5. Kerusuhan (2)

66 4 3
                                    

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Sama seperti apa yang kau lakukan." Jawab L dengan santai.

Oh, ternyata bukan aku saja yang berpikir untuk tidur di UKS. Kalau dipikir-pikir lagi, aku tidak sadar bahwa L tidak ada di kelas tadi. Dia jarang bicara, aku kadang lupa bahwa kami satu kelompok.

"Kalau begitu selamat tidur." L lalu menutup tirai yang memisahkan ranjang kami.

Ada untungnya juga L pelit bicara, karena aku sedang tidak ingin bersosialisasi. Tubuh dan pikiranku lelah, mataku berat. Semoga saat aku terbangun besok pagi, semua kembali normal. Saat aku bangun besok.. ternyata hari ini adalah mimpi buruk..

Tapi ternyata, semua ini bukan mimpi. Keesokan harinya aku terbangun karena suara hujan deras. Aku melihat sekelilingku dan menghela nafas. Kecewa. Aku tetap berada di tempat ini. Di sekolah, dan terjebak.

Aku menyibak tirai di sebelahku dan melihat ranjang L sudah rapi. Jam berapa dia bangun? Sekarang baru jam tujuh pagi. Artinya dia bangun pagi-pagi sekali. Apa dia juga terbangun karena suara hujan? Aku pun merapikan ranjangku dan melihat ke luar jendela. Bahkan hari ini pun, tidak ada sinar matahari yang hangat. Kapan ini semua akan berakhir?

Aku kembali menelepon ibu, tidak tersambung. Ayah pun sama. Aku terus berdoa dalam hati agar setelah semua kejadian mengerikan ini berakhir, aku bisa melihat wajah mereka lagi. Hal pertama yang akan kulakukan jika aku keluar dari gedung ini yaitu pulang ke rumah dan memeluk ayah dan ibu. Mendadak aku sangat merindukan mereka. Dan Heidi.. sayang sekali aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.

Saat aku hendak keluar dari UKS, aku melihat buku catatan dan pensil tergeletak di meja. Kubuka buku itu sekilas, isinya penuh dengan coret-coretan angka. Apa buku ini kemarin di sini? Aku tidak melihatnya. Apa ini milik L?

"Aaahh!!"

Aku mendengar suara teriakan. Keras, dan bukan berasal dari satu orang saja. Aku buru-buru keluar dari UKS dan menuju ke asal suara. Seketika jantungku berdegup lebih kencang ketika aku melihat beberapa orang terjatuh di lantai sambil kejang-kejang dan memuntahkan darah. Sial, kenapa hal ini terulang lagi?

Theia yang melihatku lari ke arahku. Gadis itu panik dan ketakutan. Kami berpegangan tangan sambil berusaha menenangkan satu sama lain.

"Anak-anak cepat ke lapangan indoor!" Perintah Ms. Wahyu dan beberapa guru yang lain. Kami pun menurut dan menunggu di lapangan indoor dengan hening. Theia di sebelahku masih gemetaran. Menyebalkan sekali pagi-pagi begini sudah ada hal mengerikan yang terjadi! Tapi kenapa mereka bisa begitu? Kemarin tidak ada yang menunjukkan gejala batuk atau semacamnya. Dan kenapa, lagi-lagi ada orang yang tidak terkena "virus" ini? Murid-murid yang ada di lapangan sekarang hanya tersisa tujuh orang, termasuk aku dan kelompokku. Mengenaskan sekali, jumlah kami semakin hari semakin berkurang.

Tidak lama kemudian, Ms. Wahyu dan pak Hendra masuk dengan ekspresi lesu. Kami langsung menyerbu mereka dengan pertanyaan.

"Kami tidak bisa menghubungi ambulans. Mereka yang di bawah tidak selamat.. sekarang pak Eric dan bu Lintang sedang mengurus jasad-jasad di bawah." Ms. Wahyu menjawab masih dengan ekspresi lesu. Mungkin dia juga lelah menghadapi semua ini, namun sebagai orang yang lebih tua dan guru kami, wanita itu merasa mempunyai tanggung jawab atas kami.

"Tidak masuk akal." Yohan mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. "Kurasa besok kita semua yang ada di sini akan menyusul mereka."

