Malam itu Trevor memeluk erat tubuh Arini saat mereka berbaring untuk tidur. Dia juga menyesap aroma Arini yang nantinya tak akan berada di sisinya selama empat tahun.
Memikirkannya saja sudah membuat Trevor merasa sangat kehilangan. Pelukan makin erat dan Arini menyadari hal tersebut. Sebab itulah dia melihat pada Trevor. "Trevor,"
"Maafkan aku."
"Tak apa-apa, aku bisa mengerti. Nanti kalau kita berpisah kita tak akan saling memeluk lagi seperti ini, bukan?" Trevor tidak menjawab. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam.
"Tidurlah, pagi nanti kau akan ke bandara perlu banyak istirahat." Arini mengangguk dan memejamkan mata untuk tidur.
Sekitar jam 2 malam, Arini dibangunkan oleh Trevor dari tidurnya. Wanita itu baru sadar kopernya telah siap dan semua itu dilakukan oleh Trevor.
"Kau mengemas barangku?"
"Ya ...."
"Kau tak usah repot-repot. Aku bisa melakukannya sendiri."
"Tidak merepotkanku lagi pula aku tak bisa tidur." Arini jelas tahu kalau Trevor masih belum sanggup menerima keputusan yang dibuat Arini dan juga Ayahnya.
"Trevor,"
"Aku tak apa-apa, berjanjilah kau akan sering meneleponku kalau kau lupa nanti aku akan menghubungimu." Trevor kemudian menggapai tangan Arini, menautkan jemarinya di sela-sela jemari istrinya. Lelaki itu menampilkan senyum tulus namun terlihat begitu pedih.
"Tentu saja aku akan selalu menghubungimu." Arini lalu melepaskan tautan tangan Trevor menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke bandara.
Barulah setelah Arini bersiap, Trevor ikut bersiap menemani sang istri. Tak ada perbincangan selama ke bandara. Trevor fokus mengemudi sedang Arini hanya melihat layar ponsel.
Kedua orang tuanya harus tahu kalau dia akan ke luar negeri. Rasa bersalah muncul begitu saja dalam diri Arini mengingat pertemuan mereka yang berakhir dengan pertengkaran, tapi Arini sekarang ingin meminta maaf sekaligus meminta izin kepada kedua orang tuanya. Jujur dia sangat merindukan mereka.
Namun di sisi lain Arini memiliki suatu pertanyaan besar. Apakah mereka akan mengangkat telepon dari Arini? Ayahnya sudah tak menganggap Arini putrinya lagi sebab Arini dianggap merusak rumah tangga Trevor dan Iva.
"Kenapa kau melihat terus ponsel? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
"Tidak. Aku hanya ... berpikir sejenak." kilah Arini. Trevor jelas tak percaya pasalnya Arini tampak gelisah sekali.
"Kalau kau mau menelepon seseorang, teleponlah. Biaya telepon di luar negeri sangatlah mahal jadi lakukan sekarang." Jemari Arini yang menggenggam erat merengang begitu mendengar ucapan Trevor. Dia melihat sekali lagi kepada ponselnya dan setelah menarik napas lalu mengeluarkannya secara perlahan.
Arini sekarang memantapkan hati, tak peduli jika dia akan mendapat ucapan kasar dari Ayahnya tapi sekarang dia harus mengatakan sesuatu yang sangat penting.
Jemari Arini lalu menari-nari di layar ponsel sebentar dan berhenti tatkala Arini menekan lambang telepon lalu mengarahkan ponsel itu ke telinganya.
Sesaat Arini kembali dilanda kekhawatiran sebab telah beberapa kali nada telepon tersambung tapi tak ada yang menerima. Sekali lagi Arini menelepon dan wanita itu berharap agar ada sesrorang yang menerima telepon darinya.
Tiba-tiba ada suara dari ponsel seperti orang mengangkat panggilannya. "Halo ...." suara Arini yang menyapa duluan dan dia menunggu jawaban dari seberang.
"Halo ...." air mata langsung menggenang tatkala Arini mendengar suara jelas wanita paruh baya yang sangat dia kenal. Ibunya.
"Ibu, ini aku Arini."
"A-Arini, putriku! Kau baik-baik saja, kan sayang? Ibu merindukanmu sekali." ungkapan sang Ibu membuat wanita itu tak bisa menahan air mata.
"Aku juga merindukan Ibu, maaf kalau aku membangkang saat pertemuan kita waktu itu. Aku ... cuma ingin mempertahankan ... rumah tanggaku saja." kata Arini tersendat-sendat. Air mata mengalir dengan deras ketika Arini berucap.
"Ya Ibu tahu ... maaf kalau Ibu tak bisa melakukan apa-apa tapi ... Ibu menyayangimu ... selalu menyayangimu. Ibu tak peduli apa yang dikatakan oleh orang-orang atau Ayahmu tentang dirimu ... kau akan selalu jadi putri Ibu. Apa kau paham?"
"Iya Ibu ... aku mengerti. Ibu, aku akan ke pergi ke luar negeri untuk belajar aku akan ... mengejar impianku Ibu jadi aku minta izin Ibu untuk pergi." Baik Arini dan Ibunya sama-sama diam untuk sesaat.
"Ka-kapan kau akan pergi dan berapa lama di sana?"
"Sampai pendidikanku selesai setidaknya empat tahun."
"Baik Ibu mengerti, jagalah dirimu baik-baik dan ingatlah doa Ibu selalu untukmu Arini."
"Terima kasih Ibu. Sampaikan salamku pada Ayah. Aku akan berjanji aku akan pulang ketika pendidikanku selesai dan menjadi orang sukses." Arini memang masih menangis tapi kali ini dengan senyuman merekah.
Setelah itu Arini menutup telepon dan memandang pada Trevor. "Sudah lega?" Arini mengangguk.
"Terima kasih karena sudah meyakinkanku untuk menghubungi mereka."
"Sama-sama." Mobil Trevor berhenti tepat di depan bandara dan keduanya turun setelah Trevor memarkirkan mobil.
"Arini, kau sudah membawa semuanya?"
"Ya, aku sudah membawa segala keperluanku dan juga memastikannya sampai dua kali jadi tak ada yang ketinggalan." Mendadak wajah Arini disentuh oleh Trevor yang menatapnya intens. Hal itu jelas menimbulkan rasa terkejut dan langsung Arini menatap sang suami.
"Ada apa?"
"Bekas air mata di pipimu masih ada." Trevor lalu membuat Arini menghadap ke arahnya begitu juga sebaliknya. Dia mengusap lembut kedua pipi Arini dan mendekatkan wajahnya hendak mencium lembut bibir sang istri.
Arini menerima saja perlakuan Trevor bahkan membalas setiap lumatan bibir milik sang suami sedang tangannya memeluk erat tubuh gagah pria itu. Ciuman yang begitu hangat sekaligus dalam dilepaskan dan berganti dengan tatapan mesra.
"Sampai jumpa empat tahun dari sekarang. Aku akan menunggumu dan jangan melirik pada orang lain."
"Kau juga, jangan melihat pada wanita lain." Mereka sama-sama tersenyum lalu saling memberikan pelukan.
"I love you so much."
"Me too Trevor, i love you." Perlahan pelukan dilepaskan oleh keduanya. Arini mulai menggiring kopernya sendiri untuk berjalan menuju petugas bandara dan Trevor cuma bisa diam termenung melihat wanita yang dicintainya itu menghilang dari pandangan.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (PINDAH DI INNOVEL)
Storie d'amoreArini Mahanipuna, seorang gadis belia yang cerdas bertemu dengan Trevor Pradipta, Presdir pemilik pabrik cengkeh terbesar se Asia. Tidak menunggu lama, sang presdir menyukai Arini dan memperistrinya. Sungguh tak bisa diduga begitu Arini di bawa ke...