"Yohan tersenyum padaku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku..."
Aku mengerjap-ngerjapkan mata.
"Bibir Yohan terasa lembut..."
Aku kemudian sadar dan melihat Heidi di sebelahku membaca cerita yang kutulis di buku catatanku.
"Kembalikan!" Aku berusaha merebut bukuku kembali namun Heidi lebih gesit.
Heidi tertawa terbahak-bahak.
"Kau segitu sukanya pada kak Yohan ya sampai membuat cerita seperti ini?" Ujarnya.
Aku berhasil merebut bukuku. "Ssstt! Kecilkan suaramu!"
"Lagian, kau semalam ngapain saja sih? Sudah seharian tidak fokus di kelas, malah menulis cerita yang tidak-tidak. Dan lagi, bisa-bisanya kau membuat karakterku terbunuh di bab pertama! Teman macam apa kau?"
"Bab kedua."
"Sama saja!" Heidi pura-pura ngambek. "Tapi siapa Lucas Ellison?"
"Ah, dia partnerku untuk olimpiade matematika."
"Bagaimana tampangnya?"
Aku mengangkat bahu. "Aku belum pernah bertemu secara langsung."
Bel istirahat berbunyi.
"Kau mau ke kantin?"
Aku menggeleng. "Ms. Wahyu memintaku ke ruang guru."
"Oke."
"Oh Arya," panggil Ms. Wahyu ketika melihatku masuk ke ruang guru. "Kenalkan, ini Lucas, partnermu. Lucas, ini Arya."
Aku tertawa kecil dalam hati. Ternyata Lucas benar adalah seorang kutu buku ketinggalan jaman.
"Arya." Ujarku sambil bersalaman dengannya.
"Nah karena sekarang kalian sudah saling kenal, saya harap kalian bisa belajar bersama di sela-sela waktu kosong kalian."
Aku dan Lucas sama-sama mengangguk dan berpamitan pada Ms. Wahyu. Setelah itu aku meninggalkan ruang guru untuk menyusul Heidi di kantin.
"Arya!" Sapa Yohan saat melihatku.
Aku tersenyum malu-malu padanya.
"Kau berkhianat ya, kemarin aku terlambat sendirian." Godanya.
"Ah, aku bangun kepagian.. besok aku bangun kesiangan deh!"
Yohan tertawa.
"Oh Arya?" Tiba-tiba Theia muncul entah darimana, tangannya bersandar manja di tangan Yohan. Kurasa dia sengaja, tapi kubiarkan saja. Masih untung begini daripada dilabrak seperti anak-anak perempuan lainnya yang berani dekat-dekat dengan Yohan.
"Kau tidak dapat meja? Mau bergabung dengan kami?" Theia menawarkan. Tawarannya terdengar palsu sekali, astaga.
"Oh, tidak kok. Temanku sudah ada di sini."
Yohan dan Theia lalu berpamitan padaku dan pergi ke meja yang berisi gerombolan mereka. Aku menghela nafas, di dunia nyata ada dinding yang cukup tinggi antara aku dan Yohan.
Heidi yang menyaksikan kejadian barusan menertawaiku. Aku hanya melotot padanya.
"Kenyataan tidak seindah novel." Ujarnya meledek. Aku tidak menghiraukannya.
"Bagaimana? Kau sudah bertemu partnermu?" Heidi bertanya di sela-sela kami makan.
"Sudah."
"Lalu? Dia orang seperti apa? Seperti kak Yohan?"
"Sayangnya tidak. Penampilannya culun seperti pak Hendra."
"Ah.." Heidi bergidik ngeri. "Populasi orang tampan di sekolah ini benar-benar sedikit."
Masuk jam pelajaran berikutnya, giliran pak Hendra yang mengajar. Kelas pak Hendra selalu membosankan dan monoton, banyak murid membenci kelasnya. Kurasa itulah kenapa aku menjadikannya tokoh "vilain" di ceritaku. Aku juga tidak menyukainya. Sudah begitu, dia selalu mengeluarkan soal-soal yang susah saat ujian. Benar-benar menyebalkan.
Aku menyempatkan diri menatap ke luar jendela. Jendela kelasku menghadap ke lapangan outdoor di halaman belakang sekolah. Saat ini kebetulan kelas Yohan sedang pelajaran olahraga. Aku memperhatikannya sesaat. Betapa beruntungnya orang-orang yang dapat berinteraksi dengan Yohan setiap hari, terutama Theia. Dibandingkan dengan Theia, aku tidak selevel sama sekali. Rasa sukaku yang bertepuk sebelah tangan ini benar-benar tidak ada harapan.
Saat pulang sekolah, seperti biasa aku jalan kaki. Sesampainya di rumah aku melihat rumah kosong di sebelahku rupanya sekarang terisi. Akhirnya setelah sekian lama kosong rumah itu dihuni juga? Aku penasaran dengan tetangga baruku.
"Oh, sudah balik." Sapa ibu.
"Siapa yang pindah ke sebelah?" Tanyaku.
"Sekeluarga, anaknya sepertinya seumuranmu. Nanti kalau bertemu dengannya kau sapa ya, kudengar dia juga satu sekolah denganmu."
Aku mengangguk-angguk.
Setelah mandi, aku rebahan di ranjang sambil membalik-balikkan halaman di buku catatanku. Kucoret nama Lucas Ellison dari cerita yang kubuat. Lucas Ellison di dunia nyata berbanding terbalik dengan Lucas Ellison di ceritaku. Kuputuskan untuk merevisi dan mengganti karakter L dengan karakter fiksi.
"Aryaa," seru ibu dari bawah.
"Iyaa?" Balasku.
"Pergi ke minimarket gih, gula dan kopi di rumah habis."
Aku menghela nafas. Padahal aku sudah pewe di ranjang. Terpaksa aku turun ke bawah.
"Sekalian, ibu titip belikan sabun cuci piring." Ujar ibu sambil membuka dompetnya dan memberiku uang. Aku pun jalan ogah-ogahan keluar rumah.
"Arya?"
Aku menoleh karena seseorang memanggil namaku. Suaranya familiar.
"Kak Yohan?" Aku tidak mempercayai penglihatanku. Kenapa Yohan bisa ada di depan rumahku?
"Wah, kita tetangga?" Ujarnya. "Asik juga, kalau begitu kita bisa berangkat ke sekolah sama-sama setiap hari. Karena aku sering terlambat, orangtuaku memutuskan untuk pindah ke rumah yang jaraknya lebih dekat dari sekolah. Tapi kurasa percuma saja, ya kan? Buktinya kau juga masih sering terlambat." Yohan tertawa kecil.
Butuh waktu agak lama aku mencerna perkataannya. Aku dan Yohan sekarang bertetangga? Astaga, kalau begini caranya bolehkah aku masih berharap pada Yohan?
"Ah ya.." hanya itu balasan yang keluar dari mulutku.
Yohan lalu melambaikan tangan padaku dan kembali masuk ke dalam rumahnya. Tiba-tiba aku jadi tidak sabar menantikan hari-hari yang akan datang. Sepanjang perjalanan ke minimarket aku jadi senyum-senyum sendiri seperti orang bodoh.
+++
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Nights
Детектив / ТриллерKejadian menyeramkan kerap kali terjadi di sekolah Arya, dan entah bagaimana Arya terperangkap di dalam sekolah bersama murid-murid lain yang tidak dia kenal. Satu hal yang pasti, Arya tidak boleh percaya pada siapapun. Mereka semua mencurigakan!