Theia memukul pelan lengan Yohan. "Jangan berkata begitu!"

Kami lalu kembali ke kelas dengan tambahan dua murid baru yang bernama Elsa dan Winsen. Mereka masih kelas sepuluh. Winsen selalu terlihat panik, sedangkan Elsa selalu menangis.

"Kalian tidak merasa aneh?" L membuka suara. Aku terkejut dia memulai pembicaraan dengan kami. L selalu diam dan terlihat paling tenang di antara semuanya.

"Kenapa kita semua masih baik-baik saja sampai sekarang?" Lanjutnya.

Kami menatapnya dan menunggunya menyelesaikan kalimatnya.

"Apa kesamaan yang kita miliki?"

"Maksudnya?" Sahut Yohan.

"Apa yang kalian lakukan saat jam istirahat satu hari sebelum peristiwa ini terjadi?"

"Aku terlambat dan tidak boleh masuk gedung." Ujar Yohan.

"Aku mengerjakan PR di kelas." July.

"Aku menemui Ms. Wahyu di ruang guru." Aku mencoba mengingat-ingat.

"Aku meminjam buku di perpustakaan." Theia.

Elsa dan Winsen berkata mereka sakit dan tidak masuk.

"Lalu? Apa yang kalian lakukan kemarin saat semua orang makan di kantin?" L meneruskan acara tanya jawabnya.

"Bersih-bersih lantai dua?" July yang menjawab, Elsa dan Winsen mengangguk-angguk

"Aku juga." Theia.

"Aku.." aku melirik Yohan. Aku bersamanya di rooftop. Tapi aku ragu-ragu untuk menjawab sehingga semua orang menatapku.

"Aku dan Arya di rooftop." Yohan menjawab tanpa ragu. Theia menatapku dan Yohan secara bergantian. Inilah kenapa aku ragu mengatakannya, aku takut Theia salah paham.

"Jadi kenapa kau menanyakan ini?" Yohan mulai menaikkan suaranya.

"Kau masih belum bisa melihat persamaannya? Kita sama-sama melewatkan jam makan di kantin. Mereka yang meninggal, adalah mereka yang kemarin makan di kantin."

Kami terdiam dengan fakta itu. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga. Kami sama-sama tidak makan di kantin, maka dari itu kami tetap berada di sini. Tapi, memangnya ada apa dengan makanan di kantin?

"Aku terkejut kalian tidak bisa menyadari hal ini lebih cepat." L tersenyum mengejek, terutama pada Yohan. Aku bisa merasakan mereka saling tidak suka, entah kenapa.

"Jadi maksudmu mulai sekarang kita tidak bisa makan di kantin?" Tanyaku.

"Tapi satu-satunya sumber makanan kita ada di sana. Kalau kita tidak bisa makan makanan kantin, sama saja kita akan kelaparan dan mati." July mondar-mandir dengan gelisah.

"Kurasa tidak semua makanan di sana tidak bisa di makan. Ini hanya teoriku, entah benar atau tidak. Kurasa ada sesuatu yang dimasukkan ke makanan itu sehingga yang memakan menunjukkan gejala seperti keracunan dalam waktu satu hari. Tapi sebelum-sebelumnya makanan di kantin aman-aman saja bukan? Kurasa kita bisa makan makanan sisa yang tanggal produksinya tidak dekat dengan waktu sekarang. Dengan kata lain, jika kalian mau aman, kita cari stok makanan yang sudah mau kadaluarsa."

Kami terdiam. Semua yang dikatakan L terdengar masuk akal. Tapi itu juga baru asumsi, saat ini tidak ada hal yang pasti. Tapi kami juga tidak bisa diam saja di sini dan kelaparan. Dan jika teori L benar, maka dalang dibalik semua ini benar-benar keji dan keterlaluan.

"Baiklah," ujar July. "Pertama-tama, kita ke ruang guru dulu untuk diskusi dengan mereka mengenai teorimu."

Kami bertujuh lalu menuju ke ruang guru. Di sana hanya ada Ms. Wahyu, pak Eric, dan bu Lintang. Pak Hendra entah ke mana, mungkin di ruang multimedia mengingat dia selalu memberi kami pengumuman lewat sentral.

"Miss, ada yang ingin kami bicarakan."

+++

Suspicious NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang