Bab 19. Keputusan yang Dinanti-nanti

147 10 0
                                    

Tak terasa, weekend berakhir dan hari Senin-pun tiba. Kembali aku dan bang Rosikh berkutat dalam rutinitas harian. Aku berangkat ke kantor dan bang Rosikh berangkat mengajar. Hari ini terasa sungguh spesial, karena di hari inilah mas Aditya dan mbak Ika memberikan keputusan atas surat pengunduran diriku. Aku benar-benar tak sabar dengan jawaban mereka. Aku sangat berharap permintaan resign ku di ACC oleh mereka. Mudah-mudahan...

"Gimana, Dek? Kira-kira pengunduran dirimu akan di ACC nggak?" Tanya bang Rosikh tiba-tiba.

"In syaa Alloh, Bang. Doakan sajaaa.. Semogaaaa saja diterimaaa.. Aamiin.."

"Aamiin.. ya udah, Abang berangkat dulu ya, Dek..Assalamualaikum," kata bang Rosikh.

"Iya, Bang.. Waalaikumsallam..." jawabku.

Aku memandang suamiku yang pergi semakin menjauh dengan motornya. Aku teringat pagi itu, dimana aku lupa membuatkan kopi untuk bang Rosikh. Pagi yang sangat kacau. Aku yang masih kikuk menjadi istri melakukan banyak keteledoran. Tapi kini, sedikit demi sedikit, aku mulai beradaptasi dengan peranku sebagai seorang istri. Aku sudah cukup mahir dalam memasak dan membereskan rumah. Juga tugas-tugas domestik istri lainnya. Aku merenung.. ternyata Alloh memberikan banyak sekali pelajaran hidup kepadaku. Bahwa semuanya tidak bisa diraih secara instan, tapi harus setahap demi setahap.

Tak berapa lama, akhirnya aku berangkat ke kantor. Kantor yang sebenarnya ingin sekali aku tinggalkan. Ingin sekali aku berada di rumah saja. Merajut kisah kasih asmara dengan suamiku saja. Aku berangkat ke kantor dengan taksi online. Jalanan ibukota sudah mulai macet dan udara juga mulai terasa panas. Aku sampai di kantor tepat pukul 08.00.

Sesampainya di kantor, kebetulan aku berpapasan dengan mas Aditya dan mbak Ika. Aku menyapa kedua atasanku itu,

"Assalamualaikum.. selamat pagi mas, mbak.." seruku ceria.

"Waalaikumsallam.. hei Rum.. sudah datang? Baru saja kami ingin memanggilmu." Kata mbak Ika.

Wajahku langsung berseri-seri. Pasti tentang surat pengunduran diri itu. Jantungku berdegup kencang tak karuan. Aku grogi setengah mati menunggu keputusan dari kedua atasanku tersebut. Aku berharap Alloh memberikan yang terbaik bagiku.

"Kalau begitu, kamu ikut kami ya Rum. Ke ruangan saya." Kata mas Aditya.

"Sii..ssiapp, mas.." kataku. Perutku serasa bergejolak. Benar-benar tak sabar aku mendengar keputusan mereka. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan jantungku yang berdegup tak karuan.

Akupun mengikuti kedua atasanku tersebut. Menuju ruangan mas Aditya. Sesampainya di ruangan, tinggal kami bertiga. Aku, mas Aditya, dan mbak Ika. Aku menatap wajah kedua atasanku tersebut. Penuh dengan harap.

"Oke.. Rumaisha.. kami sudah membaca surat pengunduran dirimu. Kami benar-benar kaget saat menerima surat itu. Kami mempertimbangkan karirmu yang bagus dan kau juga cukup aktif dalam berbagai macam proyek. Tapi kau menyertakan alasan 'ingin mencoba pengalaman baru', apakah maksudnya kau ingin mencoba bekerja di perusahaan lain?" Tanya mas Aditya. Kharismanya nampak berlipat-lipat ganda saat sedang serius seperti ini.

"Ooo..bukan mas. Saya tidak ada niatan sama sekali untuk pindah kerja di perusahaan lain." Jawabku.

"Lalu..apa maksudmu dengan 'ingin mencoba pengalaman baru'?" Tanya mbak Ika.

"Heeemm..saya.. sebenarnya ini mungkin terdengar sebagai alasan yang aneh. Tapi..saya sudah mempertimbangkan dengan sangat matang. Saya ingin mengabdi pada suami saya. Ingin belajar menjadi istri shalihah." Jawabku mantap.

"Hah??? Hanya itukah alasannya!? Apa bukan karena saya memindahkan proyek convention centre itu kepada Laura?" Tanya mas Aditya.

"Sebenarnya itu hanya satu momentum saja bagi saya untuk mengajukan pengunduran diri, mas. Alasan sesungguhnya.. ya tadi.. saya ingin mengabdi di rumah saja, melayani suami saya.."

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan. [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang