Sabtu, 2 Februari 2020
Dear diary,
Hari ini tepat 1 tahun kepergian ibu sama bapak, hari dimana mereka meninggalkan aku dan kak Mawar untuk selamanya. Kalau saja mereka tidak nekat untuk pergi ke sawah hujan-hujan demi sesuap nasi, mereka pasti masih aku lihat sampai sekarang.
***
Selamat pagi. Aku Melati. Melati Indah Putri, itu nama panjangku. Orang tuaku yang memberi nama tersebut dengan arti suci. Bunga melati berwarna putih bersih, mungil, dan harumnya semerbak. Sangat begitu sempurna. Melati harus bisa menjadi seperti bunga melati yang seolah tanpa kekurangan. Melati yang pemberani, Melati yang penolong, Melati yang rendah hati, Melati yang taat beribadah, dan Melati yang cantik tanpa tebar pesona. Begitu orang tuaku berdoa saat memberiku nama Melati.
"Sarapan dulu." Kata kak Mawar.
"Telur rebus lagi?"
"Heh, kita itu hidup serba kekurangan. Gausah ngeluh, beruntung lo udah gue kasi makan."
Kak Mawar memang galak terhadapku. Tapi aslinya dia ngga gitu kok. Aku yakin hati kak Mawar begitu cantik, secantik rupa bunga mawar. Jangan pernah untuk sakiti dia jika tidak ingin terluka oleh durinya.
"Kak Mawar, Melati berangkat sekolah dulu ya. Melati nanti makannya di sekolah aja."
"Eeh habisin dong sarapannya. Percuma dong gue rebusin telur buat lo."
"Kak Mawar aja yang makan ya, Melati kan ngga boleh makan telur. Nanti Melati bisa gatal-gatal lagi."
First fact : Aku alergi telur.
"Idiih udah kayak orang kaya aja lo, makan ini itu gaboleh. Vegetarian aja sekalian. Gue ga mau bikinin lo makanan lagi mulai hari ini!"
Kak Mawar ngambek. Dia berlalu ke kamarnya. Tapi aku bukan bermaksud ngga mau makan makanan buatan dia. Terkadang melihat sikapnya itu, aku suka sedih dan ingat bapak sama ibu. Aku bawa saja telur rebus itu ke sekolah. Barangkali ada teman-teman yang mau.
Aku berangkat naik angkot. Memang desak-desakan sih sama ibu-ibu yang baru pulang dari pasar.
"Berangkat sekolah neng?" Tanya salah satu ibu.
"Iya bu."
"Gelis pisan. Semoga hari-harimu di sekolah menyenangkan ya!"
"Trimakasih bu."
Begitu percakapanku setiap harinya jika bertemu ibu-ibu yang ramah di dalam angkot.
~
Aku sekarang sudah sampai di depan sekolah. Jaraknya tidak terlalu jauh kok dari rumah, tapi juga tidak dekat, intinya lumayan pegal kaki jika sampai berjalan kaki ke sekolahnya.
Ini sekolah baruku. Internasional High School. Aku takjub melihat gedung-gedung kelas yang sangat mewah. Namanya juga sekolah tinggi, orang sepertiku mana bisa bersekolah disini. Sebenarnya aku mendapatkan beasiswa berprestasi dari sekolah sebelumnya dan bisa bersekolah di sekolah elits ini.
Teeeeeeeeeet~
Sepertinya bel tanda masuk kelas berbunyi. Semua siswa dan siswi berhamburan masuk ke kelas masing-masing, sedangkan aku belum sampai di kelasku. Salah satu guru pengajar akan mengantarku ke kelas.
"Selamat pagi semuanya,"
"Selamat pagi buu,"
"Baik, silahkan duduk dengan rapi. Ibu tidak mau melihat ada yang duduk tidak benar di kelas ibu."
Dengan arahan ibu guru tersebut yang aku ketahui namanya bu Aliya, mereka semua serempak duduk disiplin menghadap ke depan. Kelas tenang. Sepertinya mereka semua takut akan guru killer yang satu ini.
"Silahkan masuk Melati, dan perkenalkan diri kamu di hadapan teman-teman sekelasmu!" Perintah bu Aliya.
Aku sedikit tegang dan takut. Kaki rasanya gemetar dan bola mata tidak konsisten memandang. Aku berjalan lurus ke sebelah ibu Aliya dan mulai memperkenalkan diri.
