Bab 10 Sebuah Prinsip yang Tak Boleh Dilanggar

153 11 0
                                    

Aku tiba di rumah pada pukul 18.30. Rintik gerimis hujan menemani perjalanan pulangku. Aku ingat belum sholat Maghrib. Dengan segera, aku membayar taksiku lalu menghambur ke dalam rumah.

Namun, sebelum aku memasuki pintu, kuseka seluruh derai air mataku. Aku tak ingin bang Rosikh menemukanku saat sedang menangis. Walaupun usaha itupun percuma saja. Bekas-bekas air mata dan mataku yang sembab tidak dengan mudah dihilangkan begitu saja.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Mengumpulkan segenap keberanianku. Aku juga harus menyusun alasan yang benar dan masuk akal bila bang Rosikh menanyakan bekas air mataku.

Akhirnya setelah keberanianku terkumpul, aku memasuki pintu rumah. Kubuat sikapku biasa-biasa saja, seolah tak terjadi apapun. Padahal hatiku benar-benar kacau saat itu.

"Assalamualaikum.." kataku saat memasuki rumah.

"Waalaikumsallam.. kau baru pulang, Dek? Di luar hujan ya?" Jawab bang Rosikh.

"Iya bang.." aku berusaha sebisa mungkin bicara dengan suara normal. Aku pun memalingkan wajahku. Berusaha menyembunyikan mata sembabku.

"Bang.. aku sholat dulu ya.. tadi jalanan macet." Kataku mengalihkan perhatian.

"Iya.. sholat dulu sana. Setelah sholat, mandi, terus makan ya. Abang sudah buatkan nasi goreng."

"Iya.. makasih ya bang."

Dengan agak tergesa, aku mengambil air wudhu. Bersiap untuk sholat Maghrib. Saat sholat, ingin rasanya aku menangis sepuasnya. Menangis di hadapan Sang Pencipta. Mengadukan segala kegundahan hatiku. Kegundahan yang tak mungkin kuceritakan pada belahan jiwaku, bang Rosikh. Karena memang tak semua masalah bisa diceritakan kepada manusia. Hanya tawakal kepada Alloh-lah satu-satunya jalan dari banyak masalah yang dihadapi oleh anak-anak Adam saat hidup di dunia.

Namun, kutahan derai air mataku sekuat tenaga. Aku tak tahu lagi harus membuat alasan apa kepada bang Rosikh apabila ia menemukanku terisak-isak dengan merana. Kembali kulantunkan dzikrulloh dan istighfar dalam hati. Agar hatiku menjadi tenang kembali.

Selesai sholat, saat aku bersiap hendak mandi, tiba-tiba bang Rosikh memelukku dari belakang.

"Bang.. ada apa?" Aku tetap berusaha bicara dengan intonasi normal.

"Nggak apa-apa, dek. Kangen aja. Tidak boleh?" Jawab bang Rosikh.

"Bukan.. bukan seperti itu, Bang. Tentu saja boleh. Tapi Rum kan belum mandi. Masih bau. Rum malu.."

"Nggak ah.. kamu masih wangi kok.. Oh ya, kamu masih memakai minyak wangi ya?"

"Masih, Bang.. tapi hanya sedikit saja. Karena Rum kan kerja seharian, kalau tidak pakai minta wangi, tentu akan bau. Tidak boleh ya?"

"Tolong dikurangi untuk minyak wanginya ya dek. Kalau mau pakai, pakailah di badan saja. Bukan di baju dan kerudung. Lalu, carilah wangi-wangi yang lembut. Juga sedikit saja pakainya agar tidak menggoda lelaki lain."

"Begitukah, bang? Apakah wangi parfum pun juga bisa menggoda laki-laki?"

"Tentu saja. Sudah Abang ceritakan kan, bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa perempuan adalah aurat, ketika mereka keluar rumah, syaithon akan memperindahnya. Jadi ketika seorang perempuan keluar rumah, syaithon akan mengelilinginya dari atas, bawah, kanan, dan kiri sehingga ia tampak indah bagi kaum lelaki. Apalagi jika mereka menggunakan minyak wangi yang menyengat hingga tercium oleh kaum lelaki di sekitarnya. Karena Rasulullah juga pernah bersabda bahwa seorang perempuan yang menggunakan minyak wangi, sama halnya dengan pelacur."

"Astagfirullohaladzim.. seperti itukah , Bang? Maaf, Rum baru tahu tentang hukum itu. In syaa Alloh untuk berikutnya, Rum akan lebih berhati-hati."

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan. [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang