Trevor menajamkan pandangan dan menghempaskan Kevin ke arah sebaliknya. "Aku tak percaya jika anak tiriku memiliki perasaan pada Ibu Tirinya sendiri." Pria itu mengatur napas sesaat sebelum akhirnya memandang pada Kevin.
"Lakukan apa yang kau mau tapi jangan pikir aku akan membantumu." Kevin membelalakan matanya lalu senyuman muncul di wajah.
"Terima kasih. Aku akan tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kau berikan padaku." Sepeninggal Kevin Trevor membuang napas. Sebenarnya dia tak mau memberikan kesempatan itu pada Kevin, tetapi kita lihat saja reaksi Arini. Dia pun sangat ingin tahu tentang perasaan istri keduanya tersebut.
Mereka terlihat sepasang suami istri yang bahagia dan selalu intens namun tidak pernah sekali pun Arini mengucapkan cinta kepadanya. Apa dia memiliki seorang pria spesial di dalam hatinya selain Trevor?
👄👄👄👄
Keesokan harinya, Arini pergi ke kampus seorang diri. Dia sudah berbicara dengan Trevor dan pria itu bilang, dia pergi terlebih dahulu ke kantor karena ada urusan. Arini hanya bisa memaklumi dan berniat memesan taksi.
Dia pun bergerak keluar sampai suara Kevin menginterupsinya. "Kau mau ke mana?" Arini menoleh Kevin. Memberikan tatapan datar.
"Mau memesan taksi,"
"Ish, bagaimana sih kau ini?! Kan ada aku kita juga searah bukan?" Kevin lalu bergerak mendekat pada Arini dan membawanya masuk ke dalak mobil.
Menurut Arini Kevin agak aneh hari ini. Dia sama sekali tak mengeluarkan kata-kata bernada ketus. Padahal setahunya Kevin itu kalau bicara padanya selalu tak baik.
Kevin menjalankan mobil selama Arini berpikir keras dan dengan senyuman lebar, dia membawa Arini ke suatu tempat.
"Loh Kevin, ini bukan jalan menuju kampus. Kau mau membawaku ke mana?" tanya Arini bingung.
"Lihat saja nanti. Kau takut ya,"
"Tidak aku tak takut hanya saja jangan membawaku ke sembarang tempat."
"Tenang saja Nona Arini. Semua akan baik-baik saja. Oh ya untuk kuliah, aku sudah meminta izin jadi jangan khawatir."
"Bahkan termasuk pada suamiku?"
"Ya termasuk suamimu." Arini membuang napas dan merebahkan punggungnya ke kursi. Cukup lama perjalanan mereka hingga berhenti di sebuah taman hiburan.
"Untuk apa kita ke sini?"
"Tentu saja untuk bersenang-senang. Kemarin aku membelikan tiket untuk kita berdua ayo." Wanita itu tak bisa berkata apa-apa saat tangannya ditarik oleh Kevin untuk masuk.
Arini lantas menepis lembut tangan Kevin agar melepaskan genggaman tangannya. "Aku bisa sendiri kok." Dia kemudian berjalan mendahului Kevin yang mematung beberapa saat dan mengikuti ke arah mana Arini pergi.
"Kamu mau naik wahana apa duluan?" Kalau diingat-ingat ini pertama kalinya dia ke taman hiburan tapi karena belum memiliki pengalaman, Arini bingung sendiri.
"Aku tak tahu, kalau kamu inginnya naik wahana apa?" Senyum jahil ditorehkan oleh Kevin dan menunjuk pada roller coaster yang sedang berjalan.
"Kalau yang itu bagaimana?" Sepasang mata Arini membulat melihat betapa cepatnya benda itu bergerak. Rutenya juga bukan lurus saja melainkan berkelok dan tinggi.
"Apa aman?"
"Tentu saja aman. Tapi turuti peraturannya." Kevin langsung berjalan ke depan sedang Arini mengikuti Kevin dengan lesu. Berharap semoga sesuatu terjadi supaya mereka tak perlu naik.
Sayangnya itu hanya harapan belaka. Arini dan Kevin sudah berada di kursi roller coaster dan perlahan mulai bergerak. Jantung Arini berdetak dengan cepat saat roller coaster itu menapaki tanjakan dan beberapa detik berhenti lalu menurun dengan sangat cepat.
Arini sontak berteriak sementara Kevin tertawa lepas. Beberapa kali roller coaster bergerak naik turun membuat Arini mual di tempat duduknya. Ketika roller coaster sampai di tempat perhentian, Arini buru-buru turun sambil menutup mulutnya yang penuh dengan sarapan tadi pagi.
Bukannya merasa kasihan Kevin malah tertawa membuat Arini kesal saja. "Semua ini karenamu, lebih baik cari permainan yang lain deh. Ukh, aku jadi lapar karena memuntahkan sarapanku." keluh Arini seraya mengusap perutnya.
"Kalau begitu, ayo kita makan." Mereka lalu bergerak keluar ke wahana dan mencari restoran.
"Kau mau naik wahana apa lagi setelah kita makan siang?"
"Yang jelas bukan wahana permainan yang membuatku mau muntah." balas Arini masih memakai tampang kesal. Sekali lagi Kevin tertawa dan mengacak rambut Arini yang menepisnya dengan kasar.
"Jangan memperlakukanku seperti anak kecil tahu, cepat saja carinya aku makin tambah lapar tahu kalau kamu terus berbicara hal yang tak penting." Gerakan Arini terhenti kala merasakan lengannya digenggam oleh Kevin.
Ketika dia menoleh, tatapan Kevin terlihat tak biasa dan Arini yakin ada sesuatu yang tidak beres di sini. "Arini, bisakah kita bicara serius?"
"Tentu tapi yang cepat ya," balas Arini makin merasa tak nyaman. Genggaman Kevin kemudian turun merambat ke telapak tangan milik wanita itu. Ditatapnya baik-baik sebelum akhirnya mengatur napas.
"Arini, maafkan aku ya kalau aku berbuat hal yang bodoh. Aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang aku alami tapi saat melihatmu pertama kali kau adalah wanita paling cantik yang pernah aku temui. Semua kebersamaan kita ... aku menyukainya jadi Arini aku ingin kau tahu tentang perasaanku kalau aku sangat ... sangat mencintaimu."
Arini membeku. Dia menunduk, tak menunjukkan ekspresi apa pun sembari melepaskan genggaman tangan Kevin. "Terima kasih ya Kevin, atas perasaanmu tapi maaf aku tak bisa membalasnya. Kau tahu kalau aku adalah istri Ayah Tirimu akan sangat tak wajar jika kita berhubungan juga satu hal yang perlu kau ketahui ...."
Wanita itu mendongak, memandang Kevin dengan lekat juga. "Aku mencintai Trevor."
👄👄👄👄
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (PINDAH DI INNOVEL)
Любовные романыArini Mahanipuna, seorang gadis belia yang cerdas bertemu dengan Trevor Pradipta, Presdir pemilik pabrik cengkeh terbesar se Asia. Tidak menunggu lama, sang presdir menyukai Arini dan memperistrinya. Sungguh tak bisa diduga begitu Arini di bawa ke...