04

526 68 1
                                    

Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima.;Quote by-Ivan Panin

______________________________________

HARI minggu ini adalah hari libur paling spesial menurut Red. Bagaimana tidak, Hanna dan Rafa mengadakan piknik bersama ke danau. Yeay! Sekian lama Red menunggu momen ini dan akhirnya terjadi juga. Terlalu semangat, Red sampai susah tidur dan terbangun pag-pagi demi membantu Hanna mempersiapkan kebutuhan piknik. Sehingga belum pukul delapan, semua persiapan sudah beres.

"Asyiiik!!" Red bersorak girang.

"Red punya permintaan," kata Red sambil berjalan mundur berlawanan arah menghadap ayah dan ibunya. Mereka memutuskan berangkat dengan jalan kaki, karena jarak danau dengan rumah tidak seberapa jauh, untung-untung buat olahraga juga.

"Jangan jalan seperti itu Red! Nanti jatuh," tutur Rafa.

Red nyengir, lalu kembali berjalan normal. "Kamu mau ayah perbaiki rumah pohon?" tanya Rafa, membuat Red berbalik dan berjalan mundur lagi. "Wah, Ayah kok tau sih! Hebat banget ayah aku!" Rafa tertawa mendengar pujian tersebut. Red pandai sekali memuji kalau sedang ada maunya.

Selang sepuluh menit kemudian, mereka bertiga tiba di danau. Mereka mengawali acara piknik dengan bersih-bersih, lalu membuka tikar dan makan kue bersama. Disela senda gurau mereka, Rafa tiba-tiba berdiri, "Yuk kita perbaiki rumah pohonnya!" ajak Rafa dengan semangat 45.

Mata Red berbinar, "Redita bantuin ya, Yah!" Rafa mengangguk. Dia mengambil kotak perkakas lalu berjalan menuju rumah pohon diikuti Red.

"Palu."

Red mengangguk dan bergegas mencari palu yang Rafa minta.

"Paku!"

Red kembali menggeledah kotak perkakas milik Rafa kemudian menyerahkan wadah kecil berisi paku pada ayahnya. "Kamu pindahin barang-barang yang di sini ke bawah ya Red!"

"Yes sir!" jawab Red dengan tegas bak prajurit militer yang sedang diberi sebuah misi penting.

"Itukan radio hadiah dari kak Raditya." Hanna menunjuk salah satu dari kumpulan benda usang yang baru saja selesai Red pindahkan dari atas rumah pohon. Dalam keadaan berkeringat, Red mengikuti arah pandang mamanya kemudian tersenyum lebar melihat radio kesukaannya.

"Iya Ma! Ini hadiah dari kak Raditya waktu aku masih SD kelas empat," kata Red dengan antusias. Hanna ikut tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah putrinya.

"Redita." Usapan tangan Hanna di puncak kepala Red membuat gadis itu menoleh menatap sang ibu. "Kamu jangan marah ya sayang." Red menautkan alis bingung, "Kenapa Ma?" tanya Red.

Senyuman di bibir Hanna berubah sendu. "Mama dan Ayah harus pergi ke Singapura besok."

Red terkejut, kenapa mendadak begini.

"Mama sama ayah mau nengokin kak Raditya?" Red bertanya polos sedangkan Hanna mengangguk pelan. Red tidak pernah ditinggal sendirian selama ini, dan keputusan meninggalkan Red sekarang benar-benar terpaksa Hanna lakukan.

Hanna jadi khawatir Red akan marah.

"Ya gapapa. Red kan umur 17 tahun, sudah bisa jaga diri," jawab Red tanpa beban seperti biasa. Berbeda dengan wajah santai Red, Hanna justru terbengong mendapat respon tak terduga dari gadis itu.

"Jadi Red nggak marah kalau mama sama ayah tinggal sendirian di rumah?" tiba-tiba Rafa menyahut dari belakang punggung Red.

"Enggak kok. Kan ada Nabila, biar nanti Red suruh dia nemenin di rumah," balas Red, lalu mendongak melihat keadaan rumah pohonnya. "Sudah selesai perbaiki rumah pohonnya, Yah?"

Most Wanted Vs Most Gangster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang