12

370 52 0
                                    

Pada akhirnya kita beranjak dari sebuah keterpaksaan dan mempercayai sebuah keharusan untuk sebuah perpisahan; Quote by-Mediaoke.com
______________________________________

DI antara keremangan cahaya kamar tidur, Sisil duduk bersandar menghadap jendela. Keningnya berkerut, matanya sembab dan ekspresi wajahnya jelas menandakan bahwa gadis itu sedang terpuruk.

Andai dunia bisa berbicara, apa yang akan ia katakan setelah berhasil membuat perubahan pada hidup Sisil sekarang. Mungkinkah dunia akan tertawa? Atau ikut berduka bersamanya.

Sisil mengangkat wajah dan bersitatap dengan sang rembulan. Malam ini Sisil melihat bulan berwajah seperti matahari di film teletubbies, memiliki mata dan mulut.

Bulan menatap ke arahnya, Sisil terheran, dia terlalu stress sampai bisa melihat kejanggalan ini. Kemudian bulan tersenyum, hanya beberapa detik sebelum Sisil sadar bahwa apa yang ia lihat hanyalah sebuah khayalan. Bulan itu, kembali ke wujudnya semula.

Drt..drt..

Sisil menoleh saat ponsel miliknya bergetar panjang, menandakan sebuah panggilan masuk. Dia menggapai ponsel miliknya dan mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal muncul pada layar ponselnya.

Mungkin dari pihak polisi, asumsi Sisil lalu menjawab panggilan tersebut. "Assalamualaikum." Butuh waktu beberapa saat bagi Sisil untuk menjawab, "wa.alaikumsalam."

"Benar ini Sisil?" Sisil tidak mengerti, siapa wanita bersuara lembut ini. "Eh..i..iya saya sendiri," sahutnya gugup. Wanita penelepon tersenyum seraya menghela nafas, "Saya Hanna. Keluarga lain yang juga tertimpa kecelakaan seperti orang tua kamu." Sisil menahan nafas.

"Saya turut berduka atas meninggalnya kedua orang tua kamu. Maaf..saya tidak bisa menyelamatkan mereka. Orang tua kamu, meninggal saat berusaha di larikan ke rumah sakit." Sisil meneteskan sebulir air mata.

"Saya dengar dari pihak polisi, seseorang berhasil menyelamatkan orang tua saya dari ledakan mobil. Apa itu anda?" tanya Sisil, jika memang wanita inilah penolongnya, maka Sisil harus berterima kasih padanya.

"Bukan, dia suami saya. Hmm." Hanna tersenyum miris, kemudian menyambung, "Saya hanya bisa menangis saat itu. Semua orang, menahan agar saya tidak ikut bertindak bahaya. Namun meski mereka bisa di selamatkan dari ledakan, hiks..mereka tetap tidak bisa bertahan. Maafkan saya..hiks.."

Sisil tersenyum getar dan berusaha kuat. "Tidak perlu minta maaf, ini sudah menjadi kuasa-Nya. Justru saya yang seharusnya minta maaf karena orang tua saya, nyawa anda dan suami anda hampir ikut melayang."

"Terima kasih..hiks..karena telah berjuang menyelamatkan orang tua saya." Sisil berujar lagi, kali ini tak mampu menahan bendungan air mata.

Hanna memejamkan mata sedih, Rafa baru datang dari ruang jenazah dan tertegun melihat keadaan istrinya. "Sisil." Rafa terdiam mengetahui Hanna sedang berbicara di telepon bersama Sisil.

"Sebenarnya, mama kamu dan saya adalah sahabat yang berpisah sejak 10 tahun lalu. Kami secara tidak sengaja bertemu lagi saat saya dan suami saya baru pulang dari Australia. Kami pikir, pertemuan ini perlu di rayakan dan karena itu kami pergi menggunakan mobil masing-masing menuju rumah saya," jelas Hanna, memulai cerita.

"Lalu tiba-tiba sebuah truk datang dan menghempas mobil orang tua kamu. Setelah itu kecelakaan beruntun terjadi dan mobil kami pun menjadi korban." Sisil mengerti, mau atau tidak mau ia harus tetap mendengarkan cerita ini. Karena ini fakta, yang mesti gadis itu terima.

"Kedua orang tua kamu meminta kami untuk mengadopsi kamu. Saat di ambulan, mama kamu menitipkan salam terakhirnya, agar kamu bisa hidup bahagia bersama kami," sambung Hanna.

Most Wanted Vs Most Gangster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang