Tak terasa waktu berlalu dengan cepat dan sepanjang waktu yang berlalu Arini berusaha menyembuhkan hatinya. Empat tahun lalu dia telah melahirkan seorang putri cantik yang diberi nama Aileen Mahanipuna.
Alasan kenapa Arini memberikan nama belakang putrinya memakai nama belakang miliknya sendiri adalah dia masih berpikir jika Trevor serius menceraikannya. Dia tak mau kalau Aileen memakai nama belakang pria yang sudah menghancurkan perasaannya yang tulus kendati Trevor adalah Ayahnya Aileen.
Sebenarnya dalam empat tahun juga Arini menunggu Trevor untuk datang menjelaskan namun sampai sekarang tak ada iktikad baik dari pria itu sehingga Arini jadi percaya Trevor telah meninggalkannya dan makin menambah luka yang dia peroleh.
Kini Arini telah sukses dalam membawa perusahaan cabang milik Ayah Trevor menuju kesuksesan begitu pula dengan pendidikannya. Arini berhasil mencapai sarjana di sebuah universitas ternama di New York. Semuanya sempurna dalam hidup wanita itu hanya saja dia merasa kosong.
Dia tak bahagia sepenuhnya.
"Mama," panggil Aileen kepada Arini yang tengah melamun. Dia lalu menoleh kepada anak perempuan berusia tiga tahun yang memandang Arini dengan sepasang matanya nan polos.
"Mama kenapa?" tanya Aileen. Binar mata anak kandungnya itu terlihat jelas mengkhawatirkan Arini dan agar menyembunyikan perasaannya yang sedih, wanita itu berusaha tersenyum.
"Mama sakit ya?"
"Tidak, Mama cuma lelah saja," jawab Arini berbohong.
"Bohong! Mama selalu begitu. Nggak mau jujul sama Aileen." Hendak berkelit lagi namun Aileen segera memalingkan wajah, tak mau melihat alias ngambek
"Mama jujur Aileen, Mama cuma lelah."
"Aileen tak pelcaya!" hardik Aileen kesal.
"Kenapa?"
"Mama selalu bilang begitu! Alasannya lelah telus padahal bukan! Halusnya Mama senang soalnya hali ini Mama lulus." Arini masih terus tersenyum palsu dan mencoba mencairkan suasana dengan membelai rambut pendek milik Aileen.
"Baiklah Mama tidak akan melamun lagi." Mobil yang ditumpangi oleh Arini dan Aileen berhenti di universitas lebih yang lebih tepat adalah aula di mana Arini akan menerima izajahnya.
Mereka lalu keluar dan memilih tempat duduk yang bagus. "Nanti Bibi Rosa akan datang, kau duduk dengannya ya?" Sebagai jawaban Aileen mengangguk.
Arini kemudian berbicara dengan teman-teman kuliah sekaligus memperkenalkan Aileen. Banyak dari mereka yang mencubit pipi Aileen sebab gemas dan memuji anak itu hanya saja mereka mengucapkan dengan bahasa inggris sehingga Aileen tak mengerti sama sekali hanya dia benci ketika dirinya disentuh oleh orang asing.
"Mama, kapan Bibi datang?" tanya Aileen, dia sepenuhnya bosan sekarang. Tidak ada seorang pun yang dia kenal dan Mamanya sekarang lebih fokus berbicara dengan beberapa temannya.
"Mama juga tak tahu mungkin dia sedang sibuk." Arini lalu mengambil ponsel untuk menghubungi Rosa namun belum sempat mencari di hadapan Aileen tampak permen lolipop kesukaan gadis kecil itu.
"Bagaimana kalau aku saja yang menjaganya?" Suara bariton seorang pria menarik perhatian Arini dan Aileen. Anak perempuannya yang terlebih dahulu membalikkan badan lalu sebuah senyuman lebar ditampilkan pada pria itu.
"Paman Philip!" seru Aileen. Dia langsung memeluk pria berusia 28 tahun tersebut dan dibalas juga oleh Philip.
Philip Addison, teman pria Arini sekaligus rekan kerja. Dia keturunan Amerika-Eropa namun fasih dalam berbahasa Indonesia karena ingin dekat dengan Arini. Ia memiliki perasaan kepada wanita yang telah memiliki satu anak itu dan sampai sekarang masih berjuang dalam mendapatkan cinta dari Ibunya Aileen.
"Philip, aku tak tahu kau akan datang ke sini." Pria itu tertawa renyah.
"Yah Rosa mengatakan dia memiliki banyak pekerjaan jadi dia memintaku untuk menemanimu di sini, boleh tidak?" tanya Philip berharap. Arini sebenarnya tak enak akan tetapi karena dirinya tidak memiliki orang yang dia bisa percaya untuk menjaga Aileen maka Arini dengan pasrah menerima permintaan Philip.
"Baiklah, tolong jaga Aileen ya. Maaf sudah membuatmu repot,"
"Tidak apa-apa kok, bergabunglah dengan teman-temanmu." Arini kemudian mengalihkan pandangan pada putrinya yang tetap menggandeng tangan Philip.
"Kau jangan nakal, patuh sama Paman Philip ya," kata Arini memperingatkan.
"Baik Mama." Setelahnya Arini bergegas pergi ke depan membaur bersama teman-temannya yang terlebih dahulu ada di sana sedang Philip dan Aileen duduk berdampingan beserta keluarga lainnya.
Aileen sibuk memakan lolipop pemberian Philip sementara pria itu mencoba membersihkan buket bunga besar yang nantinya akan dia berikan pada Arini usai acara. Tak lupa Philip merogoh kantung jasnya dan mengambil sebuah kotak beludru merah.
Senyum pria itu merekah ketika melihat isinya adalah sebuah cincin emas yang berhias intan pertama. "Aileen, apakah cincin ini bagus?" tanya Philip meminta pendapat.
Aileen langsung melihat cincin tersebut dan terpesona. "Wah, cincin yang bagus. Untuk apa ini?" Philip tersenyum dengan pipinya yang kemerahan lalu menjawab.
"Untuk Mamamu ... menurutmu apakah dia suka?"
"Tentu cincinnya cantik sekali sama seperti Mama, Mama pasti suka." Philip puas oleh jawaban Aileen nan polos dan yakin itu. Dia sangat berharap kali ini Arini akan menerima lamarannya dan wanita itu bisa menghapus trauma akan mantan suami yang tak bertanggung jawab tersebut.
"Aileen Paman mau bertanya lagi, boleh tidak?"
"Boleh," sahut Aileen lugas.
"Menurutmu apa Paman bisa menjadi Papa Aileen?" Aileen melihat pada Philip. Memperhatikan saksama pria berusia 28 tahun itu dari wajahnya.
"Paman selius mau jadi Papa Aileen?"
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (PINDAH DI INNOVEL)
Storie d'amoreArini Mahanipuna, seorang gadis belia yang cerdas bertemu dengan Trevor Pradipta, Presdir pemilik pabrik cengkeh terbesar se Asia. Tidak menunggu lama, sang presdir menyukai Arini dan memperistrinya. Sungguh tak bisa diduga begitu Arini di bawa ke...