"Selamat pagi teman-teman," Seruku memberanikan diri.
Mereka semua membuatku takut ketika memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah.
"Perkenalkan nama saya Melati Indah Putri, bisa dipanggil Melati, umur saya 18 tahun, dan saya pindahan dari SMA Tri Muara 11."
"Sekolah di bawah jembatan itu ya?"
"Sekolah yang katanya banyak pelajar-pelajarnya bolos itu?"
"Sekolah yang kumuh itu?"
Kenapa mereka melempar pertanyaan yang menghina tempat sekolahku dulu? Memang fakta sih, tapi kan setidaknya jangan mengeluarkan kata-kata yang menyinggungku. Walaupun begitu, aku cinta sekolahku yang lama.
"Ga sopan bicara seperti itu! Ibu akan menurunkan nilai ulangan kalian kemarin karena telah bicara tidak sopan di kelas saya!..Ya sudah Melati, kamu bisa duduk di bangku kosong belakang."
"Baik bu."
Aku berjalan lemas menuju ke bangku paling belakang. Kata-kata mereka barusan masih terngiang-ngiang di telingaku.
"Baiklah, kita mulai belajarnya. Hari ini ibu akan membahas tentang tanaman..."
Teeeeeeeeeet~
Sudah selama 1 jam setengah di jam pelajaran bu Aliya, bel istirahat pun berbunyi. Aku memilih untuk keluar kelas dan menghirup udara segar. Tapi beberapa siswi mencegahku berjalan keluar.
"Anak baru, tadi itu lo belum nyebutin tempat tinggal lo. Karena kelas ini kelas solidaritas, jadi kita semua harus tau dimana lo tinggal." Kata salah satu siswi yang berambut lurus terurai.
Sedangkan yang lainnya memandang aku dengan pandangan sinis dari atas ke bawah.
"Aku tinggal di sebuah desa dekat sini juga-,"
"WHAT!!! Ternyata benar dugaan kita guys, ni anak kampung yang nyasar ke sekolah elits ini." Kata si rambut lurus itu dengan sindirannya.
Yang lainnya mengikuti dengan tertawa yang sama sekali ngga manusiawi. Aku berusaha sabar dan menahan amarah. Mereka orang-orang kaya yang hidupnya sudah dijamin penuh oleh orang tuanya, tanpa kekurangan apapun. Makanya mereka tumbuh menjadi tidak terdidik perilakunya.
"Okee oke lo boleh lewat sekarang. Hati-hati guys jangan sampai tersentuh olehnya, ntar pada sakit lagi HA HA HA HA,"
Aku berlalu dengan cepat. Aku tidak suka dengan sikap mereka itu. Aku berencana akan pergi ke perpustakaan untuk menghilangkan kekesalanku. Tapi aku tidak tahu dimana perpustakaannya. Coba bertanya sajalah dengan salah satu siswa.
"Permisi. Boleh saya tau perpustakaannya dimana?" Tanyaku memberanikan diri pada segerombol siswa yang tengah nongkrong sambil gitaran.
"Eh ada anak baru. Boleh nih nyanyi buat kita ayolah,"
"Ng-ngga permisi ya." Aku buru-buru pergi.
Trauma sama mereka yang terlihat cabul.
Capek juga keliling sekolah yang luas ini. Kira-kira berapa ya luasnya? Aku belum menemukan perpustakaan. Aku capek dan memilih untuk duduk.
"Eeh anak baru, minggir! Ini tempat duduk gue!"
Seketika ada seorang siswa datang memegang semangkok bakwan di tangan kanan dan segelas es jeruk di tangan kiri. Sepertinya aku ada di kantin sekarang.
"Ini kantin ya?"
"Bukan. Ini bengkel. Udah sana minggir. Cari tempat lain aja sana!"
Kasar banget jadi cowok. Kenapa ya sekolah ini dipenuhi oleh pelajar yang sombong-sombong? Terasa sulit menemukan orang yang ramah disini. Berbeda dengan sekolahku dulu. Itu baru namanya solidaritas.
*****
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanti kita cerita tentang hari ini[THE END]
Novela JuvenilMumpung ada ide cerita, kenapa ngga dibuat? 😊😁 Jadi readers, cerita aku kali ini back ke tema sekolahan. Manfaatin waktu di rumah buat berimajinasi, kenapa tidak? Aku lagi seneng-senengnya sama couple ini, Yoriko dan Dj Ari😍😍 setelah tempo hari...