai sholat. Tapi pada saat selesai sholat Ashar tadi, aku lupa sama sekali dengan ponselku. Setelah makan-makan pesta ulang tahun, aku langsung sholat Ashar dan kemudian bergegas menghadap laptop. Berusaha menyelesaikan deadline secepat mungkin.

Tak terasa air mataku menggenang di pelupuk mata. Tak dapat kutahan lagi. Langsung ketelepon bang Rosikh hanya untuk sekedar menanyakan keadaannya. Keadaan suamiku tercinta..

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan. [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang